Powered By Blogger

Jumat, 21 Juni 2013

SERENADA DALAM LEMBAH BIRU (74)

Soal pendanaan operasi saya secara mandiri merupakan hal paling sulit bagi kami. Krusial pula. Bayangkan, simpanan anak-anak saya dan uang saku mereka selama ini sudah terpakai banyak untuk mendanai saya sehingga jumlahnya tak seberapa lagi. Padahal mereka sudah menahan segala keinginan duniawi mereka yang biasanya bisa dilakukan dengan mudah oleh para pemuda seusianya. Seringkali air mata saya nyaris menitik disebabkan rasa bersalah dan kasihan saya kepada mereka. Tapi setiap kali mereka melakukan semua perawatan saya dengan langkah ringan dan senyum mengembang, lelehan air mata itu batal turun. Betapa mustahil saya membuang senyum simpul sewaktu menyaksikan mereka tetap asyik merawat saya dengan santai disertai gurauan-gurauan yang manis. Tak salah lagi jika semua orang yang mengenal kami mengatakan bahwa mereka adalah anak-anak istimewa yang kelak insya Allah mendapat tempat terindah di surga sebab sudah bisa mencium harumnya bunga di Taman Firdaus itu sejak muda belia.

Ketika pendanaan operasi saya dengan bantuan Jamkesda ditolak pihak DKK, kami mencoba upaya kedua. Yakni mencari pinjaman kepada kerabat kami. Saya menghubungi saudara-saudara saya, anak saya pun demikian, bahkan tanpa malu-malu mereka mengemukakan kesulitan kami seakan-akan mengemis betulan. Dalam urusan memperpanjang nyawa prinsip kami tak boleh ada kata malu dan gengsi-gengsian.Tak lupa saya mengabarkan keadaan saya kepada teman-teman DWP saya yang sudah jadi seakan-akan saudara kandung kami sendiri. Tapi kepada mereka, saya tak minta bantuan sebab malu hati atas bantuan-bantuan yang sudah kami terima dulu.

Nyatanya koordinator administrasi pengobatan saya mengatakan dia siap menggerakkan teman-teman untuk kembali menggalang dana bagi saya. Tak perlu saya merasa sungkan dan malu hati, sebab mereka tak mau melihat saya mati dilibas kanker. Bagi mereka, saya adalah sumber semangat yang membuat kelompok kami jadi merasa betapa setiap kami harus senantiasa menyukuri Karunia Allah berupa kesehatan yang prima dan rizki yang barokah. Istilah mereka, saya menjadi mesin perekat anggota kelompok kami yang jauh di berbagai belahan bumi. 

Saya sampaikan terima kasih kepada teman saya yang satu ini. Saya tetap akan berupaya mencari dana sebisa-bisanya dari sumber lain sebagai pinjaman saja. Sampai-sampai teh Nanan teman saya itu terpaksa mengangkat teleponnya untuk membujuk saya agar menerima gagasan penggalangan dana itu. Tapi saya tetap bergeming. Sudah cukup saya merepotkan teman-teman semuanya.

Akhirnya salah satu kemenakan saya menyatakan bersedia meminjamkan uangnya yang semula direncanakan akan dipakai merenovasi rumahnya dengan membuat sebuah kamar tambahan bagi putranya yang beranjak remaja. Telepon di pagi buta itu menyiratkan tangis keprihatinan darinya. Saya dan anak-anak segera menerima tawarannya, bersyukur atas rencana mulia mereka yang katanya didasari juga oleh keikhlasan anaknya untuk mengalah demi nyawa saya. Tak urung saya pun ikut-ikutan terharu. 

