Powered By Blogger

Minggu, 19 Oktober 2008

"SI BEBEK JELEK" : KILAS BALIK ANAKKU (VIII)

Anakku "Si bebek jelek" kembali ke hatiku. Menyusup ke dalam ingatan melalui SMS-SMSnya yang selalu menggoda dan datang tiba-tiba.

Aku sedang makan siang berdua dengan adiknya, si bungsu Yadi yang lebih populer dengan nama Harry hasil "tahbisan" kawan-kawannya. Setengah jam yang lalu dia baru mengabariku bahwa ayahnya sudah tiba di Bandung dalam perjalanan dinas semi wisata budaya bersama serombongan masyrakat Afrika Selatan yang mengaku keturunan Indonesia. Kini giliran ponsel Harry yang bergetar. "Mandow-Mandow......." pancingnya mengundang senyum sebab diikuti sebaris kata yang mengungkit kenangan silam. Sebetulnya iseng-iseng yang tak berarti, tapi justru membuat kami senantiasa merasa dekat satu sama lain.

Harry tersenyum-senyum sendiri selagi aku penasaran. "Apa sih dik?" tanyaku. Senyum itu terus saja mengembang. "Dari salah satu di antara dua tetamu hatimu ya?" desakku lagi. Kali ini sambil meneliti setiap tarikan bibirnya. Biasanya dia akan membuat gerakan khas jika dia menyembunyikan sesuatu yang menggairahkan hatinya.

Diulurkannya ponsel itu padaku. "Si Mas mulai gila lagi, kangen kita rupanya," jawab si bungsu sambil mengunyah nasi berteman asem-asem dan tahu goreng di piringnya,

Aku meraih dan membacanya. Tak urung aku ikut juga tersenyum sambil membayangkan saat itu. Hampir sepuluh tahun yang lalu ketika kami tinggal di Belgia.

-ad-

Dia kami sekolahkan di dekat rumah pada sekolah lokal berbahasa Perancis. Sebetulnya dia mengharapkan bersekolah di sekolah berbahasa Belanda mengingat pengalaman dasarnya bersekolah dalam Bahasa Jerman. Tentu berdua dengan adiknya. Tapi ayahnya bersikeras untuk memberi mereka Bahasa Perancis sebagai modal hidup kelak.

Kedatangan kami sungguh di waktu yang salah. Indonesia di awal masa krisis. Kondisi politik dan ekonomi porak poranda menyisakan banyak masalah. Lebih dari dua ratus staff pada Perwakilan-Perwakilan RI di Luar Negeri ditarik kembali ke Jakarta, sementara entah apa sebabnya suamiku justru ditugaskan ke Belgia untuk menggantikan dua Kepala Bidang yang pulang tiba-tiba itu. Suatu berkah yang tiada terkira, sehingga kami selamat dari ketakutan dan kesulitan yang menghantui setiap rakyat Indonesia. Ajaibnya, suamikulah salah satu di antara dua orang yang terakhir diberangkatkan ke pos di luar negeri.

-ad-

Tunjangan pegawai dan segala kemungkinan pinjaman dana bagi staff baru tiba-tiba harus dipotong. Akibatnya kami hanya sanggup menyekolahkan anak-anak ke sekolah lokal dan mencari rumah yang bisa dipakai berhemat. Maksudnya, dekat dengan kendaraan umum sehingga memudahkan kegiatan kami keluar rumah tanpa harus memiliki mobil. Selain itu pusat perbelanjaan dan pasar serta dokter juga harus berada dalam jarak tempuh kaki-kaki kami sehingga kami dapat memenuhi segala kebutuhan dasar dengan mudah.

Hanya "La Fermette-2000"lah sekolah lokal yang mudah dijangkau serta bersedia menerima anak-anak kami. Syaratnya, mereka harus segera masuk dan langsung mengikuti semua kegiatan belajar-mengajar yang sudah separuh jalan pada bulan Februari itu.

