Powered By Blogger

Selasa, 16 April 2013

SERENADA DALAM LEMBAH BIRU (46)

Kelihatannya saya begitu manja dan kurang bersyukur di waktu sakit begini. Sebab setiap hari jurnal saya di buku harian ini isinya cuma berupa keluhan saja. Tapi sebetulnya tidak demikian, saya masih juga merasa beruntung dibandingkan pesakit lainnya sebab saya tidak pernah merasakan sariawan. Padahal kakak ipar saya almarhum ketika dikemoterapi dulu mengalaminya, bahkan juga banyak pasien-pasien lain. Sariawan di mulut itu menyakitkan. Ditambah ada yang mengalami sakit di kerongkongan, jadi semakin menyiksa dibandingkan sakit-sakit yang saya alami.

Seharusnya saya bahkan lebih bersyukur lagi karena ternyata penyakit saya bukanlah penyakit kanker payudara terparah yang dialami manusia. Sebab kemarin malam secara tidak terduga saya menerima kabar lewat E-mail dari teman baik saya di Kanada bahwa iparnya di Jakarta ternyata juga sedang menderita kanker payudara bahkan sudah mencapai stadium empat. Dia sekalian minta nomor kontak saya karena ada teman kami yang akan pulang kampung ke Bogor menjenguk iparnya yang juga kebetulan sama-sama sedang menderita kanker payudara stadium empat. Itu artinya kanker saya yang mencapai stadium tiga masih jauh lebih baik dibandingkan mereka.

Menurut cerita teman saya yang lebih berupa informasi singkat, mereka tidak pernah menyadari kanker payudara menyerang hingga terlambat berobat. Sekarang mereka memang sudah dalam perawatan di RS Kanker Dharmais. Karena merasa tertolong oleh sinshe yang mengakibatkan kanker saya tidak sempat menyebar bahkan dengan dua kali kemoterapi saja sudah mulai mengecil, maka saya menceritakan soal terapi herbal saya di sinshe. Saya berharap keluarganya bisa mendobeli pengobatan secara medis itu dengan pengobatan herbal Cina seperti yang saya lakukan. Dan untuk itu, kawan saya pun menyatakan akan meneruskan informasi yang saya berikan ke keluarga mereka di Indonesia. 

Saya sepatutnya memang amat bersyukur di balik rasa sakit akibat kemo yang saya alami sekarang. Sebab, saya dengan sendirinya sudah menjalani dua macam pengobatan, yakni secara medis empiris meski terlambat dan secara alternatif dengan terapi herbal ditunjang totok syaraf. Tak ada yang tak baik bukan?

***


Syukur itu memang seharusnya tak ada habisnya pada diri saya, sebab secara tak terduga tadi siang saya kedatangan tamu tak diundang yang mengejutkan. Ceritanya telepon rumah saya tiba-tiba berdering. Ketika saya angkat kedengaran suara pak Ketua Rukun Tetangga (RT) kami meminta saya ke halaman membukakan pintu pagar untuk seseorang yang akan bertamu ke tempat saya untuk suatu urusan penting. Dengan segera saya mengikuti permintaan beliau sambil mendapati seorang perempuan sebaya saya berdiri di luar pagar.


Perempuan yang kelihatan terpelajar itu memperkenalkan diri sebagai Ketua Kader Posyandu di RW kami selain pengajar di sebuah universitas. Ketika sedang menyampaikan kuliahnya, telepon selulernya dihubungi Lurah desa kami. Beliau ditanyai mengenai penderita kanker payudara yang membutuhkan bantuan pengobatan di kampung kami. Tapi tentu saja bu Ferry ~demikian nama beliau~ tidak tahu menahu sebab kami memang belum pernah saling mengenal meski tinggal di daerah yang sama. Sebab kami berlainan RT. Singkat cerita beliau kemudian diminta segera menghadap Lurah sebab istri Walikota kami menunggu di Kelurahan untuk mengulurkan bantuan atas nama Yayasan Kanker Indonesia.


Beliau pun bergegas meninggalkan kelas dan mahasiswanya. Sayang sesampainya di Kelurahan ibu Walikota sudah pergi melanjutkan perjalanannya ke Kelurahan lain untuk maksud yang sama. Tapi beliau dipesani untuk mencari siapa penderita itu secepatnya karena ibu Walikota akan kembali minta dipertemukan di hari Sabtu (20/04) nanti. Tentu saja bu Ferry kelabakan lalu bergerilya dari RT ke RT bahkan mengontak istri Ketua RW kami untuk mencari tahu kebenarannya. Sebab setahu beliau ada beberapa penderita kanker di kampung kami, namun semuanya mampu berobat secara mandiri.