Problem solved! Saya bergegas mengontak teman-teman saya termasuk bu dokter budiman yang menjadi koordinator medis pengobatan saya ini. Tujuannya untuk menenangkan mereka, supaya penggalangan dana benar-benar tak terjadi lagi. Bu dokter mengatakan bisa memahami keinginan saya, lalu memperingatkan saya untuk tidak mangkir menghadap dokter onkologi saya di kantornya pada hari Jumat alias hari ini (21/06). Beliau sudah pasti akan meluangkan waktu mendampingi saya merencanakan pengobatan ini. Wah, bukan main, sungguh suatu karunia besar di dalam hidup saya yang penuh carut marut ini. Tuhan amatlah Penyayang.




Semalam saya berdoa, menyatakan kebahagiaan dan terima kasih saya atas pertolongan yang diulurkan Allah. Saya tak menyangka Allah membuka jalan juga untuk pengobatan yang tidak murah sama sekali ini. Setelahnya saya tidur, begitu juga anak-anak saya lebih awal dari biasanya supaya pukul empat pagi kami sudah bisa bersiap-siap ke Jakarta menemui dokter onkologi saya yang menunggu kami sebelum pukul delapan. Beliau ternyata sudah ditunggu jadual operasi pada pukul sembilan. 

***

Pak Djamil kenalan baik kami yang senantiasa siap mencarikan kendaraan berikut mengantar kami ke RSKD datang tepat pada pukul lima. Lalu kami berangkat tanpa sarapan yang berarti. Makan dan minum tak lagi menarik minat kami, sebab perasaan kami justru didominasi rasa antara bahagia akan segera mengakhiri penyakit ini dengan operasi dan haru atas ketersediaan dana yang dibutuhkan. 

Jalanan lumayan lengang pada awalnya, walau boleh dikata agak sedikit tersendat di beberapa ruas. Tol Jagorawi memang tak pernah sepi, bukan?! Alhamdulillah kami tiba di RS sebelum pukul delapan, seakan-akan dipandu Allah di depan sebagai voorrijder. Ketika itu kantor teman saya bahkan masih terkunci sehingga saya mencoba mengontak beliau dengan telepon. Beliau bilang akan segera menemui saya. Begitu juga dengan dokter saya belum tiba, tapi sudah dekat. Kami kemudian duduk menunggu membaur bersama pasien yang sudah datang lebih dulu di selasar RS yang dinginnya luar biasa. Tak salah lagi, klinik dokter kami memang berdampingan dengan unit radiologi yang semua mesinnya harus dipelihara di ruangan bertemperatur rendah supaya terawat baik. Anak-anak saya menggigil, apalagi saya yang terlupa mengenakan sweater. Tapi nyaman sekali rasanya untuk kepala saya yang masih sering merasa kepanasan akibat terbakar obat kemoterapi.

Singkat cerita dokter datang berpakaian a la anak muda yang santai namun smart kira-kira pukul delapan. Kemeja putih bergaris-garis yang menjadi ciri khas favoritnya dikenakan dengan kancing bagian atasnya dibuka. Tas yang disandangnya lebih menyerupai tas anak sekolahan, bukan lagi tas jinjing dengan kunci logam yang besar gaya dokter-dokter tua. Memang kenyataannya beliau merupakan adik kelas para kemenakan saya yang baru mengganti sebutan umurnya menjadi 40+. Senyum itu begitu memesona waktu matanya bersirobok dengan saya punya dan anak-anak yang semuanya berbalut kaca tebal. "Selamat pagi, sampai nanti ya," begitu kira-kira pesannya seraya membuka pintu kliniknya untuk mulai memeriksa pasien pertama. Saya sendiri sih sengaja menjadi pasien terakhir agar kami bisa berdiskusi cukup waktu menyelesaikan urusan persiapan operasi saya.

Ada saja pemandangan yang selalu menimbulkan kengerian pada saya di RSKD. Para pasien di atas ranjang besi dengan tubuh terkulai lemah terbujur menahan nyeri lalu lalang menuju ruang radiologi untuk pemeriksaan. Lalu kepala-kepala tertutup ciput serta bagian-bagian tubuh terbuka yang dibalut kain kassa tebal di sana-sini. Pastilah mereka pasien kanker yang sudah menjalani kemoterapi seperti saya. Sesekali mata saya memejam atau beralih ke arah lain guna meminimalisasi kengerian saya menatap mereka. Persis ngerinya saya menatap deretan angka biaya operasi yang jadi tanda tanya untuk saya.

