Powered By Blogger

Senin, 05 Mei 2008

GORESAN CINTA

Sudah seminggu aku tidak meninggalkan jejak apapun di buku harian elektronikku. Gairah menulis itu masih tetap ada. Tapi entah kenapa, setiap aku menghampiri mesin komputer, yang terbangkit justru keinginan untuk menulis reportase kehidupan untuk teman-temanku. Bukan mengisi buku harianku yang lama kubiarkan kosong tak tersentuh. Apakah aku sudah bosan dengan hidupku sendiri?

Kadang terlintas dalam pikiranku untuk menjalani hidup apa adanya. Tidak perlu memperjuangkan kelanjutan hidupku. Mau berhenti ya berhentilah. Mau melaju, alhamdulillah. Suatu keinginan yang buruk. Seharusnya aku tidak boleh bersikap begitu. Suamiku dan dua anak kami yang belum mandiri masih membutuhkanku, sekalipun mereka tidak terang-terangan mengatakannya. Seharusnya aku tetap harus berjuang, memperjuangkan masa depan yang masih penuh tantangan.

-ad-

Aku ditakdirkan hidup sebagai ibu bagi banyak orang. Suka tidak suka, sekalipun aku hanya sempat melahirkan dua kali tapi banyak jiwa yang bergantung padaku. Anak-anakku yang empat. Menantuku dan satu cucuku. Bagi mereka akulah sumber kekuatan, karena aku senantiasa menyemangati mereka dikala terpuruk pada satu kenyataan pahit di lembar kehidupan hitam. Aku tidak pernah menertawakan mereka. Bahkan aku selalu mencoba membuat mereka bisa tersenyum dan berbesar hati menerima kenyataan hidupnya.

Dua anak kandungku Andrie dan Yadi dulu korban perpindahan sekolah antar bangsa. Mereka tiba di negeri berbahasa Perancis di saat yang salah. Tepat sepuluh hari setelah kedatangan mereka di sekolah baru, mereka dihadapkan pada ulangan umum yang diikuti karya wisata selama seminggu untuk mencari nilai pengisi raport. Mirip dengan kedatangan mereka di kampung kami dulu juga pada saat menghadapi ulangan umum. Akibatnya mereka dua kali kecewa. Tidak naik kelas dan naik kelas dengan nilai pas-pasan hasil sulapan guru kelasnya di Indonesia.Tapi aku tidak pernah melecehkan mereka. Bahkan untuk mengatakan mereka tinggal kelaspun tak kulakukan. Cukup kiukatakan bahwa mereka mengulang di kelas yang sama untuk mendapatkan pelajaran yang menyeluruh. Alhamdulillah, mereka tidak berkecil hati. Dan senyum manis serta rasa percaya diri terus ada di wajah mereka. Hingga tiba suatu hari anakku Andrie yang kala itu duduk di kelas lima SD menghadiahi aku dengan kejutan besar. Dia menjadi juara lomba dikte bahasa Perancis sekecamatan tempat tinggal kami. Padahal, dia seorang murid asing yang baru menyelesaikan "kerterbata-bataannya". Tuhan Maha Agung!

-ad-

Kusadari kini aku tak boleh pergi. Banyak "anak-anak" lain yang masih mengharapkan sentuhan hatiku. Seperti gadis cantik berkulit kuning bersih kenalan baruku. Entah apa sebabnya tiba-tiba dia berlari menghambur ke pelukanku untuk mengadukan persoalan hidupnya. Padahal kami baru berkenalan. Entah bagaimana mulanya dia mempercayaiku seperti dia mempercayai ibundanya sendiri. Di dadaku ada tetes air matanya yang datang dari luka di dalam sana. Dan di dadaku ada air susu ibu yang memberinya kehidupan. Konon begitu, tuturnya.

Aku tiba-tiba rindu ingin melihat wajahnya. Membelai rambut indahnya yang halus dan legam. Dan membisikkan kata-kata cinta dalam alunan lagu mesra yang keluar dari jiwaku. Maka kuputuskan untuk memejamkan mata di atas kasur kami yang dingin di siang hari sebab penghuninya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Wangi peluh bercampur tetes-tetes liur bekas tidur semalam masih lengket, menyadarkanku bahwa besok aku harus membawa tilam tidurku ke mesin cuci. Namun otak yang penuh dan angin kencang diluar sana mebawwaku lelap juga. Menjangkau daerah terlarang yang aku belum pernah menjamahnya. Suatu kamar pribadi milik orang yang sama sekali asing bagiku.

-ad-

Aku duduk menghadap gunung. Puncaknya berselimut salju, serpihan es yang memutih. Di kakinya bunga-bunga merah jambu muda bermekaran indah. Dan anginpun meniupkannya menjauh memenuhi rerumputan di luar kamar.