Sayang tak ada yang bisa memberikan jawaban sama sekali. Bahkan termasuk istri Ketua Rukun Warga (RW) kami yang menandatangani permohonan SKTM saya pertama kali dulu. Sehingga kecurigaan mengarah ke wilayah RT saya karena pak Ketua RT saya saat itu tak bisa dihubungi. Dengan menanggung cemas dan rasa tidak enak hati bu Ferry berinisiatif untuk menggedor saja pagar rumah pak RT yang kebetulan dijabat oleh pensiunan PNS. Dan akhirnya pak RT bersedia menemui beliau. Dengan jelas pak RT membenarkan sambil menunjukkan rumah saya. Karenanya beliau bisa segera mendatangi saya dan cerita bahagia penuh haru ini dimulai.

Keberadaan Posyandu ternyata memang banyak manfaatnya. Dari kegiatan Posyandu ini kondisi sosial-ekonomi masyarakat suatu daerah terpantau pemerintah. Itu yang saya tangkap dari pembicaraan dengan bu Ferry yang menyesalkan pengurus di RT saya soal kealpaan mereka melaporkan keadaan saya kepada Ketua Kader Posyandu RW. Sebab seharusnya jika ada suatu masalah yang bersangkutan dengan kesehatan baik fisik maupun jiwa seseorang yang memprihatinkan dan perlu dibantu, Posyandu wajib mengupayakan bantuan. Rupanya itu sudah terjadi terhadap warga yang memiiki gangguan kejiwaan beberapa waktu yang lalu. Sarjana universitas negeri terkemuka di Indonesia itu yang dianggap warga kerap mengganggu ketenangan ternyata sudah dirawat di institusi kejiwaan dengan bantuan Posyandu RW. Pantas saja saya sudah tak pernah lagi mendengar keluhan tetangga-tetangga terdekatnya tentang ulah wanita muda yang konon otaknya terlalu cerdas itu. Selain itu kata bu Ferry, seorang penderita kanker juga sudah tertolong berkat bantuan Posyandu dan sekarang berada dalam proses penyembuhan. Jadi, selayaknya saya pun ada dalam pantauan mereka untuk mendapat pelayanan kesehatan yang layak.

Obrolan dengan bu Ferry berkembang menjadi pembicaraan pribadi panjang-lebar setelah kami saling membuka diri dan saya mengetahui bahwa abang ipar bu Ferry adalah mantan kawan saya dan mantan suami di masa remaja dulu. Sehingga bu Ferry batal meluapkan kekecewaannya kepada Ketua Kader Posyandu di RT kami yang juga adalah teman kakak iparnya itu. Bu Ferry kemudian bahkan mempelajari lebih banyak mengenai kegiatan dan kiprah Dharma Wanita Persatuan Kementerian Luar Negeri yang ternyata memang agak sedikit berbeda dengan DWP di dalam negeri di mana beliau tercatat sebagai anggotanya. Beliau angkat topi atas upaya teman-teman saya di seluruh belahan bumi berupaya keras mencarikan dana dan jalan untuk pengobatan saya meski sekarang saya secara resmi sudah bukan anggota DWP lagi. Ya, begitulah kami, di unit-unit kerja kecil keakraban kami terasa lebih erat dibandingkan dengan teman-teman di seluruh Nusantara.

Ketika pembicaraan menjadi kian akrab itu, beberapa kali ponsel bu Ferry berbunyi. Beberapa kali pula beliau terpaksa menjawab panggilan. Ternyata satu di antaranya adalah Lurah desa kami yang memantau keberadaan beliau dan menyampaikan pesan untuk segera menghubungi pihak istri Walikota kami yang sudah tak sabar menunggu di tempat lain. Akhirnya, bu Ferry segera minta diri sambil menyuruh saya bersiap-siap di hari Sabtu menerima kunjungan istri Walikota kami dan Pengurus Yayasan Kanker Indonesia cabang Kota Bogor. Bisa dibayangkan bukan keterkejutan dan rasa ketidak percayaan saya? Sampai-sampai saya harus menggosok-gosok mata saya berulang kali lho untuk memastikan bahwa saya tidak sedang bermimpi. Dan kenyataan ini adalah bukan kenyataan buruk yang selalu dijejalkan untuk menghantui jalannya kehidupan saya oleh seseorang yang amat membenci saya selama ini :-D Alhamdulillah!