Ternyata pasien onkologis saya di situ sedikit saja. Katanya beliau cuma menerima beberapa dengan perjanjian. Jadi tak seberapa lama saya langsung dipanggil teman saya masuk ke ruangan onkologis saya. Tanpa pendahuluan panjang lebar sebab semua hal sudah terlebih dulu kami diskusikan dengan E-mail, beliau menyodorkan rencana operasi saya hari Selasa depan ini (25/06). Untuk itu saya diminta melakukan serangkaian pemeriksaan lagi. Rongga perut saya harus di USG, begitu pun dengan paru-paru saya dironsen. Jantung saya pun hendak direkam detaknya. Selain itu test darah lengkap diulang lagi, walau saya baru saja diperiksakan pada hari Rabu kemarin dulu. Sebab sel darah putih saya amat rendah saat itu, tak cukup baik untuk dioperasi. Serta merta beliau teringat akan perintahnya menerima suntikan yang dinamai Leukogen. Saya jawab saya belum melakukannya, karena belum ada obatnya. Beliau cuma mengangguk-angguk mengerti disertai usulan kepada teman saya, atasan beliau di situ agar bisa disuntik di RSKD saja. Teman saya menyetujui tanpa ragu supaya hari Selasa saya benar-benar prima. Tapi saya katakan saya akan menunggu hingga besok. Sebab daripada harus membuang uang membeli sendiri, saya lebih suka menunggu sehari lagi agar didanai Jamkesda seperti seharusnya. Saya yakin saya bisa disuntik esok.

Selain itu, yang terpenting kami diberi lembar pendaftaran perawatan berikut ruang bedah. Soal biaya tak lagi disinggungnya meski saya mendesak dengan mengatakan saya sudah menghadap pejabat di DKK yang menyatakan tak bisa mendanai saya. "Sudah bu, biarkan saja, nggak masalah kok," ujarnya lembut sekali. Anak saya kemudian dibagi tugas. Yang seorang disuruh mendaftar ke klinik jantung dan petugas pemesanan kamar, sedang seorang lagi menemani saya ke bagian radiologi serta laboratorium. Selanjutnya teman saya meninggalkan kami untuk bertugas, dan onkologis saya minta diri akan segera mengoperasi pasien.

Langkah pertama setiap pemeriksaan adalah mendaftar dan membayar biayanya. Setelah itu duduk manis menunggu giliran bersama dengan banyak orang yang datang dengan berbagai keluhan dari RS-RS di berbagai daerah di Indonesia. Kelihatannya yang datang dari tempat terdekat cuma saya deh hehehe........ *orang desa masuk kota tapi nggak malu-malu ngaku* Masa tunggu di bagian radiologi itu panjang sekali sehingga anak sulung saya keburu selesai di pendaftaran pasien rawat inap dengan wajah berseri-seri yang tak saya ketahui apa maksudnya.

"Bu, Subhanallah! Percaya nggak bu, biaya yang dibebankan ke kita cuma enam juta aja!" Seru anak saya dengan lantang mengejutkan saya dan adiknya.

"Berapa?" Tanya kami serempak terlongong-longong tak percaya pada pendengaran sendiri.

"Enam juta, nih, lihat perinciannya. Biaya dokter, tindakan ini, ruang rawat, obat, jumlahnya jadi dua puluh lima sekian. Tapi karena biaya dokter nihil, makanya jadi tinggal enam juta," ucap anak saya seraya duduk menjejeri kami dengan menunjukkan kertas pendaftaran pasien di tangannya. 

"Subhanallah!!!" Seru kami bersamaan. "Biaya dokter gratis ya?" Rasanya mustahil mengingat bilangan yang banyak itu dibiarkan tak kami bayar.