Andriarto di kelas 5 dan Haryadi di kelas 2 SD. Bersama mereka ada tiga murid Indonesia lainnya, kakak-beradik putra kolega kami yang sudah masuk beberapa bulan lebih awal. Hanya yang kedua yang berteman dengan anak kami, sebab dia seumuran dan kebetulan didudukkan sekelas dengan Harry.

Mr. Willy Nouten, lelaki paruh baya yang mengepalai sekolah tersebut menerima kami dengan baik dan sangat terkesan akan sikap anak-anak kami yang dianggapnya santun. "Kalian sangat menghormati saya," katanya ketika anak-anak kami mencium tangannya takzim. "Disini kebiasaan mencium tangan dilakukan oleh seorang lelaki kepada perempuan yang dikaguminya," sambungnya lagi sambil tertawa ketika kami jelaskan bahwa adat kebiasaan di negeri kami adalah mencium tangan para guru di setiap pertemuan.

Andri didudukkan di kelas 5B persis seperti kelasnya di Indonesia. Gurunya juga seorang perempuan yang lembut keibuan, ibu dari salah seorang murid kelas 5A. Beliau menyertai anak kami dengan sabar ketika seminggu setelah diterima di kelasnya mereka melaksanakan karya wisata tahunan ke luar kota selama seminggu. Pasalnya, anak kami belum bisa berbahasa Perancis dan masih diserang jet lag akibat perbedaan waktu antara Indonesia dengan Belgia.

Masih kuingat betapa air mata itu menggantung di pelupuk mata anak lelakiku saat bus sekolah membawanya pergi ke Niewpoort di laut utara untuk mendalami masalah biota laut dan kehidupan masyarakat pantai. Aku sendiri nyaris menangis sebab membayangkan diriku yang bodoh ini menjadi dirinya. Tapi, suntikkan kekuatan dari suamiku memaksaku untuk tegar. Maka kusunggingkan senyum mengiringi lambaian tangan yang memisahkannya dari pelukanku.

Ketika dia pulang di akhir pekan, segudang pengalaman diceritakannya. Bagaimana guru-guru di Belgia begitu memperhatikan murid dan benar-benar menyebarkan ilmu pengetahuan sambil membimbing, "Aku sekarang tahu bagaimana air laut dirposes agar tidak terasa asin dan siap untuk digunakan sehari-hari," ceritanya sambil berjalan menyeret kopor kecilnya ke rumah. Dinginnya penghujung winter dilawannya dengan langkah tergesa di balik long-john dan sweater tebal yang mendasari jacketnya.

"Gurumu yang menjelaskannya?" tanyaku menyemangati. "Ya, juga dari penjelasan pengelola air itu sekalipun aku mendengarkannya separuh tertidur," jawabnya. Menurut anakku dia mendapat penjelasan rinci dari Ingrid Orbaen -begitu guru itu ingin disebut-, sebab bu guru memahami jet lag yang masih menyertai minggu-minggu awal anakku di Belgia.

Sayang seperti semua orang tahu, Bahasa Perancis yang eksotik itu tak mudah diikuti. Sehingga kedua anakku tak naik kelas kemudian, namun kami mengistilahkannya diminta mengulang di kelas yang sama untuk memperdalam dan memperlancar Bahasa Perancis mereka aggar mereka tak terlalu kecewa.

Andriku tampak murung. Namun kubimbing ia untuk mengerti keadaannya dan mau meyiasati nasib dengan tekun belajar. Kuantarkan dia mengikuti kursus intensif Bahasa Perancis di sebuah lembaga kursus bersama banyak orang dewasa pendatang baru. Aku sendiri lebih memilih menahan keinginan dan menyalurkan penghasilan suamiku yang kini berkurang secara signifikan untuk kebutuhan kedua anak-anakku saja.

Hasilnya nampak nyata. Andriku mulai lancar berbahasa Perancis serta dapat membimbing adiknya menyelesaikan PR dan PSnya. Hatiku berbunga-bunga penuh harap padanya. Diapun mulai yakin bahwa dirinya tidaklah sebodoh yang dikira, kecuali dalam pelajaran hitungan. Bahkan pada tahun keduanya di kelas lima, dia berubah jadi salah satu murid yang diakui di kelasnya.

