Powered By Blogger

Sabtu, 30 Juli 2011

SALAM RAMADHAN MULIA

Mencintaimu
Sepenuh senja
Merinduimu
Sepanjang masa

Ramadhan tiba
Muliakan hidup kita
Penjarakan nafsu
dari segala dosa
yang sibuk menyeru
mengganggu kalbu.

"SELAMAT MENYOSONG IBADAH RAMADHAN, TEKADKAN NIAT AGAR MENCAPAI JATI DIRI MANUSIA SHALIH DALAM SEPENUH KETAKWAAN KEPADA YANG KUASA. MAAF LAHIR DAN BATIN"

Bogor, 31 Juli 2011

Jumat, 20 Mei 2011

TIBA DI TITIK BALIK

Hampir tiga tahun setengah aku mulai belajar menuangkan daya khayalanku di laman ini. Tepatnya, satu Januari duaribu delapan aku mulai memberanikan diri menulis di sini. Gaya yang tak bisa kuekspresikan di rumah mayaku yang berupa Electronic Diary serasa mendapat penampung di ruangan ini. Maka sejak itu mulailah aku nekad menulis apa saja yang berasal dari pengalamanku dalam keseharian, kekinian, maupun endapan pengalaman dari pengamatan atas perjalanan hidup yang kutapaki atau kebetulan melintas di depan mataku.

Maka selain tentang diriku dan keluargaku, tentu saja aku menuliskan imajinasi-imajinasi liar yang bermunculan di saat senggangku ke dalam serangkaian cerita pendek maupun cerita bersambung yang kemudian cenderung kunamai novellet karena aku tak pernah tahu seberapa jauh kemampuanku menulis fiksi. Maklum, aku hanya ibu rumah tangga biasa yang tak makan sekolahan menulis seperti kebanyakan penulis sekarang. Entah mengapa aku tidak tertarik bergabung dengan sekolah menulis on line yang menjanjikan menjadikan seseorang sebagai penulis profesional yang ngetop. Aku menganggap menulis bagiku hanyalah menuruti kata hati menggoreskan apa saja yang kebetulan bertandang di benakku ke dalam media menulis baik berupa sobekan-sobekan kertas yang banyak berserakan di sekitar meja kerjaku, maupun komputer kesayanganku.

Apa yang kemudian kudapati antara lain adalah sejumlah cerita pendek yang tidak bisa dikatakan banyak, puisi-puisi yang cuma asal jadi tanpa bentuk, dan alhamdulillah tiga buah novel yang dimulai dari "Biru Itu Tak Sebening Lautan" yang kupostingkan dari pojok benua hitam kira-kira dua setengah tahun yang lalu. Novel yang menceritakan drama rumah tangga dan persahabatan itu berujung pada rasa penasaran para pembaca setiaku yang menunggu kelanjutannya yang sengaja kupotong untuk menguji kemampuanku menulis. Dan aku membiarkannya bahkan menyelinginya dengan sebuah novel lepas yang kujuduli "Kerling Mata Elizabeth Millar" kira-kira sebelas bulan yang lalu.

"Kerling Mata Elizabeth Millar" meninggalkan banyak kenangan dan kesan manis dari para pembacaku yang rata-rata kontak baru semuanya. Mereka bergairah mengikuti hasil lamunanku, sehingga aku terpicu kembali untuk melanjutkan novel pertamaku dulu itu. Akhirnya, "Siti" lahir sebagai bagian kedua cerita bersambung itu tepat di hari kasih sayang, empatbelas Februari tahun ini. Kukisahkan ketulusan hati seorang ibu merawat para pasien rumah sakit jiwa yang kemudian justru membuahkan hadiah teramat manis, yaitu bertemunya kembali dengan sahabat lamanya yang "menghilang dari peredaran" konon setelah diceraikan suaminya. Lalu tekad menjadi mediator penyembuh itu, dipakainya untuk mendekati kembali sang sahabat hingga dia bisa menjadi dirinya yang dulu dan bergaul dengan semua teman-teman lamanya yang bersahabat.

Tak cukup sampai di situ, para pembaca setia baruku membujuk-bujuk agar aku menuliskan kisah lanjutannya. Wah, rasanya aku semakin tak percaya pada kemampuan menulisku yang entah apa sebabnya tak pernah membuatku percaya diri untuk mulai menjual karyaku secara serius. Masih tetap ada keraguan padaku akan mutunya.

Namun, hari ini tiba-tiba aku tersenyum membaca komentar salah satu di antara mereka yang rajin mengomentari dengan bunyi "Ditunggu season selanjutnya." Aduh, rasanya aku tersanjung. Season, sebuah istilah baru yang populer sejak adanya sinetron penguras emosi di televisi itu telah memacuku untuk mengiyakan permintaannya.

