Powered By Blogger

Senin, 27 Januari 2014

SERENADA DALAM LEMBAH BIRU (171)

esayangan Allah kata orang-orang adalah saya. Sebab, meski dalam keadaan didera berbagai penyakit dan gangguan tubuh tetapi saya nampak tegar dan bisa melanjutkan kehidupan dengan normal. 

Kini kondisi saya semakin tidak menentu. Sering kali di waktu pagi dan siang saya nampak gagah di seputar RS. Tetapi meski begitu, dengan tubuh yang sudah tergolek sepenuhnya 24 jam saya masih bisa  melayani pertanyaan-pertanyaan tetamu yang datang menjenguk. Meski juga dalam keadaan nafas saya terengah-engah. Kondisi seperti ini terjadi setelah saya sempat mengalami kolik perut yang mengakibatkan saya terpaksa menggunakan bantuan oksigen. Keadaan ini disebabkan oleh teknik mengejan saya yang salah dengan demikian yang kemudian membuat pasokan oksigen dalam rongga kepala saya berkurang. 

Tetamu yang datang menjenguk saya setiap hari selalu banyak. Dengan segala keterbatasan saya tetap berupaya untuk melayani mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan maupun sekedar bertegur sapa. Sayangnya, tubuh saya sudah sulit digerakkan sehingga meski kata mereka cara saya mengobrol sudah tidak ekspresif lagi tapi saya dianggap merupakan pasien yang istimewa. Gerak-gerak tangan dan kaki saya yang sudah terbatas hanya pada bagian kanan tubuh mengakibatkan dalam tempo seminggu tubuh saya bagian belakang mulai dari punggung hingga pantat mengalami iritasi berupa luka lecet yang terasa sangat pedih. Hingga akhirnya pihak tim medis menambah jumlah dokter saya selain onkologis, dokter ahli bedah tulang, dokter ahli penyakit dalam, dokter saraf, juga ada dokter kulit dan kelamin serta dokter ahli rehabilitasi medik. Inilah catatan terbesar mengenai proses pengobatan saya sepanjang hidup. Subhanallah dokter-dokter itu semua selalu berpatokan kepada dalil-dalil Allah SWT di dalam kitab suci Al-Quran, yang membuat hati saya merasa tenang dan yakin bahwa saya akan sembuh. Sayangnya, mereka tidak didukung oleh peralatan medis yang canggih serta dokter-dokter yang mumpuni. Karena itu hingga saat ini operasi penyambungan tulang paha saya yang patah masih tertunda. 

Para dokter akan mengirimkan saya kembali ke RSKD. Tetapi persoalannya mencari kamar perawatan di RSKD sangat sulit. Hari Jumat anak saya Andri sudah pergi ke sana dan memaksa untuk disegerakan. Tetapi katanya semua pasien harus mengantri. Malam itu kami segera melapor kepada onkologis yang kebetulan PNS di sana. Beliau kemudian mencoba untuk menembus birokrasi dengan bicara sendiri kepada pihak penerimaan pasien untuk bisa menerima saya segera. Begitu pula relawan kanker pendamping saya juga membantu dengan menghubungi berbagai pihak di dalam RSKD. Tetapi itulah faktanya. Rumah sakit nasional memang selalu padat pasien. Sebab, banyak pasien kiriman baik dari luar Jawa maupun dari luar Provinsi DKI. Saya sadari sejak saya berobat di sana, diri saya pun bukan satu-satunya pasien yang dikirim dari wilayah terdekat. Banyak sekali pasien kiriman dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang wilayahnya sudah mepet ke Jakarta. Ini artinya kesabaran saya harus tetap ditambah. Sebetulnya juga relawan kanker pendamping saya menyatakan sudah berhasil mendapatkan satu kamar kosong untuk saya, yang baru saja ditinggalkan pulang oleh pasien kiriman dari Bogor juga. Tapi ketika anak saya mencoba mengontak bagian penerimaan pasien RSKD, katanya kami tidak boleh melabrak-labrak aturan. Berhubung kami baru mendaftar pada hari Jumat, maka kamar itu diberikan kepada pasien yang sudah lebih dulu menunggu. 

Kemarin pagi, pihak penerimaan pasien di RS yang sedang saya tempati meminta kami untuk membayar sejumlah uang muka sebagai deposit sebab ternyata biaya perawatan saya yang ditanggung BPJS hingga hari ke-delapan sudah mencapai Rp. 29 juta. Padahal, BPJS hanya bersedia mendanai sebanyak Rp. 7 juta meski kami membayar premi mandiri. Barangkali kenyataannya akan lain kalau saja saya adalah peserta yang berasal dari PT. ASKES maupun Jamsostek. Tapi alhamdulillah kebutuhan dana itu sudah bisa tercukupi dari pemberian tanda simpati dan kasih sayang para penjenguk. Kini kembali terbukti bahwa Allah itu maha segala, maha besar kasih sayangnya, dan maha luas rizkinya.

