Powered By Blogger

Kamis, 11 April 2013

SERENADA DALAM LEMBAH BAIRU (44)

Kehilangan gairah dan otak bebal adalah keadaan saya saat ini. Pasca menerima kemoterapi hampir 4 minggu selama dua kali, saya tak lagi seperti dulu. Kalau dulu saya dengan mudah mengetikkan apa yang ada di benak saya, sekarang berjam-jam menghadapi layar komputer masih tetap akan bersih tanpa tulisan apa-apa. Sedangkan melihat pekerjaan rumah tangga yang setiap hari terus bertumpuk pun saya tak ingin memaksakan diri untuk menggarapnya. Rumah yang kotor dan tak rapi tak jadi gangguan untuk diri saya. Sungguh aneh tapi nyata.

Kemudian saya mencoba membuang waktu dengan main game anak-anak di layar PC saya. Kali ini rasanya otak saya pun tidak bangun-bangun. Konsentrasi saya tak terkumpul sama sekali, sehingga game ketangkasan jari pun tak pernah lagi saya menangkan. Apalagi main scrabble yang jadi kegemaran utama saya, sama sekali jalan di tempat. Kata-kata yang biasanya serasa sederhana untuk saya, kini entah bersembunyi di bagian mana dari otak saya. Tak ada yang nongol sama sekali untuk melawan komputer seperti biasanya. 

Pokoknya sekarang saya adalah makhluk yang amat menyebalkan. Yang tak patut ada di muka bumi ini demi apa pun juga. Singkatnya, penyakit saya telah merubah diri saya tidak hanya secara fisik tapi juga memasung jiwa dan pikiran saya. Masya Allah..........

 Kerja saya cuma berbaring-baring saja. Dalam berbaring-baring itu seribu satu macam rasa bermunculan dengan sendirinya. Bahkan yang paling ganjil adalah rasa yang muncul di bagian bawah perut saya. Di situ seperti ada semacam sengatan arus listrik yang berdenyar-denyar tanpa henti mengingatkan saya akan getaran ponsel saya. Iramanya itu lho, amat khas dalam interval tertentu yang persis sama dengan getaran ponsel.

Perasaan ini semestinya tidak usah membuat saya merasa aneh, sebab di RS ketika pertama kali dikemoterapi dulu, waktu perawat menyuntik saya dengan sesuatu obat sudah memberi peringatan terlebih dulu akan datangnya rasa aneh itu. Katanya, akan ada rasa seperti digigiti atau digerumuti semut di bagian bawah perut. Nyatanya memang demikian. Saya merasakannya barang sebentar. Tapi tak pernah diduga, kiranya kini hal yang sama terulang lagi bahkan dalam intensitas yang kerap. Walau tak mengganggu, namun tentu saja hal ini perlu dicatatkan dalam buku harian ini sebagai semacam panduan bagi para penderita kanker yang menjalani kemoterapi barangkali saja ada di antara mereka yang juga mengalaminya. Dan saya menyikapinya dengan biasa-biasa saja. Tak merasa aneh lalu ribut mencari penyelesaiannya. Kuncinya, saya percaya bahwa untuk menjangkau kesembuhan yang akan dihadiahkan Allah kepada saya, maka saya harus dapat melalui segalanya termasuk rasa ajaib tadi.




Saya mengakui bahwa sejak sakit dikemoterapi, perut saya relatif jadi manja. Tak banyak makanan yang bisa bertahan di dalam sana. Sebab selain saya merasakan kesulitan buang air besar, kini saya justru merasakan ketidak nyamanan pada pencernaan saya. Sinshe saya mengatakan, ada jaringan sel di daerah usus saya yang dulu pernah dipotong ikut terkena libas obat-obat kemoterapi itu. Ketambahan saya mulai malas makan, sehingga orang awam menyebut saya jadi "masuk angin". Ini semua sangat menjengkelkan. Untung besok sudah tiba waktunya saya memeriksakan diri ke dokter bedah, sehingga saya bisa berkonsultasi dan meminta saran yang tepat untuk mengatasinya. Tapi selama ini saya coba mengatasinya dengan makan obat herbal dari sinshe ditambah minum air jahe panas yang walau membuat tubuh saya terasa semakin membara tetapi tetap bermanfaat untuk mengusir "angin" yang katanya bersarang di perut itu.

Dalam pada itu saya merasa harus bersyukur lagi karena saya tidak menjadi kurus selagi sakit. Ini diyakinkan oleh teman baik saya yang pertama kali membawa saya berobat ke sinshe itu. Sebab minggu ini dia merayakan proses pengobatannya di sinshe untuk penyakit yang serupa dengan penyakit saya, yang kedelapan tahun. Sewindu, demikian menurut istilah Jawa, bukanlah waktu yang singkat. Selama itu dia rajin minum semua obat sinshe yang sebagian besar berupa jamu rebusan yang pahit dan kental serta diterapi totok syaraf. Besarnya biaya yang dikeluarkan sudah barang tentu tak terhitung. Nyaris tak ada bedanya dengan pengobatan di RS melalui kemoterapi, radiasi dan pembedahan. Sebab jamu rebusan itu harganya sangat mahal meski jamu-jamu lain yang telah dibentuk menyerupai obat kimia juga tak bisa dikatakan murah.