Di kelas enam gurunya yang itu-itu juga menobatkannya sebagai murid peraih nilai terbaik untuk pelajaran dikte Bahasa Perancis, sehingga dia diminta mewakili daerah tempat tinggal kami ke lomba di tingkat kota. Setengah tak percaya aku mendatangi gurunya, Dan sebagai jawabannya, bu guru memperlihatkan berkas-berkas penilaian yang menunjukkan nilai nyaris seratus untuk anakku.

Sayang dia kemudian gagal di tingkat kota, karena peserta lainnya adalah murid Belgia asli atau pendatang-pendatang lama. Tetapi hati kami tetaplah berbunga-bunga, Ini jadi satu catatan tersendiri yang mengesankan dalam hidup anakku. Lebih-lebih lagi dia pergi ke lokasi lomba dengan diantar dan ditunggui sendiri oleh bu guru.

-ad-

Di masa itulah kedewasaannya tumbuh dan terasah. Di saat kami harus bergumul melawan kondisi keunagan yang menurun dan kesibukan kerja ayahnya yang serba tak kenal waktu.

Saat itu beberapa pos jabatan kosong hampir serentak, sebab pemerintah pusat tak mengirimkan pejabat pengganti dari Jakarta. Dan di tengah minimnya jumlah personal, pimpinan kantor menugaskan suamiku untuk merangkap empat jabatan sekaligus. Akibatnya dia kerap pulang laurt malam dan menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri. Entah di muka komputer, entah dalam diam yang tak berkesudahan.

Dalam situasi itu muncullah si kecil, dewa penyelamat kami. Dengan kepolosannya Andri dan Harry mempertanyakan kepada ayahnya kapan akan punya waktu untuk kami. Atau lain kali dia mengkhawatirkan kami bermusuhan, sebab nyaris tak ada lagi percakapan dan senda gurau yang biasa mewarnai kebersamaan kami suami-istri.

"Akankah terjadi pertengkaran yang berakhir dengan perpisahan jika sepasang suami-istri tidak pernah lagi saling menyapa dan melontarkan gurauan?" tanya mereka polos ketika kami berjalan beriringan pulang sekolah. Andri mendahului aku dan adiknya, menunduk menatap aspal jalanan dengan suara bergetar. Harry menggenggam tanganku erat-erat seakan-akan takut berpisah.

Aku tertegun mendengar perkataannya yang tiba-tiba menyentakkan aku dari mimpi buruk yang sedang menghadang perjalanan hidup kami. Semua kusimpan sampai di rumah, di atas pembaringan kami ketika malam mulai merayap meninggalkan matahari di langit sana. Ada bulan yang mengintai di sela-sela tirai seakan menyemangati kami bahwa kebersamaan dan kebahagiaan kami tak akan pernah berakhir.

Suamiku merangkulku dan meraihnya ke dadanya. Dalam hembusan nafasnya dia berbisik minta pengertian. Permainan nasib dan keadaan umumlah yang menyembunyikannya jauh dari kehidupan keseharian kami. Aku tak kuasa membantah. Dia benar semata. Maka ketika kami menemani buah hati kami mengisi perut sebelum sekolah, kusampaikan perkataan suamiku.

Dua kepala kecil itu saling pandang. Sekali padaku, lalu pada ayahnya. Habis itu mereka bertukar pandang dan menunduk tanpa bicara menghabiskan suapan-suapan nasi mereka.

Ayahnya angkat bicara meyakinkan. Dan sejak itu mereka mulai bisa menerima nasib tanpa meratap lagi. Lalu keluarlah kerceriaan mereka, terutama Andriku yang memang gemar memparodikan segala keadaan. "Mandow-Mandow....." itulah antara lain celotehan ngawurnya yang justru sering meredakan ketegangan batinku seperti saat ini ketika suamiku jauh dari kami untuk suatu tugas mulia mempersatukan dua tulang yang terpisah berabad-abad lamanya. Lalu akupun turut tersenyum bersama bayangan Andri di ponsel itu.