"Ibu," bisik lembut gadis itu penuh harap. Matanya yang kecil jernih menatapku seperti cermin yang menjaring bayang-bayang. "Apakah cinta itu bisa ditumbuhkan dengan sendirinya?" tanyanya padaku sambil mendekatkan diri. Kutangkap tubuhnya yang dingin dengan kedua tanganku. Kami berpelukan menyatu dalam rasa. "Bisa, anakku. Sangat bisa. Kuncinya hanya pada keikhlasan hati. Jika hatimu ikhlas menerima takdir yang digariskan Tuhan, maka cinta itu akan mengalir bersama pengorbanan dalam pengabdianmu," jawabku. Kami telah hampir lima belas menti di situ. Di ruang yang sepi. Tanpa kicau burung maupun cericit tikus di gorong-gorong.

"Tapi aku belum sanggup melupakan pilihan hatiku," sambatnya disertai getar pada bibirnya yang tipis. Andaikata seulas lipstick Revlon 371 menempel sempurna di bibirnya, dia akan serupa bidadari sorga. Cantik alami dan memukau. "Cinta adalah permainan semata, anakku," kataku lagi. "Kau boleh menebar cintamu. Tapi belum tentu kau akan menuai kebahagiaan darinya." Kutelan liurku sendiri. Terbayang kembali di mataku betapa aku dulu juga pernah dibutakan cinta, kemudian dipermainkan sendiri olehnya. Di saat aku membutuhkan tangan-tangan cinta dan sentuhan-sentuhan cinta, tiba-tiba cinta itu lari menjauh. Meninggalkanku dan mengurungku dalam kesepian hatiku. Seakan-akan aku tak layak untuk dicintai dan dijamah. Lalu tergambar kembali kesepian itu. Kamar musik tanpa melodi. Kira-kira begitu adanya.

-ad-

Dulu aku memilih sendiri pasangan hidupku dengan cermat. Tak mudah bagiku untuk jatuh cinta. Sekalipun banyak lelaki datang mengantarkan secawan cintanya padaku. Bahkan dalam balutan kritsal berkilau yang bening. Tapi aku adalah diriku. Seorang perempuan bersahaja yang tak butuh kemewahan. Hanya butuh kehangatan dalam keterbatasan. Layaknya kehidupan di dalam rumah BTN tipe dua satu dengan isi keluarga beranak tiga. Karenanya kupilih sendiri imamku, pengayom dan pandu kehidupanku. Aku tidak salah pilih. Panjang sekali jalan kehidupan yang kulalui bersamanya, sampai suatu saat cinta membutakan matanya. Cinta akan pekerjaannya dan kehidupan di luar sana yang meninggalkanku terpenjara terseok-seok dalam kesendirianku. Kini penggalan drama kehidupanku kuputar kembali sekedar untuk mengingatkanku bahwa cinta ibarat permainan belaka. Ada kalanya menang dan menggembirakan, adakalanya menangguk kekalahan yang menyedihkan.

Meroyak kembali ingatanku akan kedua orang tuaku. Hasil perjodohan nenek-kakekku. Tapi awet. Semua penuh berkah karena ibuku mencoba untuk menerima dan memahami takdirnya. perempuan sederhana itu telah mencontohkan pada kami betapa cinta itu bisa ditumbuhkan. Dan cinta yang datang tiba-tiba juga karunia yang indah. Kuterpekur mengingat kembali perjalanan rumah tangga orang tuaku yang manis.

-ad-

Di sisi lain aku teringat gadisku, Berkali-kali dia membawa temannya ke rumah, dan mengajaknya masuk ke dalam kehidupan keluarga kami. Kami semua bersyukur atas pergaulannya yang luas namun terpimpin. Anak-anakku bukan tipe anak jalanan yang bebas bergaul di luar rumah. Semua teman-teman mereka dibawanya kepada kami, sehingga hatiku berbunga-bunga ketika tahu dia mulai dekat dengan seorang lelaki. Tidak sekali saja, tiga kali malah karena yang keempat tidak pernah jadi temannya yang serius. Tetapi ketika kemudian permaianan cinta hinggap padanya, buyarlah kemesraan mereka meninggalkanku dengan sebuah tanda tanya besar serta ruang kosong untuk belajar mengerti. Gadisku, ibu tidak pernah menghendaki sejarah berulang kembali. Ibu tidak hendak mencarikan pendamping hidup untukmu. Tapi ibu juga tak mengharapkan kau keliru pilih. Maka kuberikan waktu untukmu mengatur diri. Semoga aku tak menyumbangkan dosa untuk kehidupanmu di masa datang. Kuhela nafasku dengan teratur mencari ketenangan batinku sendiri.

