Powered By Blogger

Kamis, 04 April 2013

SERENADA DALAM LEMBAH BIRU (41)

Rasa sakit itu sifatnya sangat individual. Begitu yang saya pahami. Soalnya belum lagi pukul dua pagi saya sudah terbangun akibat sengatan yang mengganggu dari luka di payudara saya. Tidak seperti biasanya, kali ini saya merasa amat terganggu sehingga rintihan keluar dari belahan bibir saya menyebabkan anak saya yang selama ini menemani tidur saya terbangun juga. Dan dia menghidupkan lampu untuk mengamat-amati saya. Kelihatan ada roman kebingungan di wajahnya yang bulat telur itu.

Saya pun membuka mata, melirik ke jam yang saya letakkan di sisi pembaringan. Saatnya shalat malam. Tapi rasa sakit itu membuat saya enggan beranjak mengambil air sembahyang. Yang ada benak saya membayangkan perempuan muda yang saya temui di sinshe tadi sore.

Dia menyita waktu sangat lama sehingga saya bisa melihat-lihat dulu foto teman-teman saya semasa remaja yang dikoleksi oleh teman yang pertama kali mengajak saya berobat ke sinshe ini. Utju yang dulu agak sedikit "urakan" kini berubah anggun lagi luwes dalam balutan kebaya ungu muda yang modis. Ini sangat berbeda dengan gayanya ketika mengenakan seragam kebesarannya sebagai salah seorang perwira TNI. Lalu ada juga foto ayah anak-anak saya yang sekarang nampak sangat percaya diri dan mendapat penilaian tersendiri dari teman kami ini. Nampaknya dia seperti tak punya beban masalah apa-apa selagi anak-anaknya yang tentu saja memilih tinggal di rumah bersama saya sedang menanggungkan beban hidup saya sambil merawat saya yang tak putus-putusnya diuji Allah dengan penyakit yang saling bersambungan. Teman kami menilai hidupnya jauh dari beban pikiran yang ditanggungkan darah dagingnya sendiri. Ada semburat senyum ringan di foto terbarunya itu. Sangat kontradiktif adanya.

***

Perempuan yang masuk berdua dengan suaminya itu lebih muda daripada kami berdua. Tetapi menurut sinshe kami, penyakitnya nyaris tak ada bedanya. Bahkan dia sudah luka untuk kedua kalinya pada kanker payudara yang diperiksakannya sore itu. Luka yang lebarnya lebih dari setelapak tangan orang dewasa ~lebih lebar daripada luka saya~ itu sebelumnya pernah dioperasi. Akan tetapi penyakitnya kambuh kembali. Konon pasien itu mengaku tidak pernah menjalani kemoterapi yang diharuskan dokternya. Dan alasannya, sungguh sepele seperti yang disebut-sebut orang selama ini. Dia ketakutan akan rasa sakit, mual dan muntah serta rambut rontok yang diakibatkan kerasnya obat kemoterapi. 

Tapi saya memaknainya lain. Sebagai sesama penderita, saya tahu persis apa yang membuat orang menghindari kemoterapi. Tak jauh beda dengan saya, ongkos kemoterapi yang tidak murah itulah penyebabnya. Sementara mencari dananya tidak juga mudah. Banyak orang yang tak mungkin mendapatkan bantuan pemerintah seperti saya karena status sosial mereka dianggap di atas kategori warga yang bisa dianggap miskin. Meski berpenghasilan tidak besar, tetapi mereka jelas punya penghasilan dan punya fasilitas tempat tinggal serta sarana transportasi yang memadai. Itu jelas terlihat dari penampilan fisik mereka ketika kami berpapasan di pintu masuk ruang periksa sinshe. Namun, tentu saja gaji mereka tidak memadai untuk membayar ongkos kemoterapi yang angkanya berderet-deret memusingkan kepala itu.

Sinshe kami tentu saja tidak mau mengakui itu. Begitu pun dengan teman saya. Walau teman saya mengatakan setuju tentang mahalnya kemoterapi. Dia mengatakan sepanjang kita mau berusaha, meminta kepada Allah, tentu akan dibukakan jalan. Kali ini saya yang setuju, dengan catatan tetapi tentu tak semudah mengucapkan dan membayangkannya. Sebab contohnya diri saya sendiri pun perlu jungkir balik lebih dulu untuk mendapatkan bantuan pemerintah yang alhamdulillah masih bisa diberikan hingga hari ini, menjelang kemoterapi kedua. Kemoterapi memang momok yang menakutkan bagai hantu di malam kelam.

Sesungguhnya ketakutan akan perubahan fisik pada pasien kemoterapi pun tak juga salah. Saya sendiri mengakui, bahwa sekarang saya tidak mendapat apa yang saya mimpikan, menjadi secantik Barbie yang seksi. Sebab, meski rambut saya sudah semakin habis tercerabut dengan sendirinya, tetapi wajah saya tak kunjung kisut. Pipi yang bulat menggembung itu masih nyata diikuti tubuh yang gemuk untuk ukuran tubuh pendek seperti saya. Saya hanyalah Barbie yang jelek.

