Powered By Blogger

Senin, 09 Desember 2013

SERENADA DALAM LEMBAH BIRU (147)

Gila! Semalam saya bermimpi dokter saya meninggalkan saya. Anehnya dalam mimpi itu beliau pergi naik jeep Toyota tua, bukan kendaraannya sendiri baik Chevrolet hitamnya yang gagah maupun mobil Jepang yang biasa digunakannya sehari-hari di kampung halaman. Entah jeep milik siapa itu. Yang jelas beliau meninggalkan klinik tanpa menoleh membuat saya dan Yani teman SMP saya menangis kecewa karena tidak diperiksanya.

Sungguh tak terduga. Sebab saya tak bertemu beliau di minggu ini. Hanya berhubungan lewat E-mail menyatakan rasa malu hati saya karena lalai selagi berjuang menggapai kemoterapi saya yang tertunda. Jauh di lubuk hati saya takut beliau kecewa dan kurang berkenan kepada saya yang saya tahu sudah diperjuangkannya sepenuh hati untuk sembuh dan keluar dari cengkeraman kanker yang kejam ini.

Jadi ceritanya di mimpi itu saya bertemu dengan Yani di klinik RS sedang mengantarkan keluarganya. Hari itu pasien amat banyak, padahal dokter tiba kemalaman dari kantornya di Jakarta. Berhubung jemu menunggu, saya dan Yani memutuskan untuk duduk-duduk di kantin RS. Namun alangkah terkejutnya begitu kami berniat kembali ke poliklinik, sebab dokter kelihatan sudah beranjak pulang dan sedang naik ke atas mobilnya yang anehnya sebuah mobil asing. "Dok...., Dok.....," saya memanggil-manggil mencoba memberitahukan bahwa saya belum diperiksa. Yani pun kelihatan berlari-lari sambil melambai-lambaikan tangannya mencoba menarik perhatian beliau. Tapi sia-sia beliau berlalu begitu saja. Maka memburai lah air mata kami di pelataran RS hingga menyesakkan dada dan membangunkan saya dari tidur.

Selanjutnya di alam nyata saya berpikir keras. Apakah kiranya dokter marah kepada saya di dalam hatinya karena saya tak teliti membaca lembaran perintah pemeriksaan laboratorium yang dimintanya? Sebab kelalaian ini jelas menghambat proses kemoterapi selain juga faktor belum tersedianya obat yang didanai pemerintah untuk pembeliannya. Bagaimana jadinya bila beliau tidak berkenan kepada saya? Miris saya membayangkannya. Sebab tak ada dokter yang secermat dan sebaik beliau di dalam menatalaksana penyakit pasiennya. Sudahlah begitu, penuh empati pula.

***

Kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan menggunakan zat-zat kimia yang dimasukkan ke dalam tubuh baik melalui obat yang ditelan, disuntikkan maupun diinfuskan. Saya mendapat obat yang diinfuskan. Menurut aturan resminya obat-obatan ini terdiri atas tiga macam masing-masing didahului, diseling dan akan diakhiri dengan infus cairan garam (Natrium Chlorida). Fungsi cairan garam di sini adalah untuk membersihkan atau membilas darah di dalam tubuh, serta yang terakhir untuk membantu penyerapan obat kemoterapi di dalam tubuh. Berhubung obat kemoterapi sering mendatangkan keluhan mual dan pusing, maka sebelum obat dimasukkan, pasien disuntik terlebih dulu dengan obat anti mual juga obat anti alergi. Bahkan adakalanya semalam sebelum jadwal kemoterapi, pasien disuruh menelan obat anti alergi itu.