35 komentar:

  1. wadooow.... mbak Julie... sebutannya koq "Si Bebek Jelek" siih...
    teganya... teganya... teganyaaaa....

    BalasHapus
  2. Hai...., belum tidur apa sengaja begadang nih?
    Belum baca serial dari jilid I sampe VII ya? Disana ada tuh sejarah si bebek jelek.
    Terima kasih udah dateng ke tempat saya menemani malam hariku yang dingin.

    BalasHapus
  3. Seru banget Bunda lika-liku kisah perjalanan di pengembaraannya.

    BalasHapus
  4. lagi lembur nih mbak... setikaan numpuk...
    nyambi nyetrika... nyambi ngeMPi...
    belum sempet baca mbak... maaf... hiks...
    alasannya ada disini mbak...

    BalasHapus
  5. Suka bgt deh cerita bebek jelek ini tante... Ditunggu next storynya.

    BalasHapus
  6. Subhanallah bunda yang satu ini... :) seru bunda..

    BalasHapus
  7. Indahnya kisah dan cara nulisnya...
    Dik Andri si pemuda tampan wal ganteng itu, sekarang menguasai banyak bahasan dong Bunda... Jerman, Prancis, Inggris pasti... dan apa lagi?

    BalasHapus
  8. Alah kasihan. Semoga "badai lekas berlalu" ya.....
    Gpp kok gak kebaca juga, soalnya saya paham, bahw atulisan say apanjang-panjang dan cuma berguna untuk kelurga saya aja kayaknya sih. Ya begitulah memang tujuan awalnya.

    Selamat berbakti untuk keluarga ya adindaku sayang.......

    BalasHapus
  9. Ah, seadanya aja kok Aa. Silahkan baca aja semuanya dari awal. Barangkali terinspirasi buat bikin lakon dari kisah-kisah kami.

    BalasHapus
  10. Halah? masa' iya sih?

    Terima kasih ya mbak. Insya Allah kalo udah kepegang moodny aditerusin serial ini dengan jilid berikut. Begitulah lika-liku kehidupan diploamt RI secara nyata. Tanpa tedeng aling-aling saya buka disini supaya kelihatan bahwa PNS dimanapun kerjanya ya tetaplah PNS.

    BalasHapus
  11. Kalo seru, hayo keplok!
    Mas' sih gini aja seru?
    Ah jadi malu sama penulis naskah teater Laskar Panggung Bandung.

    BalasHapus
  12. Mbak Niken juga bagus kok kalo nulis. Cuma saya lihat belum pernah tertarik untuk nulis jurnal seperti saya bikin ini. Dicoba mbak, biar ada memory yang terekam. Mbak Niken sama kan dengan saya fadi Fikom? Cuma beda gara ilmu aja kayaknya deh. Dan beda level. Mbak Niken sarjana, saya nggak lulus.

    Si Andri cuma bisa bahasa Perancis, Inggris, Belanda (pasif), Bahasa Indonesia dan Jawa tentu saja. Bahasa Sunda juga pasif sih. apalagi Bahasa Jerman sudh hilang kayaknya tuh...........

    BalasHapus
  13. Iya nak. Seandainya kau terlahir dariku, sudah kubuatkan juga memoar seperti ini untuk menyertai perjalanan keluargamu kelak mendidik anak-anakmu. He....he....he.... sayang kau tak ditakdirkan lahir dari ibu bawel kepedan ini?!

    BalasHapus
  14. berapa hari bu julie bisa menuliskan cerita ini, semuanya masih ada dalam ingatan.

    BalasHapus
  15. masih terheran2 dengan mba Julie yg hafal nama lengkap guru anak2 sewaktu di SD.........ingatan mba Julie bagus sekali..keep writing mba!

    BalasHapus
  16. Gak pake mikir tuh. Begitu ada SMS "Mandow-Mandow" itu langsung saya hidupin kompi dan saya bikin. Berselang-seling dengan postingan di Komunitas Menulis Bogor yang lagi masuk daftar tunggu adiminstratornya sekarang.