-ad-

Tiba-tiba gadis kenalan baruku itu muncul kembali di sisiku. Dengan sehelai baju merah jambu yang rapi dia mengulurkan tangannya. Mencium jemariku dan menatapku lama. "Ibu, jalan yang terbaik bagiku adalah belajar mencintai," katanya. "Mungkin naluri orang tuaku benar. Mungkin pilihan beliau tepat, do'akan aku sukses dalam pelayaran panjang perjalanan hidupku," ucapnya seraya menjauh dariku. Dari perangkat audio di kamar itu terdengar "Ave Maria........." lalu dentingan gelas beradu nyaring diikuti sendok-garpu dan piring. Pesta telah dimulai. Kucium wangi bunga yang semerbak di seluruh ruangan. Aku terpana. karena tiba-tiba kusadari bahwa aku bukan manusia sempurna. Andai aku sempurna, tentu aku bisa memilih yang terbaik untuk keluargaku sendiri. Seperti orang tua gadis ini memilihkan untuk putri kesayangannya. Tapi, ah lagi-lagi aku bukan manusia sempurna. Jadi tak akan kupilihkan pria manapun untuk mendampingi putriku tercinta, si gadis sederhana.

26 komentar:

  1. Oh Bundah demikian dalam dan begitu indahnyaaaaaaaaaaaaa........ (BTW, mungkin gadis itu akan lebih menawan dengan Revlon Latino Sexy No. 019 Bun.... he he....)

    BalasHapus
  2. han nangis baca tulisan ini mi..
    bener2 nangis dan menyentuh sanubari, hiks.tadi malem han sama temen2 se kosan sharing tentang kehidupan rumah tangga. han bilang, satu2 nya harapan han adalah, han pengen mengabdi ke orang yang sangat han cintain. supaya ikhlas pengabdian han. tapi ternyata han kebalik, harusnya ikhlas dulu atas pilihan Allah, terlepas dari sebenarnya kita cinta atau ngga, baru mengabdi..

    subhanallah, ini pencerahan baru buat han yang mungkin terlalu idealis, terlalu ingin memiliki..

    BalasHapus
  3. bu, bagus tulisannya ini. mengingatkan saya buat mohon restu orang tua. mungkin karena selama ini mengabaikan restu mereka, akhirnya masih lom juga bisa nempuh perjalanan hidup selanjutnya. Makasih banyak yah bu.

    BalasHapus
  4. bunda...tak ada manusia yang sempurna ya, jadi bersyukurlah untuk orang yang masih bisa memilih ya.....

    BalasHapus
  5. Ah, ini ungkapan sangat sederhana yang apa adanya mbak, persis Revlon 371 warna natural yang justru menampilkan kecantikan di kulit kita yang sawo matang agak terang. Terima kasih ungkapan manisnya untuk kami.

    BalasHapus
  6. Thnak you. You are te cutest man in the worrld bang Yay! Barokallahu!!

    BalasHapus
  7. Hapuslah air matamu cintaku, Han-han. Bunda kadang nggak ngerti sendiri, kenapa cinta yang sudah disipakan dengan pilihan matang kadang nggak jalan dengan mulus, tapi yang datang tiba-tiba justru bisa seperti hadiah dari surga. Dan bundapun harus merenung kembali............

    BalasHapus
  8. Sama-sama mas Yandi. Restu ortu itu kuci kebahagiaan hidup yang abadi. Selamat mencari pasangan ynag bisa diajak jadi teman ssehidup semati. Tolong juga bantu doakan saya semoga gadis saya tidak salah pilih dan menambatkan perahunya di pantai yang tenang. Terima kasih mas Yandi. Saya juga belajar mengungkapkan perasaan dalam tulisan ini dengan belajar dari cara mas Yandi menulis di sitenya.

    BalasHapus
  9. Betul, kesempurnaan hanyalah milik Allah semata.

    BalasHapus
  10. Makasih bu, saya juga sedang ikhtiar, karena saya tau semuanya sudah ada di suatu tempat. Biar pun sekarang belum nemuin juga, tapi yang penting saya yakin dan ga putus dari harap Nya (lho, jadi numpang curhat di sini, hihihihi). Saya doakan juga semoga dermaga untuk anak gadis ibu merapat dan menambatkan hidupnya semakin dekat terengkuh, dermaga terakhir pada pantai yang indah dan teduh.

    Wah, saya yang malah belajar cara mengungkapkan perasaan dalam tulisan dari cara ibu bertutur. Soalnya yg saya bisa cuma, kaya anak muda yang laen, bertutur dengan bahasa yang masih sangat kasar, belum diolah jadi bahasa tutur yg enak dibaca.

