Powered By Blogger

Jumat, 05 Desember 2008

KEMBALI KE PERADABAN

Naga-naganya sebentar lagi aku bakal jadi "makhluk halus". Ada tapi tak nyata.Tak ada tapi sekali-sekali nampak jua. Apakah istilah yang tepat buatku? Menyepi? Menepi? Meditasi? Merenungi diri? Apapun adanya aku tak bisa mengatakannya.

Di sekelilingku nanti hanya akan ada sekotak kaca yang bisa bersuara dan membawakan wajah-wajah yang sudah sangat kukenali kehadapanku. Juga listrik yang cuma sekian watt saja serta pancaran hangat langsung dari matahari di atas kepala. Lalu, akan ada kesejukan yang dihantarkan oleh lubang angin di atas jendela rumahku semata.

Ya, nampaknya aku akan kembali ke peradaban. Ke saat-saat dimana "Mp" belumlah jadi suatu keharusan. Ke jaman dimana koran itu berarti kertas yang membentang lebar di depan wajah serta berita itu berarti telinga yang tajam serta mata yang awas.

Dalam masa perenungaku ini barangkali aku justru akan menemukan kembali semua masa laluku yang telah tertinggal jauh atau bahkan berserakan tak teratur. Jika itu yang terjadi, maka aku akan memungutinya dan mengumpulkannya kembali di dalam laci memoriku.

Aku akan memilah-milahnya dan menyapu semua debu yang mengotorinya supaya layak kujamah lagi untuk pemuas nafsuku. Bahkan barangkali akan ada yang sempat masuk ke dalam "kopor" memoriku untuk kelak kutuangkan di dalam buku harian elektronikku ini.

-ad-

Aku membayangkan tubuh kecil itu di sisiku, bahkan merapat ke pangkuanku. Lalu kujamah rambutnya yang ikal. Kusedot bau matahari disitu sambil kusisiri dengan anak jariku. Akan kusampaikan padanya, "kau sudah jadi gadis sayangku, barangkali akan lebih manis kalau kau tutup auratmu supaya hanya kaulah yang boleh memilikinya. Dan kamilah yang bisa memujamu." Tubuh kecil itu beringsut menengadahkan mukanya, menatap lurus menghunjam bola mataku. Aku tahu kemudian, akan kudengar bisiknya, "tidakkah nenek berbohong? Aku sudah jadi gadis?" Dan di kedalaman mataku yang kelam dia akan berusaha sekuat tenaga mencari jawabnya.

Kurambati dada gadis cilikku. Ada desir-desir kehangatan dan deburan kencang di balik rusuknya. "betul cintaku, kau sudah jadi gadis sekarang. Dan untuk itu kau perlu memperkaya jiwamu dengan iman yang teguh. Kecantikanmu adalah keimananmu pada Allah. Maka kau harus menjaganya sebaik mungkin supaya tak dirusak orang. Agar tetap dapat kau persembahkan bakti tulusmu pada Allah Sang Maha Kasih. Ya, untuk saat ini hanya Allahlah yang berhak atas dirimu, dan karenanya jangan biarkan siapapun jua menyentuh tubuhmu."

Bibir itu akan mengerucut. Membuang semua rasa tak percaya akan kata-kataku. Tapi, bibirku juga yang akan memagutnya dengan senyuman, serta sederet kata yang menyejukkan. "Ya, manisku, nenek katakan apa adanya. Semoga hidupmu bahagia selamanya."

Kemudian dia akan mengajakku seperti dulu, naik ke atas kasur ranjang tidurku. Menuntutku untuk bercerita baginya. Apa saja seperti biasanya, namun kali ini tentu akan kuarahkan untuk memberinya pengarahan mengenai alam kedewasaan. Sementara itu di pangkuanku akan tertebar buku-buku ilmiah itu menyertai gesekan biola yang mendayu-dayu dari piringan digital di kotak musikku. Aku akan memasuki dunia kedewasaan berdua bersama cucuku. Sampai dia mengerti. Sampai dia mau menyimpan semua kecantikannya di dalam balutan gaun islami.

-ad-

Aku akan kembali ke peradaban. Ke jaman dimana aku belum mengenal segala perangkat yang sekarang ada di sekitarku dan akrab kugeluti. Artinya aku akan kembali ke kesepian, serta kepada kesederhanaan yang ditimbulkan alam dunia.

Akankah semua itu kusesali? Aku belum menemukan jawabnya. Tentunya tak akan menemukan jawabnya sampai aku merasa bahwa aku ada disana. Di masa itu, dimana hidupku adalah kesederhanaan dan kebersahajaan belaka.

Sekarang harus kukemasi dulu bekalku menuju peradaban masa lalu. Pelan-pelan kuredupkan aura nyala lampu yang terang. Kubuka jendela dan pintu yang mengungkung diriku. Dan kusongsong kebebasan di alam sana. Di masa dimana aku belum terpengeruh apapun. Semoga aku bisa menikmati diriku yang dulu, seperti aku menyukuri keberadaanku sekarang. Segala puji hanya bagi Tuhan, Allah Sang Maha Pencipta yang berkehendak.

Di pelupuk mataku, pada selaput otakku tergambar sudah wajah kecil mungil itu. Dengan kulitnya yang hitam manis dan rambutnya yang ikal bergelung-gelung ke atas. Aku sudah merindukannya sekarang. Akan kubawakan serangakaian cerita untuknya serta cinta sebagai pembungkusnya. Nantikan aku di bilik kesayangan kita.

: Untuk Rahmaghina Miranda Permana
Pita Pink