Powered By Blogger

Minggu, 07 April 2013

SERENADA DALAM LEMBAH BIRU (42)


Sempurnanya manusia adalah jika dia sama sekali tak pernah mengeluh akan takdir yang dihadiahkan Allah Sang Maha Pemilik Hidup kepadanya. Dan saya bukanlah makhluk yang seperti itu, sebagaimana yang dilabelkan teman-teman dan keluarga saya. Sebab menghadapi hari pelaksanaan kemoterapi saya yang kedua, meski saya tidak ketakutan tetapi saya marah juga. Soalnya saya jadi akan punya pekerjaan yang sangat menjengkelkan setiap hari dimulai sejak bangun pagi, yakni mengumpulkan dan memunguti guguran rambut saya yang baru saja mulai rontok. Idealnya sih saya memang harus mencukur gundul rambut saya. Nah dengan begitu 'kan tidak akan ada rambut yang mesti saya bersihkan di mana-mana di seputaran rumah sayayang bikin saya jengkel itu. Tapi sedihnya gagasan ini ditentang habis-habisan baik oleh anak-anak saya sendiri maupun oleh kapster yang saya mintai tolong memotongkan rambut saya. Kata anak saya sih, dia tetap ingin melihat saya berambut sampai habis dengan sendirinya. Maksudnya membiarkan rambut saya berguguran dan menyiptakan pekerjaan baru untuk saya itu tidak jadi soal. Sebab saya kelihatan lebih bagus dengan rambut yang tinggal sedikit ini. Sedangkan pernyataan kapster itu saya maknai akan mengerjai saya supaya saya datang dua kali kepadanya sebab merasa sangat tidak puas atas hasil sarannya yang ternyata menjengkelkan saya itu. Jadi intinya, saya manusia yang tidak bisa menerima takdir alias manusia tidak sempurna, bukan?!



Setiap kali bangun tidur, kira-kira rambut segenggaman tangan balita bisa saya dapatkan. Belum ketika saya berjalan ke mana saja. Agaknya setiap tubuh saya bergerak, rambut ikut bergoyang lalu rontok. Kalau tidak, bagaimana mungkin di lantai akan terdapat rambut-rambut saya itu?

Jadi semalam menjelang berangkat kemoterapi yang kedua kalinya saya sudah bertekad untuk mencukur rambut sesudahnya. Walau anak saya menentang saya tak kan peduli lagi. Justru saya akan mencari dukungan dari pihak para medis di RS dan teman-teman yang sesama pasien. Anak saya tidak bereaksi mendengar ocehan saya ini, dengan senang hati mereka tetap mau bangun pagi dan bersiap mengantarkan saya ke RS.

Kami sampai di RS pukul tujuh lewat karena kami harus menunggu kedai foto kopi buka untuk menggandakan dulu surat-surat yang diperlukan sebagai syarat administratif kemoterapi. Ternyata walau sehari sebelumnya perawat kepala sudah mengingatkan anak saya akan jadwal kemo berikut jamnya, tetapi terlambat sedikit masih saja ditoleransi.

Kali ini kami cuma sendirian di meja registrasi untuk pasien kemoterapi. Sehingga saya mengira tak ada pasien lainnya. Begitu kami dipersilahkan masuk ke ruangan kemoterapi, di sana saya dapati seorang pasien yang sudah saya lihat sewaktu kontrol ke klinik onkologi. Tetapi agaknya dia belum masuk ke ruangan entah karena masalah apa, sehingga saya bisa masuk paling dulu lalu seperti kesempatan sebelumnya saya memilih spot yang paling nyaman untuk saya duduki selama kemoterapi berlangsung itu. Duduk lho ya, bukan tiduran. Beginilah spot itu :







Setelah mengucap salam kepada perawat yang bertugas hari itu, saya diizinkan langsung mengokupasi kursi kebanggaan saya itu. Sementara itu proses registrasi pasien di dalam ruangan terus dilaksanakan. Saya sendiri diminta mengisi formulir pernyataan tidak berkeberatan menerima tindakan medis seperti yang direncanakan. Sang perawat yang ramah mau saja saya ganggu dengan beberapa pertanyaan iseng. Apalagi perawat yang saya tahu namanya ibu Nining cukup tangkas untuk menjawab keisengan saya sehingga mencairkan suasana hati saya yang agak-agak dilamun kemarahan itu.