Karena banyaknya cairan obat kemoterapi itu, maka biasanya diistilahkan sebagai "koktail kemoterapi". Sayang karena obat-obatan ini berharga sangat mahal, maka saya cuma memperoleh dua macam obat kemoterapi saja, dengan mengabaikan satu macam obat utama yang berfungsi untuk mengurung sel kanker saya. Tapi itu bukan hambatan untuk sembuh. Jika dokter cermat mengidentifikasi penyebab kanker pasiennya, tentu akan dipilihkan obat yang paling sesuai meski seperti pada kasus saya tidak lengkap. Saya membuktikannya. Hanya dengan satu kali kemoterapi dari keharusannya sebanyak 6 kali, tumor saya mulai melunak, bahkan ada yang mengecil secara signifikan. Beginilah nasib orang tak berpunya yang menerima belas kasihan pemerintah serta donatur, ternyata ada juga jalannya untuk menggapai kesembuhan.:-)

Biasanya kemoterapi diberikan dalam 6 kali dengan jeda masing-masing 3 minggu. Keterlambatan kemoterapi hingga seminggu, masih bisa ditoleransi. Akan tetapi jika lebih dari itu, yakni 2 minggu seperti pada kasus saya yang artinya berjeda menjadi 5 minggu, tentu saja berbahaya. Sebab sel-sel kanker yang sudah dilumpuhkan itu akan mengganas lagi dengan cepat. Inilah yang membuat dokter saya amat mengkhawatirkan nasib saya penderita kanker stadium akhir. Sehingga saya sendiri pun langsung merasa bersalah kepada beliau. Tak heran kiranya hingga berbuah mimpi begitu.

Pasien yang akan dikemoterapi dipersiapkan baik-baik kondisi fisiknya oleh onkologis bekerja sama dengan dokter ahli penyakit dalam. Tinggi dan berat tubuh pasien diukur untuk menghitung dosis obat yang dibutuhkan. Kadar haemoglobin (sel darah merah) tak boleh kurang dari 10 gram %. Sel darah putih (leukosit) di atas 5000/ml. Thrombosit (kepingan darah yang berfungsi sebagai zat pembeku) harus di atas 100.000/ml. Selain itu pada saat akan dikemoterapi untuk pertama kali, ketiga dan keenam, fungsi hati pasien juga diperiksa bersama dengan fungsi ginjal yang menggunakan media air seni tampungan 24 jam. Fungsi ginjal ini dilihat berdasarkan kadar kreatinin yang tak boleh kurang dari 1.5  mg % dan ureum di bawah 49 mg %. Tak lupa jantung pasien diperiksa dengan mesin Elektrokardiogram (EKG), serta sesekali ~biasanya di awal kemoterapi diperiksa dengan mesin Echo~ dan foto roentgent. Tapi biasanya roentgent tak diperlukan lagi karena pasien baru melakukannya sewaktu dokter menegakkan diagnosa atau akan mengoperasi. Terlalu sering kena radiasi mesin roentgent 'kan berbahaya.

Nah, ceritanya saya berbuat kekeliruan dengan tidak membaca cermat perintah pemeriksaan laboratorium untuk saya. Karena saya sudah menjalani pemeriksaan tampungan air seni 24 jam di bulan yang lalu, saya dengan teledornya mengira baru akan diulang bulan depan. Jadi dengan santainya saya menyerahkan diri kepada teknisi lab pagi hari sebelum diperiksa dokter ahli penyakit dalam yang berhak mengeluarkan pernyataan siap tidaknya fisik saya untuk dikemoterapi. Ternyata saya keliru saudara-saudara! :-(  Pemeriksaan tampungan urine saya diminta kali itu. Masya Allah! Itu artinya hasil lab saya tak bisa selesai seketika dan harus mengendap dua-tiga hari sehingga berakibat saya tak bisa segera dikemoterapi.

Lunglai rasanya tubuh saya terbanting rasa malu kepada dokter onkologi saya. Ketambahan lagi, perawat kepala mengabarkan bahwa obat kemoterapi saya belum tersedia di gudang apotek RS. Kali itu saya muram dan nyaris menangis. Tetapi anak saya berusaha menenangkan saya dengan segala bujukannya. Katanya kami berpasrah nasib supaya Allah semakin mengasihi saya. 

