"Bersyukur di setiap cuaca di sepanjang musim." Demikian diketikkan kenalan terbaru saya di ujung SMS sapaannya Sabtu pagi yang saya terima ketika saya sedang makan pagi di kantin RSKB yang punya nasi goreng dan gudeg lezat. Nasi dengan bumbu yang pas itu saya minta hanya dilauki telur saja sebab saya menghindari daging-dagingan termasuk daging ayam sejak saya sakit. Pagi tadi saya mesti minum obat juga meski saya dalam keadaan sedang menunggu praktek klinik penyakit dalam dibuka. Saya harus memeriksakan kesehatan saya sebelum kemoterapi berikutnya masuk lagi ke tubuh saya. Artinya tubuh saya harus dipersiapkan agar prima menggempur obat-obatan sitostatika yang terkenal sangat beracun itu.
Perempuan terpelajar pendidik itu sedang dalam persiapan ke Bali mengikuti konferensi internasional sewaktu tiba-tiba terbersit ingin mengontak saya. Barangkali pemicunya adalah isi buku harian saya di dunia maya ini yang kerap sengaja diaksesnya meski tanpa menjadi pengikut saya atau sekedar meninggalkan pesan. Saya tak terlalu yakin, tapi yang jelas dia terkesan pada isi buku harian saya. Selalu itu yang dinyatakannya kepada saya. Termasuk kata zuster Ninik kerabat saya yang pernah ditanyai olehnya mengenai pasien klinik onkologi pemilik blog "Sanctuary of Julie".
Syukur adalah keharusan untuk saya anak-beranak sekarang ini. Bayangkan dalam keadaan keluarga yang tidak lagi utuh, penyakit saya yang sudah lama menetap mengganggu semakin kejam. Saya tak mampu lagi berobat sehingga pasrah pada nasib. Ini saya lakukan juga demi kenyamanan dan kedamaian hati anak-anak saya yang belum ada yang mandiri.
Menghadapi situasi seperti ini tak terduga anak-anak menjadi semakin dekat satu sama lain, lebih mandiri sehingga bisa mengambil alih tugas-tugas rumah tangga saya. Selain itu cinta kasih mereka kepada saya meluap-luap hampir sama dengan semakin meluapnya cinta mereka kepada Tuhan dan ajaran-ajaranNya. Mereka menjadi semakin rajin beribadah dan menjauhi laranganNya. Inilah yang amat perlu saya syukuri.
Melihat perjuangan dan pengorbanan mereka merawat mengupayakan kesembuhan saya, maka tak ada kata lain selain syukur itu juga di dalam hati saya. Bayangkan dalam serba keterbatasan mereka ikhlas berbagi dengan saya supaya saya bisa berobat. Termasuk mengikuti saran baik teman-teman kami yang menghendaki saya berobat kepada dokter ahli di Jakarta meski artinya biaya pengobatan menjadi sangat besar padahal tak tahu harus didapat dari mana.
Tak boleh saya tak bersyukur menerima cobaan ini. Karena kenyataanya Allah menunjukkan dengan Kemaha-HebatanNya bagaimana saya harus mencari dana berobat. Mula-mula saya ditunjukiNya sanak kerabat dan teman-teman yang tulus menyayangi kami. Kemudian mereka menunjuki bahkan membuka jalan bagi saya berobat ke klinik dokter yang tepat yang sejak lama cuma mampu saya idam-idamkan. Selanjutnya di zaman manusia terlalu sibuk, dokter itu justru meluangkan waktu atas kehendaknya sendiri untuk mencarikan jalan mendapat biaya pengobatan bagi saya. Padahal pasien beliau selalu amat banyak.
Belum lagi saya kemudian dibawa serta ke kantornya yang memiliki fasilitas amat baik supaya bisa tertangani. Jujur saja kasus penyakit saya memang sudah terlanjur berat. Sel-sel ganas itu meruyak mengokupasi separuh dada saya hingga meluas ke daerah-daerah di sekitarnya. Seandainya saya tak memperoleh jasa dokter yang satu ini, barangkali saja sudah lama saya tertimbun tanah untuk menciuminya selama-lamanya. Saya sudah mati, begitu lho.
Karena itu saya amat bersyukur atas karunia indah di saat penyakit saya kian meraja lela sekarang ini. Terkadang meski dengan lelehan air mata, tapi itu hanyalah manifestasi dari keharuan yang membuncah-buncah di lubuk hati. Saya pun menyapa Tuhan dengan sebentuk kepercayaan yang tulus serta permohonan semoga mereka yang telah berbaik hati kepada saya menerima balasan yang indah-indah sepanjang hidup mereka.
***
Sabtu pagi itu saya menggunakan fasilitas Jamkesda yang sudah saya miliki untuk memeriksakan diri ke dokter ahli penyakit dalam sesuai rujukan dokter onkologi sebelum program kemoterapi dimulai kembali. Rabu tiga hari sebelumnya, saya membayar sebagai pasien umum dikarenakan saya tak punya kesempatan untuk mengurus proses administrasi lainnya ke Dinas Kesehatan Kota. Sebab hari itu saya berobat di RSKD Jakarta sejak sehabis subuh berkonsultasi ke beberapa klinik sepengetahuan onkologis saya.