Karena dokter jaga masih di halaman rumah sakit untuk mengikuti kewajiban senam pagi mereka, saya jadi punya waktu untuk bersantai terlebih dulu. Saya kemudian melihat ada dua pasien lagi yang saya tidak tahu siapa. Pasien ini ternyata bermasalah dengan kondisi fisiknya karena hasil pemeriksaan laboratorium mereka kurang baik. Karena itu mereka masih harus menunggu clearance alias izin kemoterapi dari dokter mereka yang sudah dihubungi perawat melalui telepon akan tetapi belum siap dengan jawabannya. Sedangkan seorang pasien lainnya yang saya lihat sebelumnya ternyata punya masalah dengan terlewatnya jadwal kemo beliau beberapa minggu sebelumnya. Entah apa sebabnya, kemungkinan besar sih karena beliau juga tidak fit sehingga tertunda dengan sendirinya. Sebab untuk diingat, setiap pasien kanker yang akan menjalani kemoterapi diharuskan benar-benar sehat dan dalam keadaan baik. Tekanan darah normal, kadar kimia darah juga mencukupi lagi pula tidak sedang mengidap influensa. Itulah sebabnya saya jadi dapat kesempatan pertama lagi untuk meletakkan tubuh saya di tempat yang saya sukai. Di mana ada vas-vas bunga imitasi besar diletakkan sebagai pemandangan segar yang akan mengalihkan pasien dari pikiran susahnya.






***

Setelah para pasien masuk ke biliknya masing-masing yang hanya disekat tirai, perawat mengukur tekanan darah kami juga temperatur. Dokter jaga datang kemudian, kali ini seorang dokter wanita lagi akan tetapi bukan dokter yang bertugas ketika saya dikemoterapi untuk pertama kali. Dokter ini menanyai berbagai hal berkaitan dengan kondisi pasien. Untung tekanan darah saya kali ini juga normal karena dokter ahli penyakit dalam mengharuskan saya makan obat penurun tekanan darah secara rutin mengingat riwayat penyakit hipertensi di keluarga saya yang diturunkan oleh ayah saya. Sehingga tak lama kemudian saya dihubungkan dengan dokter pengganti onkologis saya yang secara rutin sudah turut menangani penyakit saya. Beliau menginstruksikan pemasangan obat infus segera mengingat saya akan menerima tiga labu infus yang artinya habis dalam tempo panjang. Sedangkan pasien di samping saya hanya menerima satu labu saja padahal kondisinya kelihatan lebih rapuh dibandingkan saya. Tubuhnya kurus kering lagi keriput sesuai dengan usianya yang saya taksir mencapai hampir tujuh puluh tahunan. Penyakitnya sama dengan saya, kanker payudara yang sudah pecah dan sudah berlangsung empat tahun. Tapi entah mengapa onkologis kami memberinya obat yang berbeda untuk masing-masing pasien. Dua pasien lagi ~yang seorang pasien membayar sendiri ditempatkan di kelas satu~ juga menerima tiga labu dari onkologis yang berbeda. Untuk diketahui di RS ini ada dua onkologis, yang seorang lebih senior dibandingkan lainnya. Sayang dokter mereka tidak segera datang hingga sore ketika perawat nyaris kehilangan kesabaran menelepon untuk ketiga kalinya kepada beliau. Ini mengingatkan saya pada kejadian tiga minggu yang lalu di mana dua orang pasien beliau juga ditinggalkan begitu saja tanpa dijenguk.