    Kenapa bu Wati? Herankah? Saya sebetulnya memang punya memory yang kuat kalo untuk urusan pengalaman hidup sih. Makanya, suami saya kalo mau ngomong apa-apa sama saya hati-hati banget. Takut nanti dia berubah pikiran, nggak konsisten sama omongannya. Saya "pukul" dengan file memory yang banyak juga memang saya rekam sungguhan di diary. Ha...ha....ha...... kan jadi bahaya mengancam sendiri tuh untuk dia.

    Tapi jeleknya short memory saya udah mulai keganggu (gejala pikun?)............

    BalasHapus
  17. Teh Dewi, guru saya dan suami mulai dari TK sampe di PT aja saya masih bisa nyebut satu-satu namanya. Sebab bagi saya guru-guru adalah sosok yang sangat terhormat dan punya makna dalam keluarga saya. Boleh percaya boleh mencibir, sampai sekarang saya masih kontak dengan SMS kepada guru saya di Fikom (Publisistik dulunya) Unpad. Sebab ibu itu istimewa untuk saya, terlalu istimewa malah............

    Yang lucu, ada kontak saya jauh lebih muda (teman anak saya yang dua tertua itu) postingin reunian kelas dia di SMA. Dia salah nyebut nama gurunya di foto galeri, saya benerin sama suami. Karena 'kan anak-anak dan kami sekolah di sekolah yang sama. Si kontak saya ini sampe bilang, "subhanallah emak, mani kacida teuing ari abdi teu emut, ema sareng bapa jol arapal keneh......?" Hehehe......

    BalasHapus
  18. duh mba Julie ini ada2 saja....mana mungkin lah saya mencibir...justru "iri" dengan long memory nya mba Julie...saya cuma bisa mengucap "Subhanallah"...kapan ya bisa seperti mba Julie.oh ya saya mau cerita mba berkaitan dengan short memori saya .... beberapa hari yg lalu bertemu dengan rekan2 guru dan juga mantan murid saya sewaktu saya mengajar di suatu SD ......dan pada saat bertemu saya lupa dengan hampir 1/2 dari nama teman guru saya! dan hanya ingat sebagian nama murid saya ....hiks sedih mba padahal saya baru meninggalkan SD itu 3 tahun yg lalu.

    BalasHapus
  19. Ini yang juga terjadi pada diri saya. Suatu hari saya ketemu Wakil Kepala SMP anak saya (di Bogor), saya papasan di jalan. Beliau ngeliatin, saya juga. Kayaknya beliau juga udah sama pikunnya sama saya. begitu si bapak udah berlalu masuk ke suatu gedung, saya barus adar oh itu Wakepsek anak saya. Mau saya paranin lagi? Malu walaupun gedungnya ya cuma lima puluh langkah dari saya berdiri............. ha....ha....ha..... sma dong sama teh Dewi.

    BalasHapus
  20. Toss!! mari kita bentangkan jari! Adu telapak tangan, ayo!
    Ditinggal kemana mbakyu? Nonton Ekspo di Kemayoran atau ke Bali untuk urusan tenaga kerja? Suami saya nggak kepegang semua, jadi berbagi tugas dengan anak buahnya. Yang kasihan anak buahnya cuma semalam dua malam di Jakarta udah harus balik lagi. Habis posnya kecil kosong melompong...........

    Ngempi aja yuk mbakyu?!

    BalasHapus
  21. Nonton( mengadiri acara2,he he)di Expo di Kemayoran, ke Bali dan kota lain juga, tapi untuk mengantar pengusaha2 Bulgaria,kayaknya bukan untuk urusan tenaga kerja.

    BalasHapus
  22. Oh gitu. Suami saya kayaknya nggak ke Expo karena sudah ditugaskan kepada staffnya. Sekarang dia di Banten dengan momongannya, yang warga Afsel itu. Besok baru ke Bali. Pasti mereka ketemuan. Malah mungkin ujung-ujungnya ngrasani kompinya selalu kepake kita buat ngempi, he....he....he.....

    BalasHapus
  23. Mandow..Mandow... Apa artinya Bu?
    *nanya*

    BalasHapus
  24. Gak ada artinya kang, cuma celetukan anak saya lagi ngiseng aja.
    Namanya juga anak unik.......