Bahkan akhirnya saya tak sempat ke klinik onkologi sebab hari sudah menjelang sore. Tapi saya lega mendengar penjelasan perawat yang mengasisteni onkologis saya bahwa hari itu pak dokter akan langsung bertolak ke Bogor karena tak ada pasien gawat darurat yang membutuhkan operasi mendadak. Jadi saya putuskan saja untuk mengunjungi klinik beliau di RSKB Bogor tanpa dana Jamkesda. Toch kebaikan onkologis saya masih menyisakan ruang gerak yang cukup untuk saya berobat di RS. Mengingat beratnya penyakit saya onkologis saya berpendapat tak boleh menunda-nunda waktu untuk segera memulai rencana kemoterapi. Malam itu kami harus merancang ulang penatalaksanaannya dan menyiapkan prosedur administrasinya yang makan waktu lama.
Alangkah terkejutnya anak saya ketika mendaftar di RS pada hari Sabtu beberapa hari sesudah Rabu. Dia ditegur petugas bagian pendaftaran. Mereka menganggap saya tidak menenggang rasa menggunakan dana Jamkesda padahal saya nampak mampu terbukti dengan sesekali saya bisa membayar secara mandiri. Diingatkannya kami bahwa di luaran sana banyak masyarakat yang berebut dana Jamkesda namun tak mendapatkannya. Dengan begitu sepatutnya kami berkaca diri.
Seperti dipukul saya merasakan nyeri yang amat sangat. Melebihi nyeri yang ditimbulkan penyakit saya sendiri. Pasalnya kami sebetulnya hanya melakukan itu jika kami sedang mendapat banyak bantuan dari teman dan kerabat, terutama justru dari pihak dokter saya sendiri. Banyak biaya yang dibayarkan mereka tanpa saya harus menceritakannya ke mana-mana. Inilah yang tidak dimengerti pihak administrasi RS. Maka dengan ringkas anak saya mengatakan minta maaf sebab pada hari itu kami kehabisan waktu untuk mengurus administrasi Jamkesda setelah seharian berobat ke Jakarta. Pihak RS tidak mendebat namun tetap menyatakan kekecewaan mereka yang menyedihkan saya. Jadi agaknya kebaikan seseorang belum tentu bisa dimaknai positif oleh pihak-pihak lainnya. Alangkah sedihnya.
Namun beruntungnya saya karena dokter ahli penyakit dalam memberikan penjelasannya, bahwa agaknya pihak administrasi RS merasa kerepotan mengurus administrasi keuangan saya sebagai pasien Jamkesda. Ah betul juga, keberuntungan saya menerima pertolongan dari banyak pihak justru menimbulkan masalah bagi RS. Saya harus minta maaf untuk ini. Dan sebaiknya barangkali saja saya lebih baik menolak segala kebaikan yang sering saya terima dari dokter berjiwa sosial yang kini tak banyak lagi saya temui di masyarakat. Daripada saya membingungkan administrasi RS. :-D
Dokter ahli penyakit dalam bersedia menerima saya kembali untuk pemantauan jalannya kemoterapi yang akan datang. Dokter yang satu ini termasuk salah satu favorit saya juga, dikarenakan selalu mengucap kalimat suci "Bismillah......" sebelum melaksanakan pengobatan baik memeriksa pasien maupun menulis resep, serta tak segan-segan menjawab pertanyaan pasien yang datang menghadap kepada beliau membawa keluhan panjang. Saya perhatikan di atas meja kerja beliau, sebentuk buku agama tergeletak rapi namun tak berdebu. Saya yakin buku itu menjadi acuannya di dalam menangani para pasiennya. Tak heran jika kliniknya selalu penuh pasien meski beliau praktek nyaris setiap hari di RS ini.
Beliau mendengar terlebih dulu kisah penolakan kemoterapi saya di Jakarta. Setelah itu bertanya-jawab lalu memeriksa saya dengan cermat. Daerah sekitar jantung saya diketuk-ketuknya seraya mendapat perhatian lebih dibandingkan daerah-daerah lainnya. Saya pun ditanyai apakah saya merasakan sakit di situ. Tentu maksudnya untuk menilai apakah kondisi denyut jantung saya kini sudah membaik setelah saya diberi obat yang banyak. Puas mendapat jawaban saya bahwa saya tak merasakan sakit kecuali di area tumor saya yang rasanya menjalar hingga ke dada, serta pemeriksaan dokter jantung di minggu sebelumnya yang menyatakan bahwa kondisi ketidakteraturan denyut jantung saya sudah membaik maka saya diizinkannya duduk kembali. Beliau kemudian menuliskan resep yang sesuai dengan keadaan saya sekarang. Suplemen jantung ditiadakannya, sementara obat jantung pun dikurangi dosisnya. Adapun obat darah tinggi saya masih tetap diberikan dalam dosis yang sama. Beliau menambahkan juga suplemen untuk memelihara kadar darah merah dan darah putih saya yang akan sangat berguna untuk menjalani kemoterapi nanti. Dalam pada itu beliau tetap menyemangati saya untuk terus menjaga kondisi tubuh saya karena beliau membandingkan dengan kondisi kakak saya yang juga pasien kemoterapi di bawah pengawasan beliau. Saya berjanji untuk melaksanakannya. Bukankah niat saya memang sehat kembali sebagai persembahan berharga untuk anak-anak saya dan dokter yang budiman itu?