Saya mengangsurkan tangan kanan saya yang sehat untuk diinfus. Perawat bisa mendapatkan vena saya meski dalam posisi miring. Dia berulang kali minta maaf andaikata terasa menyakitkan, tetapi saya tidak menggubrisnya. Sebab jujur saja, urusan tusuk-menusuk sudah jadi hal biasa untuk saya. 

Seperti yang lalu infusan pertama dan kedua adalah cairan garam yang jumlahnya satu liter, digunakan untuk membersihkan aliran darah supaya siap dimasuki obat. Selanjutnya dimulai dengan obat pertama, tetapi sebelum infus cairan garam kedua habis didahului dengan menyuntikkan obat anti mual, dan dua obat lagi yang dipakai untuk mencegah pusing kepala serta entah apa saya kurang paham. Efeknya pada saya memang bagus. Sebab selama menerima infusan obat saya sama sekali tak merasa pusing maupun muntah-muntah seperti kebanyakan pasien lain. Bahkan sewaktu infusan selesai tanpa menunggu saya langsung bangkit berjalan pulang menolak didudukkan di kursi roda. Itu pun sudah kebiasaan lama saya. Saya hanya mau naik kursi roda dalam keadaan terpaksa, yakni kalau bekas robekan operasi saya menimbulkan nyeri yang sangat. Hal ini pernah berakibat fatal, saya mengalami perdarahan pasca bedah bahkan pernah terjatuh di dalam pusat perbelanjaan ketika sehabis memeriksakan diri ke RS saya nekad sekalian pergi mereparasi tas saya yang rusak ritsluitingnya.

Dalam pada itu saya mengikuti percakapan para perawat dengan ketiga pasien lainnya yang semua ternyata bermasalah. Ada dua pasien yang didapati belum pergi ke laboratorium sehingga seketika itu juga wajib memeriksakan kondisi mereka di situ. Seselesainya pemeriksaan, ternyata didapati leukosit mereka rendah sehingga perlu dipacu dengan memberi suntikan yang harus diresepkan oleh dokter mereka yang tidak datang-datang itu. Satu pasien lainnya kelewatan tanggal kemonya karena ternyata dulu dia perlu dirawat untuk memulihkan kondisi kesehatannya yang ternyata buruk. Sehingga saya merasa beruntung berada pada posisi sehat dan bisa mengikuti rangkaian pengobatan saya tanpa hambatan. 

Saya juga bersyukur sebab dokter pengganti memeriksa saya dengan cermat ketika perawat mengingatkan beliau ke kliniknya bahwa dua orang pasien titipan menunggu di ruang kemoterapi. Lebih menyenangkan lagi, dokter ini mengamati dengan teliti setiap kondisi tumor saya. Menurut beliau, tumor saya cenderung mulai mengecil persis apa yang dikatakan sinshe saya dan saya rasakan sendiri sesuai pula dengan pengamatan anak saya yang setiap hari merawat luka tumor itu. Sebetulnya ketika perawat akan menelepon dokter saya mengingatkan untuk menunggu saja, sebab saya tahu pasien di kliniknya selalu banyak. Tapi perawat bersikeras untuk memutus kerja beliau sejenak sebab ternyata seringkali beliau terlupa hingga datang sudah cukup siang. Namun saya akui beliau memang dokter yang baik, karena pasien dokter onkologis yang satu lagi baru ditengok dokternya menjelang pulang ke rumah di waktu sore. Dari konsultasi mereka saya ketahui bahwa pasien yang dikemoterapi rentan mengalami kondisi fisik yang tidak baik. Ada yang mengeluhkan sulit buang air besar, muntah-muntah, pusing, lemah dan tidak bernafsu makan. Menurutnya, jika menelan dia merasakan kerongkongannya sakit. Aduhai betapa mengerikannya, membuat saya sekali lagi merasa amat beruntung disayang Allah sebab cuma merasakan berkurangnya nafsu makan serta rasa mudah lelah ditambah kerontokan yang baru-baru saja terjadi. 