    BalasHapus
  25. Hi... Emang unik Tante, seunik Bundanya...
    Buah memang ngga jatuh jauh dari pohonnya, ya Tante...
    //Saya kira itu ungkapan lain dari Mayday...Mayday...

    BalasHapus
  26. Hi... Emang unik Tante, seunik Bundanya...
    Buah memang ngga jatuh jauh dari pohonnya, ya Tante...
    //Saya kira itu ungkapan lain dari Mayday...Mayday...

    BalasHapus
  27. Oh gitu ya, si nini unik? Ha...ha....ha.... lumayan jadi awet muda atuh. Gak kerasa udah setengah abad nggak boleh kurang.

    BalasHapus
  28. Hallo smua! Saya pengirim sms MANDOW-MANDOW itu!
    Hehehe...

    Mandow itu pelesetan / ledekan nama seorang tman ibu saya. Nama aslinya dirahasiakan ah, meski kata my mom ybs tidak join Multiply. For your information, sometimes I LIKE TO CHANGE THE NAME OF PEOPLE WHO ARE DISFIGURED, or WHO DID SOMETHING LAUGHABLE, JUST AS A JOKE hehehe...

    Ada ceritanya di balik pelesetan jadi Mandow itu, fakta lho, bukan fiktif. Bersambung...

    BalasHapus
  29. Kisah (Tante) Mandow ini akan saya ceritakan dalam bahasa LUCU-LUCUAN. Jadi, mohon jangan berharap bahasanya benar : PAKE BAHASA CAMPURAN... Selamat membaca, smoga anda ngerti & ketawa...

    Just as a joke lho, it's really laughable...

    BalasHapus
  30. Brussel, Belgia skitar 1999-2000 atau 2000-2001, lupa!

    Suatu hari di DAPUR Kantor Perutusan Republik Indonesia untuk Masyarakat Eropa (PRI-ME), tempat ayah saya ditugaskan pada waktu itu.

    TANTE MANDOW DATANG DENGAN MEMBAWA PANGSIT PITA dan MENUNJUKKANNYA KE IBU-IBU.

    Kalau PANGSIT itu kan kayak yang biasanya orang-orang bikin. CUMA, INI DIMODEL LAIN. DIIKAT PAKE DAUN, MUNGKIN DAUN PANDAN KALI YA, GA TAU PERSISNYA.

    Makanya OLEH MANDOW DIKASIH NAMA "PANGSIT PITA".

    WAH, BU MANDOW, ENAK SEKALI PANGSITNYA! HEBAT SEKALI! INI BIKIN APA BELI ??

    OOH... BIKIN SAYA.

    WAH, GIMANA SIH CARA BIKINNYA?? AJARIN DONG...

    AH GAMPANG, IBU-IBU JUGA PASTI PADA BISA...

    Ayolah Bu Mandow...

    Gampang Bu, pasti juga pada bisa.


    Nah, PADA SUATU HARI, IBU SAYA & TANTE YANTO (istri local staff di PRI-ME), BELANJA KEPERLUAN KANTIN DHARMA WANITA DI TOKO CINA, SUNWAH namanya.

    SAAT TENGAH BELANJA, TAU-TAU LIAT TANTE MANDOW SEDANG BELANJA JUGA... MAKA, MENDEKATLAH MEREKA KE MANDOW.

    BU MANDOW...!, Ibuku dan Tante Yanto menyapa.

    EH, RUPANYA TANTE MANDOW TERKEJUT! BARANG YANG BARU SAJA DIAMBILNYA DARI FREEZER TOKO SUNWAH LANGSUNG JATUH KE LANTAI KARENA KAGET TADI!

    AITS!!! ADUH JATUH!

    AUH, MAAF BU MANDOW.. AIH, LAGI BELANJA APA ITU?
    LHO KOK?? LHO KOK?? KOK PANGSIT PITA??
    OOHHH... JADI SELAMA INI TUH BU MANDOW BELI???