***

Saya tersenyum masam sambil meringis-ringis menahan nyeri. Nyaris saya telan lagi sebutir pil penahan rasa sakit seandainya saja saya tak segera ingat untuk berserah diri menyebut nama Allah sebanyak-banyaknya. Gelas minum yang sudah saya isi saya teguk begitu saja tanpa disertai obat. Saya pun memilih duduk di kesenyapan malam memelototi layar komputer untuk meredakan ketegangan yang saya alami ini.


Tapi saya tak bertahan lama. Saya teringat panduan perawatan luka kanker yang saya peroleh dari RS. Segera saya membaca dan mencamkannya kembali. Kata panduan itu, luka kanker memang tidak mudah disembuhkan. Dia memiliki jaringan yang sangat rapuh sehingga mudah berdarah, basah dan menimbulkan bau tidak sedap. Luka kanker itu harus dirawat dengan prinsip membersihkannya menggunakan cairan anti racun yang biasanya berisi garam yakni Natrium Chlorida (Na Cl). Cairan itu dibasahkan ke atas kapas yang bersih lalu dipakai mengangkat jaringan atau sel-sel kulit yang mati, bekuan darah serta sisa-sisa obat luka. Tapi tetap harus diingat menyentuhkannya ke atas luka harus sangat berhati-hati, sebab selain menimbulkan rasa nyeri, juga mudah melukai hingga berdarah.


Begini lah jadi pasien kanker. Sakit fisik tentu saja, ditambah sakit kantung yang amat memusingkan kepala itu. Tak salah kiranya jika saya kini merasa sangat-sangat beruntung lagi sebab kemoterapi saya untuk sesi pertama bagian kedua sudah di depan mata dan sedang dipersiapkan dengan bantuan dana pemerintah. Saya tersenyum senang sebab kata dokter ahli penyakit dalam yang diminta mengeluarkan izin kemoterapi oleh dokter onkologi, pemeriksaan kadar darah saya baik, rekam jantung saya pun normal kecuali tekanan darah saya yang sedikit tinggi. Tapi ini bisa diatasi dengan makan obat secara teratur. Ya, saya siap untuk berjuang lagi di ruang kemoterapi untuk yang kedua kalinya membawa rambut saya yang masih ada meski sekarang sudah menipis dan tubuh saya yang tidak didera rasa mual itu. Insya Allah semua dimudahkan Allah untuk menggapai kesembuhan itu. Tak ada yang mustahil jika kita percayakan diri kita hanya kepada Tuhan semata.


(Bersambung)

16 komentar:

  1. Semua akan baik-baik aja Ibu, insya Allah.

    O ya,mau protes Bu, saya tidak setuju dengan kalimat tentang Barbie jelek itu, Barbie mungkin bisa jelek, tapi Ibu Julie-ku nggak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insya Allah ya. Saya pun berharap Tuhan mendengarkan pinta-pinta kita. BTW rasanya kalau Barbienya botak nggak cantik deh hehehehe.........

      Hapus
  2. Balasan
    1. Iya Cipie, saya sangat berharap akan Kuasa Allah untuk mendampingi seluruh perjalanan saya menghadapi pengobatan yang lumayan menguras materi dan tenaga ini. Terima kasih ya Cik.

      Hapus
  3. Balasan
    1. Insya Allah semua karena kuasaNya juga kan kang? Kayaknya biar saya memelihara semangat kalau Allah sedang ingin saya merasa lelah dan bosan ya terjadi juga hehehe....

      Hapus
  4. semoga lancar ya mbak tgl 16 nanti..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihihi........ saya salah ketik tuh, kemonya udah kemarin tanggal 6 ding. Terima kasih doanya, iya lancar tuh. Alhamdulillah deh.

      Hapus
    2. wah kemaren.. sukses mbak kemonya ya.. juga kemokemo sesudahnya nanti lancar jaya..

      Hapus
    3. Tapi saya salah duga, ternyata efek kemo baru kerasa sekarang lho. Badan mulai dari kepala sampai ke bawah kerasa panas, terus mual mulai merajalela.

      Hapus
    4. pasti bisa melewatinya ya mbak.. semoga panas dan mual segera berkurang..

      Hapus
    5. Insya Allah, saya coba ya.......

      *sedih di pojokan kamar*

      Hapus
  5. selamat berjuang bunda... semoga bunda diberikan kemudahan utk menjalaninya amin.

    salam
    /kayka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya akan perjuangkan sebisa-bisanya, sebab hidup ini terlalu indah untuk ditinggalkan sekarang. Amin atas doa kak Ika ya, semoga kak Ika selalu dikaruniai kesehatan selagi di perantauan.

      Hapus
  6. "Ya, saya siap untuk berjuang lagi di ruang kemoterapi untuk yang kedua kalinya membawa rambut saya yang masih ada meski sekarang sudah menipis dan tubuh saya yang tidak didera rasa mual itu. Insya Allah semua dimudahkan Allah untuk menggapai kesembuhan itu. Tak ada yang mustahil jika kita percayakan diri kita hanya kepada Tuhan semata."

    aamiin aamiin ya robbal alamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih. Peluk cinta! Semoga kelahiran adik mas Yusuf semua pun dimudahkan ya.

      Hapus

Pita Pink