Menjelang dan sekembalinya dari RS saya memberitahukan keadaan saya kepada onkologis saya lewat SMS sekaligus minta izin konsultasi pada hari Rabu di Bogor saja. Terus terang kami mulai kesulitan menjangkau Jakarta karena segala keterbatasan kami semakin mempersulit gerak langkah kami. Dokter menjawab dengan baik. Saya diizinkan menemui beliau Rabu malam. Alangkah leganya hati saya karena berarti langkah selanjutnya menyelesaikan pembelian obat-obat kemoterapi sudah semakin jelas. Saya mendengar penjelasan dari perawat bahwasannya obat-obat yang didanai oleh Jamkesda pada masa sekarang ini berkurang jauh harganya dibandingkan dulu. Tapi khusus untuk obat-obat kemoterapi pihak DKK akan mengabulkan permintaan dokter dengan menurunkan kualitas obatnya sehingga harganya terjangkau. Yang utama isi kandungan obatnya pasti serupa dengan permintaan asli dokter onkologis yang tahu betul kebutuhan pasiennya. Jadi saya punya bayangan bahwa obat second line yang diresepkan dokter saya akan diberikan.
Dengan kemudahan itu kami tinggal mengatur langkah selanjutnya yakni pelaksanaan kemoterapi dan manajemen keseharian pola hidup pasien. Hampir dapat dipastikan dokter onkologi kembali akan meminta bantuan jasa dari dokter ahli bedah umum senior yang mengetuai komite medik sebagai pengawas pelaksanaan kemoterapi selain dokter jaga yang bertugas pada saatnya nanti. Lalu kontrol seminggu pasca kemoterapi dilakukan di RSKD pada dokter ahli kemoterapi konsulen beliau selama saya berobat di sana. Dan pemeriksaan rutin lain-lainnya berada di bawah pengawasan dokter ahli penyakit dalam di RSKB sini termasuk pemantauan kondisi jantung saya melalui echocardiogram dan electrocardiography yang dilaksanakan oleh konsulen ahli penyakit jantung dan kardiovaskular sejawatnya. Hasil-hasil semua itu tentu saja saya laporkan tersendiri kepada onkologis saya yang akan mengevaluasi tindak selanjutnya penatalaksanaan penyakit saya. Gamblang, tak ada yang menjadi hambatan.
Jadi kemarin saya tiba di RSKB dengan rasa gundah separuh kecewa ingin marah, tetapi pulangnya melenggang dengan tenang. Penyebabnya saya sudah mendengar penjelasan perawat bahwa obat kemoterapi akan diberikan dengan diturunkan menjadi obat kualitas kedua alias second line. Selain itu para konsulen onkologis saya sudah menyatakan kesediaannya menerima saya kembali di bawah pengawasan mereka. Matahari selalu bersinar cerah untuk saya meski nyatanya kemarin sore Bogor sempat diguyur hujan lebat. Selamat menutup akhir pekan saudara-saudaraku!
(Bersambung)
hai bun...sedang apa..? :)
BalasHapuskalo aku lagi makan pisang nih, eniwei..aku juga agak mengurangi makan daging2an..ga baik juga untuk kesehatan..
salut untuk anak-anak bunda yang selalu tegar dan selalu care dengan ibunya... beruntung sekali bunda memiliki mereka...
kalo begini suka inget diri sendiri... kalo lagi sedih dan sakit ga ada temennya... alhamdulillah ada akang, cuma kalo juga ada anak pasti lebih bahagia...
tetap semangat ya bun..
dengan keikhlasan dan kesabaran bunda, aku yakin seluruh dosa bunda sedang satu persatu dihapuskan... :)
peluk dari jauh...
Hai lagi.... saya nggayem mulu deh. sekarang lagi ngletiki pangsit njimpit puna anak saya sambil ngopi. Soalnya kehabisan Milo jadi nggak bisa nyusu. Saya termasuk makhluk nggak doyan susu sehingga diakali dicampuri Milo banyak-banyak sama anak-anak saya.
HapusIya anak bikin bahagia memang. Tapi kalau Kakangmas juga sama membahagiakannya sih senang juga lho nak Rin. Daripada hidup sendirian sama sekali. *nglirikbujangansayayangmasihbelumsiapnyarigadis*
Peluk balik, nak Rin udah sehat 'kan ya?! Syukur deh. Sekarang berarti tinggal ngatur gaya hidup biar nggak sakitan lagi.