    EH, ENGGAK-ENGGAK, BIKIN SAYA... INI LAGI MALES BIKIN AJA... (dalam hati, aduh ketauan!)
    BIASANYA BIKIN KOK SAYA (waduh! gawat nih!)

    OH GITU, YA UDAH BU MANDOW, MAAF YA NGAGETIN. SLAMAT BELANJA...

    Nah, terus fakta itu lambat laun tersebar ke ibu-ibu di kantor.

    IBU-IBU, RUPANYA SELAMA INI BU MANDOW BELI PANGSIT PITAnya, BUKAN BIKIN...!

    AH MASA? TAU DARI MANA?

    KEMARIN KAMI KETEMU BU MANDOW DI SUNWAH, EH LAGI BELI PANGSIT PITA YANG PERSIS DENGAN YANG DIAKUINYA BIKIN SENDIRI ITU... TRUS KAGET DIA...
    COBA AJA KAPAN-KAPAN IBU-IBU CARI DI TOKO SUNWAH, PASTI NEMU MAKANAN ITU...

    OOH GITU, JADI SELAMA INI DIA BOHONG!
    WAH, AWAS YA MANDOW! KETAUAN KEDOKNYA!

    PANTESAN GAK MAU NGASIH TAU CARA BIKINNYA... PANTESAN GAK MAU NGAJARIN...

    Begitu Tante Mandow tiba di kantor, ibu-ibu sudah menunggunya di dapur.

    MANDOW!! JADI RUPANYA SELAMA INI BOHONG YA???

    BOHONG APAAN?

    AH, JANGAN NGELAK, ITU PANGSIT PITA, BELI KAN??

    ENGGAK, BIKIN SAYA... (dengan tampilan muka dan suara yang "sexy" malu)

    BELI!

    BIKIN... (makin malu)

    AH BELI! BU ANDRA (ibu saya) SAMA BU YANTO KEMARIN LIAT KOK! JANGAN BOHONG!

    EEH..EEH.. ADUH, ADUH, ketauan saya...

    HAH... BILANG APA TADI? KETAUAN KAN?

    RUPANYA SELAMA INI BOHONG...

    EIH, AMPUN-AMPUN... MAAF IBU-IBU... AH, MALU SAYA... IYA-IYA SAYA GAK BOHONG LAGI...

    NAH, UDAH... KALO BELI YA BILANG AJA BELI... JUJUR LAH...

    AH IYA, IYA, AMPUN, AMPUN. MALU SAYA. GAK LAGI-LAGI.

    Kapokkah Tante Mandow??? Wallauhualam. Semoga. SEBAB, KALO NGULANGIN PERBUATANNYA ITU, NANTI JADI BAHAN KETAWAAN LAGI...

    Mandow Mandow...

    MANDOW-MANDOW KETAUAN.
    TERNYATA DIA BELI...

    AH, BIKIN SAYA...

    AH ITU UDAH KETAUAN SAMA BU ANDRA DAN BU YANTO LAGI BELI DI SUNWAH...

    MANDOW-MANDOW KETAUAN
    BELI, BELI, BUKAN BIKIN. Hahahaha..........

    BalasHapus
  31. Dear ananda, please deh ah. Berhentilah bikin onar yang menurutmu lucu dan unik. Semua sudah jadi bagian dari masa lampau. Tidak usah kamu bawa-bawa ke masa kini. Nanti kalau ketemu tak jitak kepalamu!!

    Kamu kok masih kayak dulu aja sih? Tetep aja ya suka nggoda orang................?

    Maaf untu semua teman-teman. Inilah "Si Bebek Jelek" in action! Tolong jangan dianggap serius ya?!

    BalasHapus
  32. Allow juga Mas Andri. O gitu ya ceritanya?
    Btw, you're so lucky to have such a wonderful and loving mother like yours.
    //Deee... Tante Julie Ge-er tuh...he..he..

    BalasHapus
  33. Kikikiki.......... malu-maluin dan unik bener 'kan anak saya?!

    Untuk semua yang merasa tersinggung, saya emaknya cuma bisa minta maaf lahir batin. Haiya!! Terima kasih ya kang Husein.

    BalasHapus

Pita Pink