Tapi itu ternyata tak benar. Hari ini, tepat ketika saya baru selesai menjalani kemoterapi kedua, kerongkongan saya mulai terasa panas sedangkan nafsu makan saya tak kunjung membaik dan lagi saya mulai kesulitan buang air besar. Belum lagi tubuh terasa panas mulai dari atas kepala yang seharusnya justru sekarang sejuk adanya. Kalau begitu benar dokter onkologi saya mengatakan, seharusnya pasien yang dikemoterapi rajin minum air putih dan makan banyak buah-buahan termasuk juice. Kini saya pun mulai mengalaminya. Berarti efek kemoterapi tidak sama pada setiap orang. Kejadiannya pun bisa berbeda-beda. Saya menyikapinya dengan tenang. Kecuali untuk satu hal : Kerontokan rambut saya!

Maka tanpa mengindahkan kekecewaan anak saya, tadi saya kembali ke salon kecantikan milik tetangga saya untuk menggunduli rambut. Kapster yang melayani saya semula terlihat agak ragu melakukannya. Mungkin lebih tepat dikatakan kurang percaya diri. Tapi saya terus mendesaknya. Saya katakan saya tak perlu terlihat cantik. Melainkan hanya ingin menjadi normal meski tanpa sehelai rambut pun di kepala. Dan hasil pemaksaan itu menjadikan wajah saya begini :



Ya, inilah saya sekarang. Mirip lelaki, tapi dalam wujud wanita yang tak takut-takut melawan pertumbuhan sel-sel liar yang maha ganas ini. Hidup harus terus berlanjut bukan, sebab dunia ini sangat luas sedangkan saya belum pernah menginjakkan kaki saya ke arah sebelah timur Indonesia. Semangat!!!

(Bersambung)

22 komentar:

  1. eh itu botol infusnya boleh dibawa jalan2 bund?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh kang. Kan pasiennya jadi sering ingin buang air kecil, ya dengan sendirinya infusan itu ikutan diseret ke washroom gitu deh.

      Hapus
  2. gak ah siapa bilang mirip bunda mirip cowok. tetep terlihat kefeminannya kog apalagi ditambah senyum manis penuh semangatnya bunda :)

    salam
    /kayka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kata keponakan saya semua sih mirip sama salah seorang keponakan lelaki saya. Malahan kembar katanya. Itu boleh ya tanya sama Anto keponakan saya yang komen di bawah sana. :-D Tapi iya sih saya pelihara semangat hidup, sebab kasihan sama anak-anak saya kalau saya sampai terpuruk.

      Hapus
  3. Amittabaa.....
    Haa....mbak Juli kayak pendeta Shaolin !
    Yang namanya cantik diapa-apain ya tetep aja cantik, karena buka cowok (hayoo...tak disiki hehe)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haiya, iki onok maneh!

      Wingi salah sijine anakku ya muni Amittabaa karo ngelokke Bikshuni. Tapi yo wis gak 'po'po lah, sing penting aku biso waras maneh yo jeng. Suwun. Tapi kedisikan ah...... Dadi isin ambek njenengan.

      Hapus
  4. Salut buat Bulik.... Semua takdir Alloh pasti ada hikmah & kebaikan di baliknya. Dan yg pasti Alloh tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya. Tetap semangat, Bulik. Anto, Titik, Muthia & Fira insya Alloh selalu mendoakan utk Bulik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha....... iya nggak boleh nglemprek deh, kasihan kan sama adik-adikmu dan budhe Amo juga. Ini adalah ujian yang nggak berat-berat amat kok, karena mereka senantiasa ada bersama bulik untuk membantu menanggungkan ini semua, termasuk keluarganya oom Dj lho.

      Terima kasih ya udah nengok dari kejauhan, doa bulik semoga kalian semua juga senantiasa sehat walafiat dan dianugrahi banyak kebaikan supaya kita cepat bisa ngumpul-ngumpul lagi. Salam kangen untuk semuanya.

