"I am now facing my third chemotherapy before the mastectomy. And hopefuly will be the last for now."
Kemoterapi yang dijadwalkan dokter onkologi akan berlangsung selama 4 kali sebelum saya menjalani pengangkatan payudara saya secara radikal, betul-betul akan memasuki kali ke-tiga besok pagi. Itu diharapkan menjadi acara kemoterapi terakhir lalu segera mencapai meja bedah untuk membebaskan saya dari sengatan kanker, yang akan dilanjutkan kemudian selama setahun dengan obat yang ternyata dianggap dokter saya cocok untuk menyembuhkan saya. Kendati begitu, kemoterapi ketiga ini tetaplah hal yang tidak bisa dikatakan ringan bagi pasien termasuk saya yang dianggap bugar oleh orang banyak. Karenanya saya tetap mencekoki otak saya dengan kalimat-kalimat sakti yang saya tulis di bagian awal jurnal ini dengan maksud untuk menekankan diri bahwa saya harus benar-benar sehat menghadapinya.
Untuk itu selama minggu-minggu terakhir ini saya yang merasa cenderung lemah, tetap memaksakan makanan masuk ke tubuh saya walau sedikit. Begitu pun istirahat lebih saya perhatikan lagi. Saya akan membaringkan tubuh di kasur meski susah tidur. Untuk itu saya membawa bacaan yang saya harap bisa mendatangkan kantuk. Tak lupa dzikir diam-diam saya lambungkan ke sorga dari dalam hati kecil saya, seraya berharap akan datangnya pertolongan dari Sang Maha Agung.
Sayur asam dan ikan air tawar yang digoreng kering menjadi satu-satunya penyelamat nafsu makan saya, hanya terkadang diselingi karedok yaitu selada a la Pasundan yang berbumbu kacang legit. Sangat jarang saya menyantap hidangan segar yang satu ini karena kacangnya saya khawatirkan kurang baik bagi kesehatan saya, meski dokter tak mengatakannya. Saya cuma berjaga-jaga saja. Alhamdulillah hasil pemeriksaan laboratorium saya terakhir yang dilakukan sekitar tiga minggu lalu menunjukkan kadar kolesterol yang normal persis yang dikatakan sinshe saya ketika menotok syaraf saya setiap seminggu sekali. Pokoknya saya tetap makan apa pun yang terjadi.
***
Sampai saat ini tubuh saya tetap tambun, tidak kurus kering layu seperti kebanyakan pasien lain. Rambut yang rontok dan saya gunduli untuk meringankan beban membersihkan rumah sudah mulai bertumbuhan kembali. Juga kuku-kuku saya yang berubah warna hanya pada keempat ibu jari saya termasuk di kaki. itu pun di bagian pangkalnya saja. Padahal saya saksikan sendiri ketika kemoterapi di rumah sakit ada pasien yang seluruh jarinya menghitam bagaikan dicat. Kondisi yang secara medis dinamakan "onycholysis" ini pada mereka penampakannya demikian menyedihkan :
Sedangkan kuku saya yang amat saya syukuri cuma menjadi seperti ini :
Seperti sudah saya ceritakan sebelumnya, untuk mendapatkan tempat pelaksanaan kemoterapi di hampir setiap RS cukup sulit. Begitu pun di RS tempat saya berobat, karena keterbatasan kamar dan jadwalnya. Jadi sudah dua minggu saya datang ke RS sia-sia hingga minggu ini saya benar-benar pasrah tak mau lagi menyiapkan prosedur administrasinya. Padahal secara tak terduga, Selasa siang tiba-tiba Perawat Kepala mengabari saya bahwa obat dan ruang kemoterapi saya tersedia untuk keesokan harinya. Tentu saja saya menolak. Saya kemukakan persiapan yang panjang yang batal saya laksanakan karena saya takut dikecewakan lagi. Dan akhirnya setelah tawar-menawar beliau menyetujui saya dikemoterapi hari Sabtu saja sebagaimana biasanya, saat anak-anak saya tidak ada kegiatan apa pun di luar rumah.
Tadi pagi anak saya pergi mengurus surat rujukan ke Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota lagi. Kali ini sepertinya pejabat di sana sudah sangat mengenali anak saya, sehingga dia tidak ditanyai apa-apa. Surat persetujuan dikeluarkan dengan mudah, tak seperti kepada seorang keluarga pasien yang kata anak saya ngotot dan marah-marah tidak menentu sambil menyerobot giliran orang lain. Entah apa masalahnya, dan siapa yang sedang diperjuangkan nasibnya untuk penyakit apa. Yang jelas kata anak saya, perempuan itu makan waktu amat lama. Petugas berwenang di DKK sampai-sampai kewalahan menjelaskan segala prosedur kepadanya hingga akhirnya berkata kasar dan terkesan tak lagi mau berurusan dengannya. Dalam keributan itu kedengaran seseorang yang ternyata sempat bertemu sebelumnya dengan perempuan tadi di kantor Kecamatan tempat tinggal mereka berkomentar bahwa orang itu memang aneh. Katanya, di Kecamatan dia minta urusan berhenti hingga di situ sehingga dia menolak disuruh ke DKK. Sampai-sampai petugas di Kecamatan menegaskan bahwa jika dia ingin mendapatkan bantuan dana, maka dia wajib datang menghadap sendiri kepada pemberinya yakni pihak Dinas Kesehatan karena yang berwenang untuk mengabulkannya bukanlah Camat. Ada-ada saja ulah orang susah yang justru semakin menyusahkan banyak pihak termasuk anak saya yang akhirnya terpaksa kehilangan sembahyang Jumatnya gara-gara tertunda oleh ulahnya tadi. Tapi, ada hikmahnya juga. Yaitu, anak saya jadi bersyukur tidak harus terpotong oleh waktu istirahat makan siang pejabat DKK, sebab ibu petugas di situ demi melihat anak saya yang sudah tiga kali menghadap di bulan ini langsung menangani permohonan saya dengan pesan itu giliran terakhir sebelum istirahat. Tak mengapa anak saya kehilangan waktu shalatnya, dia melaksanakannya di rumah selepas kami makan siang. Tentu berdua dengan saya diikuti sujud syukur bersama tentang esok hari kemoterapi yang sangat kami harap-harapkan akan menyembuhkan saya. Masih ada harapan untuk sembuh bagi saya kiranya.
(Bersambung)
semoga lancar ya mbak besok..
BalasHapusbersukur kukukukunya blom legam sekali..
jaga makan dan tidur deh mbak, biar siap besok..
Terima kasih, sekarang semuanya udah selesai. :-)
Hapussyukurlah kegiatan hari itu sudah selesai...
BalasHapusmudah2an kemo bunda berjalan lancar
doa selalu menyertai bunda Julie
Alhamdulillah, puji Tuhan nggak ada halangannya lho.
Hapuskaredoknya bikin ngiler, pengeeeeen.....
BalasHapusAyo bikin aja jeng, gampang kok.
Hapus