Maka malam itu segera saya tulis E-mail untuk onkologis saya. Sepanjang menulis saya pikirkan kata-kata yang baik untuk meredam kekecewaan beliau. Dan alhamdulillah dalam sekejap beliau menjawab dengan kata-kata singkat yang amat melegakan, "inggih bu, mboten menapa. Tks ya." Lalu.... lega hati saya menunggu saat kemoterapi siklus kedua tiba. Semoga terlaksana di akhir pekan ini. Untuk itu saya telah berjanji kepada dokter saya untuk lebih cermat lagi di masa datang. Karena kemoterapi itu 'kan tidak boleh dilakukan asal-asalan. Berbahya soalnya. Itu lho obat-obatnya yang diistilahkan obat sitostatika itu sangat beracun sampai-sampai perawat yang mencampur obat pun harus dibungkus pakaian rapat persis bajunya para astronaut itu. Mengerikan, toch?!

(Bersambung)

12 komentar:

  1. Bunda...doaku senantiasa menyertai Bunda...agar Allah selalu memberi kekuatan dan cintaNYA. LOVE.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hei, ada mbak Mita. Apa kabar mbak? Semoga senantiasa sehat sejahtera ya. Sekarang blogging di mana? Terima kasih doanya. Iya tuh saya cuma bisa menggantungkan nasib kepada Allah. :-)

      Salam kangen! *pelukan*

      Hapus
  2. Bundaaa semoga Allah memberi banyak kemudahan bagi kesembuhan Bunda yaaa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin-amin-amin. Terima kasih doanya mbak Tika. Saya jadi terharu inget semua teman Mp yang sejak saya mulai sakit terus rajin menyemangati. :-)

      *episode kangen ngempi*

      Hapus
  3. Manusia boleh berencana tapi Allah yang maha kuasa ya bu...insya Allah kemoterapi nya berjalan lancar ya bu dan Allah beri kemudahan buat ibu untuk berjuang memerangi kanker dengan menjadi pemenangnya..bu Julie bisa sembuh!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga Kuasa Allah menyembuhkan saya ya mbk. SAaya pengin lulus jadi pemenang seperti ibunya mbak Evi lho.

      Gila nggak sih, saya sampe mimpiin ditinggal onkologis cemerlang itu hihihihi.....

      Hapus
    2. Sampe mimpi2 karena ibu deg2an ya mikirin kemoterapi ketunda tunda...sabar ya bu.. Insya Allah ibu bisa spt mama...jd pemenang dlm perang dng kanker. Mama skrg sakitnya suka pusing hebat akibat ada pengapuran di otak

      Hapus
    3. Iya memang, saya udah ngarep dikemo banget biarpun hasilnya nyiksa fisik. Tadi sampe apotekernya saya datangi, saya tanya apa sebabnya obat saya belum ada juga? Katanya belum ada stock obat dengan dosis persis yang diminta onkologis saya. Makanya habis ini saya mau nge-mail lapor ke mas Surgonc. Salam untuk ibunya ya mbak, semoga kali ini juga bisa mengatasi penyakitnya. Kelihatannya bakal menang lagi deh.

      Hapus
  4. oalah bunda, lain kali beginian demi amannya harus ditandai yg gede2 dikalender bundaaa. sampe kemimpian deh. untung dokternya baik :)

    doa dari jauh utk kesembuhan bunda,,,

    salam
    /kayka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu dia saya teledor banget, langsung ke lab tanpa baca perintahnya berhubung biasanya tiap dua atau tiga bulan sekali baru disuruh lengkap begini.

      Diaminin ah doanya. Terima kasih banyak ya kak. Udah buat kue natal buat mertua belum nih? Postingin dong.

      Hapus
  5. hihihi gak perlu bikin bunda kita yang kebagian malah, papa mertua udah rapi bikin kuenya dari minggu kemarin :D

    salam
    /kayka

    BalasHapus

Pita Pink