"Iya," seru anak saya lagi meyakinkan. "Makanya tadi petugas pendaftarannya sampai bingung sendiri, terus ngitung ulang, dan akhirnya nanya, apa kita saudaranya dokter.......," sambung anak saya.

"Terus kamu iyakan, mumpung ada yang salah sangka?" Potong saya separuh menggodanya.

Sambil tersenyum dia berkata, "ah ya enggak lah, cuma bilang terus terang ibu saya pasien kiriman dari Bogor yang nggak bisa bayar RS. Terus dibantu dokter yang jatuh kasihan," jawab anak saya. "Malu dong bu kalau nipu....."

Kami tertawa lagi-lagi serempak diakhiri dengan wajah bengong terlongong-longong. 

***

Akhirnya satu demi satu pemeriksaan dilakukan. Lamanya luar biasa sebab saya datang ke tempat itu sudah siang. Tapi tak mengapa, rasa lapar bisa kami lupakan. Keinginan melaksanakan ibadah Jumat yang wajib itu juga bisa diredam anak-anak saya, asal saya benar-benar bisa dilayani siang itu juga sehingga tak perlu kembali lagi ke Jakarta besok kecuali si bungsu untuk mengambil hasilnya. Soalnya saya sendiri harus disuntik dulu di RS tempat saya biasa berobat yang akhirnya secara tak terduga menerima panggilan dari pihak apotik RS sebagai penyedia obatnya. Ini pun segera saya infokan kepada dokter saya dengan SMS agar bisa dibaca kapan saja, sehingga beliau tak perlu menyuruh stafnya di RSKD mencarikan obat suntikan itu.

Di bagian radiologi semua baik-baik saja. Seorang perempuan bergaya ala jetsetter yang trendy ditopang kelom wedges kedengaran asyik membicarakan bisnisnya dengan seseorang melalui telepon genggamnya. Angka ratusan juta berulang kali terdengar dari mulutnya, antara lain katanya akan dibagi-bagikan begitu saja, membuat saya semakin merasa kecil. Duh, batin saya, seandainya saja uang besar itu dibagikan tidak kepada orang yang diteleponnya melainkan kepada pasien-pasien semacam saya, alangkah banyaknya nyawa yang diupayakan untuk diselamatkan. Getir rasanya membayangkan itu semua. Perempuan itu masuk ruang pemeriksaan lebih dulu dibandingkan saya. Saya duga dia juga sedang menerima ujiannya dari Tuhan berupa penyakit semacam yang saya derita.

Di bagian laboratorium pasien juga sangat penuh. Tapi lagi-lagi keberuntungan menyertai saya. Saya mendapat nomor antrian kecil dari seseorang yang tiba-tiba meminta saya menggunakan nomor kecil di tangannya entah dengan alasan apa. Tak lama kemudian saya benar-benar dipanggil masuk menyerahkan tangan saya yang masih malas ditusuki jarum. Tapi tak bisa tidak. Saya akhirnya menyodorkan vena saya yang miring, yang merupakan vena yang paling sehat di antara bagian-bagian tangan saya lainnya yang masih mengeras akibat tusukan jarum di hari-hari yang lalu. Teknisi lelaki yang melayani saya ternyata cukup canggih. Hanya dengan sekali tusukan dia berhasil menyedot darah saya laksana vampire. Ajaib, vena miring itu tak menyulitkan kerjanya. Beginilah hasilnya :


