Powered By Blogger

Senin, 19 Agustus 2013

SERENADA DALAM LEMBAH BIRU (101)





Akhirnya saya mendapat persetujuan untuk diluluskan menjadi objek penelitian obat kanker payudara yang mahal sekali dan bergengsi itu. Awal pekan ini tim peneliti sudah menyatakan "acc" untuk mengambil saya sebagai pasien yang akan mereka beri obat yang sedang diteliti.

Ada rasa bangga menyelimuti keharuan serta kesyukuran saya yang bahkan untuk sekedar ongkos ke RS pun terpaksa mengandalkan bantuan dan pemberian orang lain. Sebab apalah daya, saya cuma pengangguran yang belum bisa memanfaatkan Jaminan Kesehatan Nasional yang diwacanakan pemerintah pusat untuk menolong segenap rakyatnya itu. Masih jauh panggang dari api.

Setelah mundur dari janji saya bertemu Doktor ahli kemoterapi sesuai keinginan onkologis saya, akhirnya Senin (19/08) saya bertemu dengan seluruh tim peneliti lengkap. Ibu Doktor nampak terkejut sewaktu menjumpai saya di selasar ruang tunggu kliniknya, sebab menurutnya beliau sudah membubuhkan tanda tangan resmi di lembar persetujuan kemoterapi saya yang didanai pihak RS. Saya yang sama sekali tak tahu soal itu mengatakan bahwa dokter onkologi saya menghendaki saya langsung bertemu dan menerima penegasan sendiri dari beliau. Lalu Doktor keibuan yang bijaksana itu memupus kesia-siaan ini dengan meminta saya menemui sejawatnya di dalam tim yang berpraktek di klinik sebelah utara tak jauh dari situ. Menurutnya, ketua tim peneliti adalah sejawatnya itu. 

Bergegaslah saya ke sana, menjumpai beliau yang sudah selesai dengan prakteknya dan akan menutup klinik. Alhamdulillah saya diizinkan bertemu setelah beliau bersantap siang. Penegasan dari beliau membuat saya aman dan tenang menunggu obat sampai di Indonesia untuk saya gunakan. Ya, obat ini menurut peneliti utamanya didatangkan langsung dari pabriknya di luar negeri. Minggu lalu sudah dijelaskannya pula kepada saya agar saya tak terburu-buru melakukan persiapan kemoterapi berupa pemeriksaan darah lengkap berikut rekam jantung. Dua komponen ini memang amat diperlukan untuk menilai kesiapan fisik pasien dalam menjalani pengobatannya yang boleh dikatakan amat berat. Lalu dengan langkah gembira dan mata berbinar segera saya laporkan hasil kunjungan saya tersebut kepada onkologis saya dan dokter paliatif yang menjadi penanggung jawab program pengobatan saya atas keinginan pengurus DWP di mana saya menjadi anggotanya seperempat abad lamanya. Cukup dengan berkirim SMS karena masing-masing masih menyelesaikan tugasnya di klinik di lantai bawah. Bagi saya tak penting betul menerima jawabannya apalagi bertatap muka saat itu. Yang terutama beliau berdua tahu persis progres pengobatan saya. Karenanya saya pun tak merasa kecewa ketika hanya teman DWP saya itu saja yang menjawab dengan respons gembira. Singkat padat tapi membahagiakan. Sedangkan jawaban onkologis saya masuk seiring dengan munculnya matahari pagi di ufuk timur.