Maka ketika aku sedang membersihkan badanku di bawah guyuran air sumur yang segar sore tadi, tiba-tiba terlintas "Titik Balik". Sesuatu yang kuharapkan akan dapat membawa diriku berbalik menjadi seorang yang penuh percaya diri. Aku tersenyum sendiri di balik tirai bak mandiku, sambil menggosok menyabuni seluruh bagian-bagian tubuhku. Aku ingin membersihkan diri melalui "Titik Balik" agar Allah semakin menyayangiku dan berkenan menghadiahiku rizki yang halal dari upayaku apa saja selama ini. Kata orang Jawa, "Gusti Allah iku ora sare........." Insya Allah. Aku akan segera tiba di "Titik Balik".

Minggu, 13 Februari 2011

"SERANGKAI KISAH YANG TAK SUDAH"

Menulis adalah kegiatan iseng ku pengisi waktu luang sekarang. Terus terang saja, aku bukan seorang pekerja kantoran yang terikat waktu. Pun juga bukan wiraswastawan. Aku hanyalah manusia biasa yang mengemban kodrat sebagai ibu rumah tangga perawat anak-anakku yang kebetulan sudah dewasa semua meski belum berkeluarga. Jadi, waktu senggangku cukup banyak di rumah.

Di rumah mayaku yang ini, aku banyak menulis apa saja terkait dengan cerita-cerita kehidupan. Sebagian besar berasal dari kegemaranku melamun yang membuahkan khayalan yang kadang-kadang terasa bombastis minta disuarakan. Maka di suatu masa dulu, aku pernah mencoba mengarang sebuah novel yang kujuduli "Biru Itu Tak Sebening Lautan". Kisahnya soal kehidupan berumah tangga yang penuh liku tersangkut luka. Semuanya berawal dari sebuah milis berantai yang memicu daya khayalku hingga menghasilkan tigapuluh tiga bab.

Novel itu diprotes para pembaca setiaku yang sekarang sebagian besar sudah pergi dari Multiply. Pasalnya, kata mereka akhir dari novel itu masih bisa dikembangkan. Karena yang ada sekarang merupakan kisah yang tak sepenuhnya selesai. Pembaca diliputi tanda tanya soal nasib si pelaku utama.

Selalu kujawab bahwa bagiku novel itu selesai hingga di situ, karena aku sudah bosan untuk melanjutkan khayalanku. Toch aku sudah punya bayangan bagaimana kemampuanku menulis, dan bagaimana pula tanggapan orang atas tulisan-tulisanku. Yang kualami, sebagian menanyakan kepadaku, kapan novel itu akan kujual kepada penerbit dan kapan aku akan menulis seri baru lagi. Rasanya, yang ini tak bisa kujawab. Sebab jujur saja, aku bukan penulis sungguhan, sehingga aku tak pernah tahu seluk-beluk menulis novel yang layak jual dan bagaimana caranya menawarkan naskah.

Sampai kemudian di suatu hari, aku punya khayalan lain. Lalu kutuliskan pula di rumah mayaku ini. Lalu ~lagi~ mereka kembali datang membaca, bahkan banyak pembaca-pembaca baru yang seolah-olah menggantikan para pembaca lama yang tak pernah lagi membuka akunnya. Sekali lagi, lagi-lagi mereka menanti-nanti tulisanku selanjutnya sambil menyemangatiku untuk menjual saja naskahku. Tapi, aku hanya manusia biasa yang tak mengenal sekolahan. Maka tak akan pernah bisa aku membawa tulisan-tulisan itu ke media massa mana pun apalagi sampai menjadikannya sebuah buku yang layak dibaca dan dibeli orang.

Novelku yang kedua, selesai pula. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba aku ingin mencermati sendiri apa yang dulu dikatakan para pembacaku tentang novelku yang pertama. Maka, dalam dua hari kemarin kubaca ulang apa hasil lamunanku dulu itu. Dan benar, ada rasa penasaran akan kelanjutan nasib si tokoh utama. Jadi, sekarang aku terpikir untuk melanjutkannya lagi. Ah, gemas rasanya membaca sepotong kisah yang tak sudah. Insya Allah aku akan giat melamun dan merenung serta membaca tanda-tanda kehidupan lagi. Barangkali saja aku masih sanggup untuk menuntaskannya guna memuaskan nafsu baca para pembaca setia yang rajin bertandang ke tempatku. Terutama cik Noviana Dewi, Erwina Sari, Dwi Asih Rahmawati, Tiar Rahman, serta pembaca tanpa "tanda-tanda", mbak Evi Diniarti dan pak Karyanto. Terima kasih atas dorongan semangatnya yang menghidupkan kehangatan di hatiku. Semoga persahabatan dan persaudaraan kita abadi adanya. "Happy Valentine!"

~ Empatbelas Februari duaribu sebelas ~

Sabtu, 01 Januari 2011

DI TENGAH-TENGAH KELUARGA




Setahun sudah aku mengalami perubahan hidup yang disebabkan guncangan nasib. Tak ada kepedihan, tanpa rasa sakit apalagi kekecewaan atas takdir Illahi yang ditetapkan Tuhan untukku. Semuanya kunikmati dengan manis, karena ada sanak-saudara dan kerabat yang menjadi pendamping jiwaku, penumbuh semangat dan penghangat hari-hariku. Inilah mereka, dan aku ada di antaranya.
Pita Pink