Sepulangnya bu Ferry, ketika selesai makan siang dan makan obat, belum lagi saya menyelesaikan sembahyang dhuhur saya yang jadinya agak tertunda, staf Kelurahan datang bertandang juga. Bu Melly yang cantik jelita asal Minangkabau yang pertama melayani permohonan SKTM saya dulu minta bertemu saya diiringkan pejabat Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat yang memuluskan jalan saya dikemoterapi dengan biaya negara. Tak lagi berlama-lama segera saya selesaikan ibadah wajib saya sebab di hati saya berkecamuk juga rasa ingin tahu yang sangat akan maksud kunjungan ibu Walikota ke desa ini.

Amat manis bu Melly hari ini di mata saya, melebihi pertemuan-pertemuan kami terdahulu setiap saya ada urusan di Kelurahan. Sebagai penderita kanker payudara yang sudah sembuh duluan dengan terapi di RS berbeda dari RS saya, beliau terlebih dulu menanyakan perkembangan pengobatan dan penyakit saya. Setelah itu beliau bilang semestinya saya mulai memperketat diet saya yang sebetulnya sudah saya lakukan sejak hari pertama sinshe mendeteksi kanker saya dulu itu. Juga mengingatkan agar saya mematuhi semua resimen terapi yang diberikan dokter, karena pemerintah akan membantu saya sepenuhnya.

Dari situ pembicaraan langsung ke pokoknya, yaitu mengenai kunjungan istri Walikota kami yang akan mengupayakan pemberian bantuan dari YKI supaya saya bisa mendanai ongkos-ongkos administrasi termasuk perjalanan dari dan ke RS di setiap pengobatan saya. Selain itu Kasi Kesra mengatakan bahwa beliau diminta mendapatkan biodata saya untuk dibuatkan Kartu Jamkesda!!! 

Terus terang, terkesiap saya mendengarnya. Sepenuhnya saya sulit mempercayai, karena tak pernah terbayangkan istri orang nomor satu di kota kami sampai tahu kondisi dan kesulitan saya. Betul memang kami sama-sama anggota DWP walau di institusi yang berbeda. Betul juga memang kalau dikatakan kami sejawat karena dulu saya juga merupakan Ketua DWP di suatu tempat meski kecil-kecilan. Tapi tak pernah ada koneksitas, relasi atau apa pun namanya di antara organisasi kami yang memungkinkan beliau sebagai Ketua DWP di Pemdakot mengetahui masalah saya. Toch nyatanya tak ada permohonan atau apa pun secara resmi dari Ketua DWP Kemlu untuk bisa membantu saya.

Tapi semua benar adanya. Tanpa saya berani menanyakan dari mana jalannya sehingga saya terpantau beliau. Yang jelas, patutnya saya amat-amat sangat bersyukur lagi karena kini "a road to happiness and mostly recovery is coming through.........." Sujud syukur!!!

Bersinarnya matahari di sebelah timur menyambut pagi rasanya menandai hari-hari cerah yang datang menyambut saya. Inilah sepenggal lagi sorga dunia bagi siapa yang percaya dan menyerahkan semua persoalannya ke tangan Allah subhanahu wa ta'ala sang Maha Berkehendak. Saya mengusap mata saya yang berkabut air mata kebahagiaan. Dunia yang indah memihak kepada kami anak-beranak rupanya.

(Bersambung)




18 komentar:

  1. wah, si ibu ferry itu rajin sekali bergerilya ke para ketua rt! salut.. begitulah ya bu, kalau pihak2 yg bertanggungjawab kurang melaksanakan tugasnya. kalo pak rt lapor ke posyandu kan si bu ferry gak perlu bergerilya gitu.

    semangat ya bu julie.. jangan lupa terus makan buah yg banyak dan hidup tanpa gula :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beliau bilang karena ditunggu sama istri Walikota, jadi terpaksa nggak terpaksa harus keliling kampung nyariin dari satu RT ke RT. Iya, terima kasih sudah terus mengingatkan.

      Hapus
  2. akhirnya ya bund..kemudahan akan datang juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ternyata demikianlah adanya. Alhamdulillah sekali. :-)

      Hapus
  3. semangat bunda, cepat sembuh ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Assalamu'alaikum nak Hani. Terima kasih, insya Allah saya tetap semangat kok. Saya aminkan doanya. Terima kasih juga sudah following saya yang nggak ada apa-apanya dan garing pula hahahaha...........

      Hapus
  4. Alhamdulillah, ikut terharu krn bahagia membacanya, semoga selalu dimudahkanNYA ya Bu ... :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa syukurillah :-D Insya Allah saya akan siap-siap menerima segala pertanyaan beliau, dan semoga saya nggak gagap menghadapinya. Maklum rakyat ketemu istri pejabat nomor satu di kotanya, gimana nggak groggy coba?