Untuk segala fasilitas yang saya terima selama berobat di RSKD hanya ada satu kata yang patut saya lontarkan : "Magnifique!!" Alias tidak mengecewakan sama sekali, LUAR BIASA!! Para staf administrasi selalu memudahkan kami mencapai tempat praktek dokter yang dituju melalui penjelasan mereka yang rinci. Para tenaga medis pembantu dokter melayani saya dengan ramah dan hati yang memancarkan kehangatan. Apalagi para dokter, tak ada yang membuat hati saya ketakutan apalagi layu lalu patah semangat. Bahkan petugas kebersihan yang selalu saya jumpai berjaga-jaga di sekitar toilet senantiasa menunaikan tugasnya dengan baik, menyiram dan mengepel lantai toilet dengan baik sesudah dan sewaktu akan digunakan pasien. Senyum di wajah mereka ketika membalas salam pengunjung juga membuat hati pasien tenteram. Hanya satu yang paling saya takuti di RS ini, yakni satpam perempuan yang dulu menggunakan bentakan di dalam mengatur pasien yang diizinkan menunggu di ruang tunggu di muka klinik lantai II, meski kini tak seperti itu lagi. Seumur-umur jadi pasien bahkan sampai memperoleh perpanjangan nyawa, hanya di RS inilah hubungan pasien dengan tenaga medis termasuk dokter bisa dilakukan melalui telepon atau E-mail. Inilah yang membuat saya tak ingin lari juga dari RS ini meski sulit dijangkau dan butuh biaya banyak untuk kami.

***

Untuk mempersiapkan kemoterapi yang sudah di depan mata ini, sejak sekarang saya harus menjaga kesehatan. Pasalnya kemoterapi merupakan pengobatan dengan obat keras yang dimaksudkan merusak sel-sel kanker, bahkan bisa berimbas kepada sel-sel sehat juga. Karenanya pasien akan merasa sakit setelahnya. Apalagi kemoterapi  yang akan datang menggunakan obat yang lebih keras dibandingkan yang dulu mengingat sel kanker saya sangat ganas dan agresif. Buktinya saya tak sembuh dengan koktail kemoterapi pemberian Dinas Kesehatan Kota (DKK) melalui dana Jamkesda. Bahkan tumor saya itu membesar kembali hanya dalam waktu dua minggu setelah dioperasi. Inilah yang menjadi alasan utama untuk mengganti koktail obat kemoterapi saya, termasuk mengutamakan meloloskan saya menerima obat yang dalam penelitian itu. Dokter pernah mengatakan bahwa tumor saya yang tidak menyebar serta kondisi kesehatan umum saya yang baik menjadi faktor plus penentu kelulusan saya dalam penyaringan yang mereka adakan. Puji syukur alhamdulillah!

Persoalan saya kini terpusat pada kanker di kelenjar getah bening ketiak yang dulu tak mempan diobati dengan obat dari DKK. Sebab dia memanifestasikan diri di tulang selangka saya. Pertumbuhannya yang nyaris tak terkendali sudah menimbulkan nyeri juga tonjolan nyata yang mudah sekali diraba. Jadi saya segera ingin obat itu tiba untuk digunakan.





Benjolan adalah serupa bayang-bayang hitam yang menakutkan pada siapa pun yang memilikinya di tubuh mereka. Tak terkecuali jika benjolan itu tumbuh di ketiak. Dia telah menakut-nakuti anak teman lama saya yang masih remaja, meski ukurannya cuma sebesar biji kedelai.

Gadis tujuh belas tahun ini memilikinya di ketiak kiri, tanpa disertai rasa sakit. Tapi dia nampak lesu, mudah lelah dan rambutnya menipis tanpa sebab. Kerontokan tak terkendali itu membuat ibundanya mewaspadai adanya gangguan kesehatan padanya. Benjolan kecil itu diperiksakan ke dokter praktek dua puluh empat jam di dekat rumahnya. Dokter itu tentu saja dokter umum yang kemudian membawanya ke RS Fatmawati yang memiliki ahli bedah untuk dibiopsi. Setelah menjalani perawatan pengamatan lima hari diketahui bahwa benjolan itu adalah tumor jinak. Anak gadis itu kemudian dirawat jalan di klinik 24 jam dengan pemberian obat-obatan yang tak boleh terlupa ditelan. Sesudah berlangsung delapan bulan, ibunya mengatakan kemarin dulu tumor itu mengecil. Jadi tak perlu ada tindak lanjut lainnya baik berupa kemoterapi maupun radiasi seperti pada pasien kanker kelenjar getah bening. Saya ikut bahagia untuk mereka, sebab sesungguhnya tindakan kemoterapi dan radiasi itu menyiksa tubuh pasien dan kantung keluarganya. Radiasi dilakukan setiap hari dengan biaya yang tentunya tak murah. Sedangkan kemoterapi dilakukan beberapa kali tergantung berat ringannya penyakit serta lokasi tumor dengan jeda setiap tiga minggu sekali. Yang saya alami, saya dikemoterapi lima kali hingga merontokkan rambut dan melemahkan tubuh saya. Belum lagi karena tak membawa hasil yang diharapkan, kemoterapi harus diulang dari awal dengan obat lain lagi.