Hari ini, dokter spesialis bedah tulang saya di tengah keterbatasan penanganan medis yang dapat dilakukannya untuk kasus patah tulang paha kiri saya, datang dengan siraman rohani yang kian menyemangati saya untuk lebih ikhlas dalam menerima beragam cobaan dari Allah. Pada visit selanjutnya, beliau ingin memberi saya rekaman ceramah-ceramah religi sebagai bahan renungan diri untuk meningkatkan iman kepada Allah dalam rangka ikhtiar memohon kesembuhan dan kekuatan dalam menjalani segala cobaan. Sesudah beliau, datanglah dokter saraf yang cantik itu. Setelah diperiksa, kondisi saya stabil tapi perlu penanganan dokter kulit dan kelamin untuk mengatasi luka-luka di bagian belakang tubuh saya akibat tidak pernah dimandikan karena sulitnya pergerakan tubuh saya. Dokter kulit menyarankan saya agar diolesi krim bayi (baby cream) serta melapisi kulit saya yang luka dengan sapu tangan tukang becak "Good Morning" yang tipis, itu dibentuk donat.

Berikutnya, dokter ahli rehabilitasi medik yang diundang untuk menilai kondisi saya sore harinya nampak terkejut-kejut begitu melihat tubuh bagian kiri saya yang berpembalut sejak dari pangkal lengan hingga ujung kaki kecuali bagian tubuh. Dengan menunjukkan wajah yang kebingungan, beliau tidak bisa berbuat banyak untuk fisioterapi saya kecuali menekan-nekan ringan pangkal betis saya dengan tujuan supaya tidak terjadi kekakuan dan kelumpuhan permanen. Meski demikian, tindakan itupun cukup menimbulkan rasa ngilu.

Pada pukul 5 sore, onkologis diketahui sudah berada di Poliklinik 16 memeriksa pasien yang tidak terlalu banyak. Hati saya merasa lega sebab artinya visit pasien bisa segera terjadi. Betul saja, kurang lebih satu jam kemudian beliau tiba di sisi pembaringan saya. Wajahnya seperti biasa selalu manis namun tak urung gundah juga sebab mendengar laporan anak saya bahwa saya belum berhasil mendapatkan kamar di RSKD seperti yang sudah dijanjikan kepada beliau. 

"Aduh ibu, kenapa masih belum bisa masuk juga? Padahal untuk penderita seperti ibu seharusnya diutamakan mengingat pengobatan kanker tak bisa ditunda. Jadi, operasi tulang ibu tak boleh diulur-ulur waktunya", demikian ujar beliau ketika melihat dan meraba tubuh bagian kiri saya.

Beliau nampak tercenung sejenak sambil membuat gerakan-gerakan yang khas dengan bibirnya. Selanjutnya, beliau bertanya ini-itu termasuk hasil pemeriksaan lengkap laboratorium saya kepada perawat yang mengiringkannya. Setelah bercakap-cakap dan mendengarkan dengan seksama, beliau pamitan. Seperti biasa, beliau selalu menyalami saya dengan hangat seraya menepuk-nepuk bahu saya. Namun tadi malam ada yang lebih istimewa. Mendengar saya mengiba-iba minta diselamatkan mengingat ada misi kemanusiaan saya yang sudah disepakati dengan beliau, sebelum beranjak pergi mulutnya tak hanya berdoa untuk kesembuhan saya. Kemudian mulut itu ditempelkannya ke dahi saya yang sudah seminggu tak sempat dimandikan. Di dalam hati saya, terbayang betapa harumnya kulit kotor yang baru disentuhnya tadi. Tapi itulah kehebatan dokter saya. Selalu memperlakukan pasien sebagai bagian dari keluarganya sendiri. Sementara itu, di kaki tempat tidur perawat pria yang mendampinginya nampak memandang kami dengan kebingungan. 


(BERSAMBUNG)


  

6 komentar:

  1. banyak juga ya serenada dalam lembah biru sampe yang ke 171

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya jurnal saya panjang-panjang. Karena saya masih terus berjuang. Terima kasih.

      Hapus
  2. Subhanallah... Bu julie bnr2 hamba pilihan dr Allah, begitu bnyk "ujian" penyakit yg Allah titipkan ditubuh bu julie. Kalau sudah di dharmais kasih tau ya bu...smg Allah memudahkan ibu untuk dpt kmr di dharmais dan ibu tetap jd pemenang dlm berperang dg pnyakit.aminn

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang sudah dipindah ke Dharmais di lantai 7 ruang Anggrek 2 kamar 706. Operasinya baru sekitar hari senin atau selasa karena terpotong libur long week-end.

      Hapus
  3. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa ketemu langsung sama ibu. Tp wkt itu kita janjian ketemunya di tmpt rawat jalan ya bu...eh ini koq jd ketemuannya di kamar rawat inap. Tetap semangat ya bu...insya Allah mukzizat Allah akan selalu ada buat bu julie. Salam buat anak2 bu..trima kasih sdh mengijinkan saya ngobrol dng bu julie,walau jd mengganggu wkt istirahat ibu pd saat sy dtg.

    BalasHapus
  4. Semangat terus Bu, Allah Maha Tahu akan hambaNya. Kebetulan saya juga dalam masa perawatan di RSKD sekak beberapa minggu lalu.

    BalasHapus

Pita Pink