Powered By Blogger

Jumat, 24 Oktober 2008

BALLADA PEREMPUAN DESA YANG TERLEMPAR

Perempuan muda itu menangis. Tidak di pelukanku. Tidak juga pada siapa-siapa. Dia menangis sendiri, di dadanya yang sesak.

Umurnya belum lagi duapuluhlima tahun. Menurut pengakuannya masih kurang setahun. Tapi dia sudah bersuami dan beranak perempuan lima tahun. Anak yang tak pernah dituntunnya, apalagi dibelainya.

Perempuan itu datang kepadaku di suatu pagi. Ketika embun baru saja menuntaskan tuagsnya. Dan burung-burung malam terbang pulang ke sarang.

Wajahnya pasi, tak bergairah dan mendung. Seperti gugusan mega kelabu di kejauhan angkasa sana. Siap menumpahkan hujan air mata diselingi getaran halilintar yang menyalak malu-malu. Lalu bibir itu bergetar menumpahkan gundahnya. Di suatu pagi belaka.

-ad-

Dia tak tahu harus bilang apa. Sebab tak ada apa-apa yang terjadi padanya.

Kakinya yang kekar sampai di tanah perantauan ini menumpang tunggangan orang. Atas nama nasib dan kehendaknya sendiri.

Semula ditinggalkannya hamparan sawah serta bubur lumpur ke negeri tetangga semata. Demi rasa ingin tahunya dan harapan akan seringgit-dua ringgit dalam genggaman,

Ditinggalkannya kebahagiaan yang seharusnya ada di sisi lelaki piihannya. Seorang kesatria jantan yang meleburkan diri dalam pengapnya kebisingan Jakarta.

Disishkannya biji matanya tanpa kenal iba, demi menggapai keinginannya hidup lebih layak.

Perempuan itu hanya satu di antara banyak perempuan tak berdaya. Laskar pejuang yang hanya kenal bambu runcing. Tanpa sepatah kata bahasa penjajah yang akan dihadapinya di medan perjuangan kelak. Perempuan yang terlalu sederhana.

-ad-

Dia meratap tanpa mengerti apa yang diratapkannya. Dia ketakutan tanpa tahu apa yang ditakutinya. Dia membisu tanpa memahami mengapa dia harus membisu. Semua hanya kegalauan semata. Dan dia tak tahu apa makna kegalauannya.

Tidak juga kami, ketika dia merebahkan dirinya di pelukanku. Kuraih kepalanya, kucari wajahnya, kususuri segala lekuk likunya, gurat-gurat pembuluh darah disitu.

Mata itu begitu dangkal. Garis mulut itu nyaris mengerucut. Menuju kesatu titik, sudut kesepian.

Kususuri setiap helai rambutnya, yang menyembul kusut masai di balik kerudung gelapnya. Kuurai dan kusisiri dengan jemariku disertai lantunan lagu dari dalam lubuk hatiku. Dendang seorang ibu yang menimang anaknya, mengharap mereka tenteram bersama irama gita yang lembut. Ave Maria! Perempuan itu sumber cinta kasih. Dimana buaian adalah kedua tangan halusnya.

-ad-

Lalu perempuan desa itu menumpahkan semua bebannya. Mencari penawar disetiap bujuk rayuku. Mencoba mengerti arti kini dan kesehariannya.

Mata itu terpejam. Kemudian membiarkan bola-bola matanya lari sendiri. Kesegala arah yang kutunjukkan. Juga mindanya mengunyah, menggigiti kata-kataku. Yang mengalir satu arah. Sama gencarnya dengan derai sungai di musim penghujan yang digelontorkan alam dari hilirnya di pegunungan sana.

Terkuak sudah pintu jeruji yang selalu dielusnya dalam sapuan kain basah air mata kerinduan. Nafaskupun mulai teratur mendengkur bersama diriku yang terbaring tidur. Mendekapnya. Perempuan desa yang tak berdaya. Serta menghembuskan nafas lembut kehidupan. Dunia jadi tenang, namun tak temaram. Kerjap bintang di langit sana ada mencurahkan sinarnya meski hanya sepercik. Menebar senyum, bersama rembulan yang mengangguk-angguk keletah.

-ad-

Perempuan itu melanjutkan jalannya. Di sisiku belaka. Dengan kepala separuh tengadah, meski sigap menangkap kerikil dan bebatuan yang mneyerak tak beraturan di bumi Allah.

Tapi, manusia tetaplah budak nafsu jua. Walau tak kering mulut bertasbih jiwa melambungkan doa. Jika tak kuat biduk dikayuh, tak cukup baik dia dibangun, maka karang di lautan siap menahan. Memurukkannya ke pusaran sepi dan kebimbangan.

Maka tak ada cerita lain. Selain kulepas dia dari genggamanku. Perempuan desa sederhana itu. Yang seperti pohon sengon di pinggir tegalan di kampung kakekku. Menjemput semua kemauannya yang diaturnya sendiri.

Kututup pintu hatiku. Kukunci pintu rumahku. Tanpa kehalusan tanganku yang dulu pernah kupakai membukanya untuk menyambut si perempuan desa.

Disana, di kejauhan, di luar pagar rumahku, tak dalam bentangan tanganku, perempuan itu berjalan seorang diri. Mengikuti nafsunya, meninggalkanku. Entah kemana, ke arah yang tak terbaca sebab dia adalah dirinya yang papa.

Selamat jalan perempuan desa, yang terlempar bersama putaran nasib. Dan tak hendak kuentaskan. Jemputlah dirimu di terminal impianmu sesaat. Yang tak jelas menjanjikan apa-apa untuk masa depanmu. Sampai jumpa, seandainya takdir kita mengarah ke satu titik yang sama, pertemuan dan petemuan berikutnya. Tetapi mungkinkah itu?