      Jangan nangis ya walau terharu.

      Hapus
  5. Sudah lama nggak buka Bundel jadi ketinggalan tiga berita nih. Gara2 tadi sore lihat buah naga jadi ingat buka blog ini lagi. Alhamdulillah Mbak ikut senang membacanya, memang Rajeki Tidak Akan Kemana bukan ^__^
    Semoga besok lancar jaya bertemu dengan Ibu Walikota.
    Salam sayang dari Surabaya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jeng Ika, buah naga merah sekarang udah musim lagi lho, udah melimpah di pasaran di Bogor sini. Sekarang saya nggak mau ngrepoti lagi ah, yang sudah pun saya jadi merasa berhutang budi lho.

      Apa kabar jeng? Kemana aja?

      Hapus
  6. semangat selalu bundaaaa

    o iya bunda saya mau tanya2 kalau berobat ke shinse itu sudah terdaftar di bpom atau depkesh tidak bun?
    caranya tau tempat pengobatan china itu bagus bagaiamana?
    saya sedang encari terapi harian untuk ibu supaya jantung koronernya tidak kambuhan bun, maaf merepotkan bertanya macam2 bun :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sinshe saya nggak terdaftar, tapi teruji. Saya tahunya dari pengalaman teman-teman yang rutin berobat lalu sembuh meski dalam jangka waktu lama. Sinshe ini nggak boleh pakai alat untuk mengobati orang. Hanya dengan tangan kosong sudah harus mampu menerapi. Sebab dia bilang, prinsipnya yang boleh pakai alat itu hanya dokter. Bukan sembarang orang. Jadi dia cuma totok syaraf dengan jarinya, pakai media kayu seperti orang pijat refleksi pun dia nggak mau, sebab itu media pengobatan bukan langsung energi yang ditularkan dari tangan telanjangnya doang.

      Kalau mau sinshe nya bisa diundang ke tempat pasien asal ongkos perjalanannya ditanggung pasien. Dalam waktu dekat dia mau ke Semarang juga sebetulnya, ngobatin Wapemrednya SKH Suara Merdeka yang ngundang karena merasa cocok dengan pengobatannya untuk penyakit dalam. Sayang saya nggak tahu sinshe itu udah jadi berangkat ke Semarang atau belum sih, wong saya cuma curi-curi dengar pembicaraannya di telepon waktu sedang nerapi saya terus dikontak seseorang.

      Semoga ibunda dapat sinshe yang cocok ya, yang jelas jangan sinshe yang pakai alat untuk pengobatannya.

      Hapus
    2. pakai media kayu seperti orang pijat refleksi pun dia nggak mau, sebab itu media pengobatan bukan langsung energi yang ditularkan dari tangan telanjangnya doang.

      _______

      Maaf kurang akurat, maksud saya pakai media kayu seperti orang pijat refleksi pun dia nggam mau, sebab kayu itu media pengobatan tidak langsung, bukan pakai energi yang ditularkan oleh tangan telanjangnya doang. Gitu lho maksudnya.

      Hapus
    3. Trima kasih bunda informasinya

      Hapus
  7. keren ibu ferry, semangatnya.. eh ternyata masih temennya temen masih sodaranya sodara juga.. dunia orang bogor sempit ya mbak, itu itu juga..
    bacanya bahagia mbak, masih ada orang yang mengurus sakit warganya.. salut buat walikotanya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Padahal Walikota kami sudah nggak bakal ikutan pencalonan walikota nantinya lho karena sudah dua masa jabatan yang semua dilaluinya dengan alhamdulillah baik. BTW Bogor itu kan saya bilang juga masih relatif kecil, jadi ya kita saling mengenal satu sama lainnya. Lain dengan Depok atau Bekasi yang saya rasa sudah melebar-meluas jadi kota besar.

      Hapus
  8. benar2 surga ya bunda. tidak hanya usaha tapi juga doa ya bunda. disaat kita telah benar2 ikhlas menyerahkan segala urusan yang diluar kekuasaan kita kepada sang pencipta...

    turut bahagia bunda...

    salam
    /kayka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Barangkali kalau digambarkan, surga itu ya seperti apa yang saya alami sepanjang hidup saya ya? Nggak tahu deh, yang jelas itu rahmat yang sangat amat saya syukuri. Nggak ada yang sia-sia kalau kita selalu datang ke Allah untuk menyerahkan semua kesulitan hidup kita.

      Hapus

Pita Pink