Dalam pada itu tiba-tiba anak saya memberitahukan bahwa sinshe menelepon mengatakan menunggu saya untuk treatment dan diberi enerji positif sebagai bekal operasi. Padahal ini bukan harinya beliau berpraktek di Bogor. Terharu rasanya mengetahui itu semua. Terbilang banyak kasih sayang dan pemberian Tuhan kepada saya. Lalu dengan apakah saya harus menghargainya? Saya rasa saya hanya bisa mempersembahkan sujud syukur saya saja. Walau saya belum bisa bersyukur untuk satu hal, yakni : Rekaman detak jantung saya tetap belum bisa diambil sebab ternyata tumor saya masih sangat besar menutupi si jantung. Sediiiiihhhhh............. Untung operasi akan tetap berjalan dengan melihat kondisi jantung saya melalui hasil pemeriksaan fungsi ginjal yang telah saya peroleh dari laboratorium kemarin dulu. Tak pernah tak ada jalan rupanya untuk saya. Allah is my Leader and of course my Protector, right?! Alhamdulillah!!!

(Bersambung)

11 komentar:

  1. Alhamdulillah. Sungguh Allah Maha Penyayang bagi hamba-Nya yang ber-ikhtiar dan tawakkal dengan sungguh-sungguh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa syukurillah. Allah itu ternyata punya cara sendiri untuk menolong setiap hambaNya tanpa kita ketahui. Tadi saya ke RS untuk disuntik pun hampir batal sebab prosedur Jamkesda saya ternyata saya lewati saja berhubung mendesak. Tapi akhirnya saya boleh juga disuntik, asal mau bayar sendiri. Ya sudah, saya bayar saja, toch gratisan dari dokter saya jumlahnya sepuluh kali lipat lebih dari harga seampul suntikan itu.

      Duluuuuu..... sekali surah favorite saya kalau shalat itu Al-Ashr, karena ada kata sabarnya itu lho hehehe.........

      Hapus
  2. Semoga Alloh selalu menjaga bunda...amin
    Semoga semuanya lancar...

    Kangen... :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ke mana aja sih mbak Rin? Tante juga nyari-nyari ternyata baik rumah yang ini maupun Kandang Bebek nggak pernah updating. Semoga sehat-sehat selalu ya sekarang. Ujian sudah berlalu toch? Tinggal memelihara kesehatan aja mbak, sebab bayarannya orang sakit itu mahalnya luar biasa.

      Terima kasih doanya, diaminkan ah.

      *peluk cium*

      Hapus
  3. Mujizat selalu ada ya, Bund...
    Jadi dokternya itu sama sekali nggak dibayar?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya beneran, gratis nggak bayaar sepeser pun sampai petugas di ruang rawat inapnya, barusan aja, tanya-tanya lagi kayak orang nggak percaya hehehe......

      Alhbamdulillah deh. Saya jadi inget acara mimbar agama Protestan di tv yang judulnya "Mujizat Masih Ada" itu.

      Hapus
  4. Balasan
    1. Betul nak In saya nggak meragukan keajaiban Allah lagi deh.

      Hapus
  5. senang mbak bacanya, banyak malaikat baik hati ya disana.. semoga jantungnya segera bisa dideteksi detaknya deh, dan tumornya minggir bentar..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Malaikat ternyata ada di mana-mana dan menyamar jadi nggak kelihatan jelas oleh mata manusia.

      Hapus
  6. LOAN LENDER
    My name is Lawrence Jacklin , i am from Chicago USA, married, i have been searching for a genuine loan company for the past 3 months and all i got was bunch of scams who made me to trust them and at the end of the day, they took my money without giving anything in return, all my hope was lost, i got confused and frustrated,i find it very difficult to feed my family, i never wanted to have anything to do with loan companies on net, so went to borrow some money from a friend, i told him all that happened and he said he can help me, that he knows a loan company that can help me, that he just got a loan from them, he directed me on how to apply for the loan, i did as he told me, i applied, i never believed but i tried and to my greatest surprise i got the loan within 24 hours, i could not believe, i am happy and rich again and i am thanking God that such loan companies like this still exist upon this scams all over the places, please i advise everyone out there who are in need of loan to go for (mixapaulinvestment.link@gmail.com) they will never fail, your life shall change as mine did.

    Thanks
    Lawrence Jacklin

    BalasHapus

Pita Pink