      *pelukan*

      Hapus
  5. wah ternata kita sama nih, sabtu kmrn sy jg kemo yg ke 4 bunda. klo sy ktk rambut mulai rontok sblm kemo ke 2 sy langsung gundulin aja biar ga cape ngurus rontokannya itu :-D tetap sehat dan semangat bunda.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya maunya juga gundul aja, tapi anak-anak nggak ngasih izin. Mereka maunya lihat rambut itu habis dengan sendirinya. Begitu juga kapsternya nggak pe-de mau nggundulin saya. Tapi berhubung saya nggak tahan lagi, akhirnya setelah seminggu cepak saya paksa mereka untuk nggundulin saya.

      Gimana efek kemonya nak Fauziah? Selama ini sehat-sehatkah? Bagi-bagi dong tipsnya untuk bisa terhindar dari kejamnya efek obat kemo. Terima kasih sebelumnya.

      Selamat berjuang ya, semoga kita kembali sehat! Kemonya kapan terakhirnya? Saya rencananya cuma 4 kali dulu, setelahnya dimastektomi baru disambung kemo lanjutan setahun.

      Hapus
  6. Nanti pun rambutnya akan tumbuh lebih lebat dan indah. Ah senangnya merasakan aura keceriaan di ruang tulis Ibu ini, ternyata kemoterapi tak seseram yg dibayangkan ya. Mungkin krn yang menceritakan Ibuku yg tegar dan tak pernah kehabisan semangat ini ya.

    Keep fighting and writing ya Buuu ,..mmmmuaachhh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Throw kisses back ya, tolong ditangkap! :-D

      Siapa bilang efek kemo nggak nyakitin? Tunggu report berikutnya ya. :-(

      Hapus
  7. inget banget pertama ketemu Tante, rambutnya bagus banget, tebal dan lebat ya

    ngga apa-apa kok Tante, yang penting tante nyaman
    sinead o'connor juga dulu rambutnya kayak Tante sekarang

    tetap semangat ya Tante, peluk dari jauh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang dulu rambut saya hitam lebat, tapi sejak kena obat kemo mendadak banyak ubannya juga dan kemudian berguguran. Akhirnya nekad gundulan hehehe..........

      Ya, insya Allah saya tetap pelihara semangat hidup saya, pelukan balik dari dekat ah.

      Hapus
  8. alhamdulillah sehat bunda, biasa 3hr stlh kemo lemas tp ttp bs beraktivitas. sy minum jus apel,wortel & bit pg hr sblm mkn apa2. trs mnm susu nutricant (susu utk pasien kanker) dicmpr ensure 2x sehari, mkn pisang sunpride, buah naga & buah lainnya kecuali nangka & duren ga blh. insyaAllah bln mei kemo terakhir. smoga proses pengobatannya lancar & Allah sembuhkan bunda....aamiin...semangat.

    BalasHapus
  9. Buah-buahan bergetah memang nggak boleh kita makan lho. Dan katanya alpukat juga bagus kandungan antioksidannya tinggi. Tetap semangat juga ya jeng. Salaman yuk.

    BalasHapus
  10. cantik mbak, kaya sinead jadi biksuni..
    mending gundul daripada ribet ya.. sekarang anak2 udah iklas kan rambut ibunya gundul dengan paksa..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, kata mbak Ika di atas tuh kan saya perempuan, pastinya nggak ganteng alias cantik :-D

      Iya alhamdulillah akhirnya mereka menerima kenyataan juga sih.

      Hapus
    2. ngirit sampo pastinya.. dan asik ada angin semriwing bisa eluselus batok kita..
      bilang yang ganteng dua di rumah, ikutan solider dong samasama botak kaya emaknya.. *grin..

      Hapus
    3. Hahahaha....... lucu deh!

      Hapus
  11. xixixixi teteeeep deh narsisnya ga ketinggalan ya bun
    masih seger selalu meski say bye sama rambut loh bun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Qeqeqeqe........... sebetulnya sih saya bukan type orang narsis, beneran, tapi ya kalau gak gaya dikit kan saya jadi "garing" wong rambut udah nggak ada..........

      Hapus

Pita Pink