    BalasHapus
  11. Ah masa' sih, mas Yandi suka pura-pura gitu deh. Saya justru dulu ngajak berteman dengan mas Yandi karena tertarik setelah baca tulisan mas Yandi. Oke deh, terima kasih untuk doa-doa yang indah itu. Semoga, semoga, ssemoga. Amin.

    BalasHapus
  12. bingung mau koment apa?..begitu indah dan menyentuh...*air mata menetes* teringat akan ibunda tercinta...( terimakasih akan do'a2 mu...Bunda..)

    BalasHapus
  13. Ya, jangan komen ah teh Ni. Lha ini cuma diary seorang ibu aja kok.

    BalasHapus
  14. gaya bahasanya sastra sekali... teruslah menulis bun..
    hebat ada juga nenek2 hi-tech. SALUD..!

    BalasHapus
  15. beneran bu, saya masih blm bisa ngolah 'emosi' di barisan kata2 yg dipakai. Mungkin karena masih hijau yah bu, jadinya bawaannya bergelora-gelora gitu :)

    BalasHapus
  16. He...he... nenek-nenek nggak mau ketinggalan jaman mbak Ratih. Trima kasih komennya. Makanya saya bikin dua site karena yang ini isinya beda dengan senthong si bundel, gitu........

    BalasHapus
  17. Oh toitu ya? Kayaknya memang butuh pengalaman hidup untuk menjadi "cool". Tapi terus terang (terang terus kayak lampu), tulisan mas Yandi juga oke sekli. Makanya saya ngajak berteman. Nggak biasa-biasanya lho saya begitu. Tanya aja sama darlingnya saya dik Ibeth itu Terus nulis ya mas, biar tambah bagus dan tambah mantep. Lagiula biar saya ada bacaan serius di Mp ini.

    BalasHapus
  18. apa mungkin wanita jadul, lebih bisa menerima segala sikon ya bu?,, dari kakek nenek saya juga begitu. tapi sekarang ini saya sendiri yg ngalami berkeluarga, masih suka meluap kalo ada masalah sama keng garwo ( hihi apa cuma aku doang ya), nih harus banyak menimba ilmu dr generasi eyang dan sibu.

    BalasHapus
  19. Nampaknya sih begitu, kita dikondisikan untuk manut dan mencoba menerima keadaan.

    BalasHapus
  20. semoga si gadis mendapatkan kebahagiaan ....

    BalasHapus
  21. Amin, nak Siti. Terima kaish doanya. *hatiku terbuka dan mengharap*

    BalasHapus
  22. Bu, sungguh pandai menulis kata-kata yang dapat menghanyutkan orang dalam kisah2 yang ibu tulis. Mungkin suatu waktu, bisa ibu bukukan diary ibu itu, serta diterbitkan. Cinta memang suatu yang abstrac, tapi kita alami sepanjang waktu ya... bu, terutama dari kekasih abadi kita, Yang Maha Pengasih yang tak pernah lupa mencintai hambaNya, kecuali hambaNya yang sering lupa mencintaiNya. Selamat mengisi lembaran2 diary kehidupan lainnya bu, saya akan menunggu episode2 selanjutnya.

    BalasHapus
  23. Saya hanya menggunakan tangan saya untuk mengetikkan apa yng diperintahkan Allah untuk diketik. Jadi, yang nulisnya mah Allah atuh bu, bukan saya. Anda adalah orang kesekian yang mendorong saya untuk bikin buku (termasuk salah satu sastrawan angkatan 66 yang karya sastranya dulu saya baca waktu SMP). Wah kok saya jadi malu.

    BalasHapus
  24. Baru beberapa hari ini Qq mikir, Apakah perasaan cinta itu olh Allah dilepas pd setiap insan? Knp Allah membiarkan perasaan tumbuh di hati seseorag terhadap lawan jenis yg bukan jodohnya? Knp perasaan cinta itu tdk ditumbuhkan sj pd satu org yg kelak akan mnjadi pendamping hdp kt? Bknkah dgn demikian itu akan lbh indah? Tdk menyebabkan sakit hati? Hikz... (bs dipahamikah bahasa Qq ini?)

    BalasHapus
  25. Karena Allah ingin kita mencoba berbagai hal. Kalo langsung jadi, nanti malah kurang pengalaman sehingga begitu sudah nikah ada perselisihan, bingung gimana cara mencari pemecahannya. Wong dari dulu rukun-rukun terus 'kan?! Hayo....... Mendingan gonta-ganti dulu, jadi begitu dapet jodohnya kita udah punya pengalaman buat mengatasi segala kemungkinan percecokan yang timbul kelak. Itu kata bunda.

    BalasHapus

Pita Pink