Teman saya memperlihatkan foto pertamanya ketika berobat di sinshe. Waktu itu dia datang untuk suatu kondisi lain. Tubuhnya kurus kering, kulitnya kering tak bercahaya akibat stress yang dideritanya dari pekerjaan dan mengurus anak semata wayangnya yang kecelakaan sepulang sekolah akibat tak diantar-jemputnya sendiri. Maka dia berniat memperbaiki kondisi tubuh dan kulitnya. Tak dinyana, deteksi yang dilakukan sinshe melalui rabaan jemarinya menunjukkan bahwa dia menderita tumor payudara di kiri dan kanan yang tak teraba dari luar. Tumor itu bersemayam di balik dagingnya dengan ukuran yang sudah sangat besar. Dia pun disebut masuk stadium III yang kemudian ditegaskan dengan pemeriksaan medis pada seorang dokter onkologi senior terkenal di Jakarta. Sejak itu teman saya mengikuti terapi di sinshe tanpa terputus hingga akhirnya kini, tumornya tak lagi tersisa dan tubuhnya sudah menggemuk. Saya membandingkan foto di tangannya dengan kondisinya kini, nyata benar bedanya. Wajahnya sudah cerah apalagi dibalut selapis tipis bedak dan perona pipi.

Berdasarkan cerita teman saya yang diperkuat kesaksian sinshe kami, saya kemudian menyimpulkan bahwa kanker payudara tidak semuanya sejenis. Saya lantas teringat kapster yang memotong rambut saya mengatakan bahwa dirinya juga pasien tumor jinak di payudaranya. Tumor itu tak nampak dan tak teraba dari luar, sebab tersembunyi di bawah dagingnya. Akan tetapi dia beruntung sebab hasil biopsi yang dilakukan dokternya di RS yang berbeda dengan RS saya, tumor itu jinak sehingga setelah dibuang dia tak perlu menjalani kemoterapi atau radiasi. Hanya saja dia bilang, jika pikirannya sedang penuh sehingga menimbulkan stress biasanya tumornya akan membesar kembali. Sejauh itu dokter hanya memberinya obat-obatan hormonal belaka. Sepintas miriplah apa yang diderita kapster dengan teman saya itu, yakni tumor mereka tak teraba dari luar. Sehingga sekarang saya semakin yakin bahwa setiap orang sebaiknya selalu rajin memeriksakan kondisi payudaranya ke dokter dan menjalani mammografi agar terhindar dari penyakit mengerikan dan menyiksa ini. Sudahkah anda melakukannya juga? Jangan terlambat sebelum timbul penderitaan yang berujung penyesalan tak berujung seperti kami, ya.......

(Bersambung)

12 komentar:

  1. "Pokoknya sekarang saya adalah makhluk yang amat menyebalkan. Yang tak patut ada di muka bumi ini demi apa pun juga. Singkatnya, penyakit saya telah merubah diri saya tidak hanya secara fisik tapi juga memasung jiwa dan pikiran saya. Masya Allah.........."

    Jangan hilang harapan dong, Bund...
    Semangat lagi ya. Banyak yang sayang dan mendoakan Bunda.
    Gapapa berubah secara fisik. Kecantikan hati Bunda kan nggak berubah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Habis saya kasihan sama anak-anak saya cipie. Mereka kehilangan banyak kesenangan dan ketenangan hidup gara-gara saya sakit. Tapi bagaimana pun juga terima kasih ya, udah setia nengok dan doain saya di sini. :-)))

      Hapus
  2. Semoga Allah tambahkan kesabaran dan berikan kekuatan utk bunda julie ya..

    cepat sembuh ya bun..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya aminkan doanya ya mbak, semoga Allah mengijabah. Sekali lagi terima kasih atas perhatian dan dukungan moral mbak Maya. Kita sama-sama saling mendoakan untuk kebaikan semuanya deh.

      Hapus
  3. pernah baca dimana kalu kita berfikir sehat maka penyakit hilang dan kitanya jadi sehat.. kalu kita berfikir cape pastinya ikutan cape.. jadi mindsetnya yang kudu diubah.. kaya sugesti yang bikin saraf badan ikutan tersugesti gitu ya..

    semoga abis ini bisa ngapa-ngapain ya mbak, udah banyak ide berselebaran..

    pelukpeluk..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul itu. Tapi nggak tahu kenapa ya saya nggak bisa tuh memengaruhi mindset saya supaya berpikir positif nggak mikir penyakit ini melulu :-(

      Hapus
    2. setuju ama mbak tin..
      aku juga akan melakukan hal yang sama..
      kalo lagi sakit emang mikirnya jadi negatif terus..

      semangat terus ya bun..!
      peluk sayang...

      Hapus
    3. Oh gitu ya? Okay deh saya coba ya...... Tapi nggak gampang lho.

      Sama-sama ya mbak Ay, kita saling menyemangati biar penyakit kita minggat.

      Peluk sayang balik, selamat akhir pekan, semoga bahagia!

      Hapus
    4. rasa ajaib ilang doooooong...
      saya juga mau ikutin saran mbak Tin :)
      Smg persalinan saya lancar jaya, doakan saya ya bunda :)

      Hapus
    5. Rasa ajaibnya lama nggak ngilang-ngilang. Beneran lagi diem-diem gini ya, suka ada kayak getaran HP di daerah perut bagian bawah situ. :-D

      Hapus
  4. semangaaat semangaaat
    walaupun badan kita sedang menderita, ruh kita tetap mulia, bu.. ^____^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah kalau gitu, semoga aja bener. Terima kasih, saya mau terus nyemangatin diri sendiri sebisa-bisanya kok.

      Hapus

Pita Pink