Sejenis benjolan lain adalah TBC kelenjar yang biasanya menyerang bagian leher dekat telinga. Istri kenalan saya mengalaminya. Gejalanya selain letih-lesu juga rasa sakit dan demam tanpa kerontokan rambut. Dia sembuh dengan pemberian obat yang disuntikkan di Puskesmas dekat rumahnya selama sebulan terus-menerus. Bahkan di akhir pekan dia mendatangi rumah perawat untuk disuntik. Karena bukan kanker, maka pengobatannya juga tanpa dikemoterapi atau radiasi. Cukup dengan disuntik obat TBC yang disebabkan kuman.

Kelenjar getah bening terdapat di sekujur tubuh manusia mulai dari bagian atas hingga bawah. Tugasnya sebetulnya bagus, yakni penyaring dan pelawan kuman yang masuk dibawa aliran darah ke dalam tubuh. Contohnya tonsil atau yang kita kenal sebagai amandel itu. Dengan sendirinya jika kelenjar getah bening kita sakit, maka orang itu akan memiliki daya tahan tubuh yang lemah. Itu sebabnya penyakit apa pun di kelenjar getah bening tak boleh dibiarkan saja.



KELENJAR GETAH BENING

Untuk saya, pembengkakan di kelenjar getah bening ini dilawan dengan kemoterapi. Sayang saya agak kurang siap menghadapinya karena kondisi tekanan darah saya terbilang tinggi sekali meski sudah saya periksakan ke dokter spesialis penyakit dalam dan mendapat obat dosis tinggi yang harus saya makan tiap pagi. Agaknya saya kurang baik menjaga asupan makanan saya, sebab saya tak menghindari garam. Padahal pasien hipertensi harus mengikuti diet rendah garam serta menghindari banyak daging-dagingan. Saya akui selama ini saya cenderung ceroboh dan menganggap ringan penyakit ini, padahal sebagai penyandang bakat bawaan dari orang tua saya seharusnya saya sangat berhati-hati. Jadi langkah pertama saya minggu ini adalah berkonsultasi kembali dengan dokter spesialis penyakit dalam serta mengatur diet. Hal terakhir inilah yang berat untuk dilakukan. Bayangkan saja di saat penyakit kanker saya menyuruh saya menghindari daging-dagingan serta gula, saya pun tak boleh makan yang asin-asin. Padahal makanan bercita rasa asam sejak dulu saya hindari disebabkan kelemahan pada sistem pencernaan saya terutama di usus. Tapi apa hendak dikata, sudah tak ada pilihan untuk saya. Jadi amat berat bagi saya jika mesti memenuhi undangan makan dari orang lain. Namun satu hal yang harus saya tanamkan pada diri saya adalah kata "SEMANGAT" sebab saya telah berhasil memenangkan perebutan mendapatkan obat kemoterapi gratis yang jadi impian banyak pasien kanker. Mari..........

(Bersambung)



4 komentar:

  1. biarpun dijadikan seperti kelinci percobaan, mudah-mudahan berhasil bagus dan ceu julie sehat dan memberikan manfaat bagi orang banyak yang punya penyakit ini. aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harapan saya sih begitu. Semoga kiranya yang terjadi kesembuhan untuk saya. apa pun hasilnya nanti, saya nggak menyesal kok, Cuma anak-anak yang tadinya ketakutan. Saya aminkan doanya ya dik, terima kasih lho.

      Hapus
  2. benjolan itu belum tentu juga kanker, bisa jadi tbc gitu mbak?
    akhirnya ketemu ibu doktor..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, saya baru engeuh juga bahwa benjolan bisa jadi karena TBC.

      Hapus

Pita Pink