(KISAH SUMIATI PEREMPUAN PRIANGAN YANG TERHANYUTKAN NAFSU)

Bishopscourt, awal musim panas 2008.

44 komentar:

  1. Tante, itu Teh E? kenapa? pergi nggak pamit? atau kenapa?

    BalasHapus
  2. entah lah ...apa yang dia ingin kan
    semoga dia dilindungi yang maha esa

    BalasHapus
  3. Bunda..kungintip dulu aja yaa...:D

    BalasHapus
  4. lha...jadi dia pamit tanpa tujuan gitu?
    ampun minaaaaah...belom pernah liat map betapa jauhnya dia
    dari si kang mas yang sedang melebur diri di kebisingan dan
    pengapnya jakarta?
    oalaaaaah...rffot deh nglayanin yang begitu emang mba..
    disini kwintalan tuh yang begitu,

    BalasHapus
  5. Dia adalah seseorang yang datang menghambur ke pelukanku dan kemudian pegi begitu saja. Seperti burung di jendela kamarku pagi tadi........

    Perempuan yang mengisi lemari kosong hatiku.

    ?????

    BalasHapus
  6. Semua doa tercurah padanya begini.
    Tapi dia tak lagi punya mata hati.
    Biarkan dia pergi melintasi samudra kehidupan
    ke arah gubuknya sendiri...........

    BalasHapus
  7. Silahkan teteh, gpp. Please feel free.
    Thank's for the viewing.

    BalasHapus
  8. Betul.
    Makanya saya dulu kepengin dari tanah Melayu ada ceritanya
    Buat pelajaran saya di pengasingan sini.

    Doain aja mbak apa yang akan kami ambil adalah keputusan dan langkah yang tepat. Buat dirinya dan buat kami.

    BalasHapus
  9. itulah.
    kita kan ngarepinnya yang katanya jago nulis dong
    yang mempersembahkannya...masa ogud? hihihi...
    tapi sayang, katanya yang jago nulis gak pernah
    ketemu sama yang bermasalah, ketemunya yang beruntung kwabeh..
    duh adoooooh...maen2 dwooong ke shelterrrrrrrrrrr..........

    BalasHapus
  10. semoga...ini bisa jadi hikmah buat nya
    dan samudra yang bergelombang yang iya rentasi mudah mudahan
    ada tepian nya...

    BalasHapus
  11. Sekarang bu Ogud ajah deh nyang ke Shelter, okeh?
    Bukan perintah lho, cuman penasaran dengernyah.........

    BalasHapus
  12. Amin. Ya harapan kita samudra bertepi gitu lah..........

    BalasHapus
  13. semoga di suatu saat nanti "dia" menyadari ........

    BalasHapus
  14. hihihi insyaallah mba..
    kita (ikawa) sudah minta jadwal minggu ke dua tiap bulan
    jam 11-2, ikawa berkunjung sambil berkegiatan sosial misalnya
    ngajarin bikin kue kek, ada yang pinter jahit ya ngajarin jahit dll deh
    yang bentuknya knowledge transferring. makan siang & sholat dzuhur bareng termasuk di hari itu. Nah moga2 dapet banyak masukan tentang nasib mereka sebelum & sesudah masuk shelter.

    BalasHapus
  15. Semoga......
    Saya sudah give-up. Percuma saya bicara dan menyuntikkan semangat.
    Ingatannya cuma sesaat, dan segera lenyap bersama SMS sang suami.
    Ampooooon............

    BalasHapus
  16. Ya Allah sampe segitu jauhnya dia mengikuti nafsunya ..............

    BalasHapus
  17. Kasian euy... Perihnya hidup, hiks

    BalasHapus
  18. punya ingatan memang serba sulit bunda...ada yang susah payah melupakan, berlagak melupakan, tapi ada pula yang selalu rindu dengan ingatan-ingatan, bahkan bila ingatan itu menyakitkan sekalipun...

    BalasHapus
  19. Itulah kenyataannya.
    Sekarang dia lagi dibawa ke dokter saya minta dikasih obat sedasi, karena kayaknya dia mulai halusinasi. Berarti menjurus ke..........?

    Hiiiii.......... merinding aku, mana majikannya masih seminggu lagi di Malaysia, dan suami saya beru lusa sampe di rumah habis perjalanan dinas.

    BalasHapus
  20. Itulah kenyataannya.
    Sekarang dia lagi dibawa ke dokter saya minta dikasih obat sedasi, karena kayaknya dia mulai halusinasi. Berarti menjurus ke..........?

    Hiiiii.......... merinding aku, mana majikanny amasih seminggu lagi di Malaysia, dan suami saya beru lusa sampe di rumah habis perjalanan dinas.

    BalasHapus
  21. Jadi enake kepiye ya mbak Wina?
    Nggak punya ingatan? Walah nggak bisa ngapa-ngapain dong ya?
    Doain aja ya mbak supaya selesai dengna sempurna.

    BalasHapus
  22. Tapi yang dikasihani nggak mau dikasihani.
    Dia udah milih jalan hidupnya sendiri teh Rini, karena udah terlanjur perih dari semula barangkali. Jadi kepengin segera bahagia, apapun resikonya (pulang tanpa bawa uang karena memPHK diri sendiri).

    Beruntunglah nasib kita....... dibanding dia.

    BalasHapus
  23. wah jangan dong...ntar sama dengan yang telanjan n menggelandang di jalan jalan..hihihih, iya bunda doa selalu terkirim
    BTw, makasi doanya juga, mulai hari ini sudah ada pengganti Mamak-nya anak-anak, lucunya namanya sama dengan yang dulu, jadi anak-anak pun jadi gak pake sungkan sungkan...hihih, doakan juga bunda yg ini betah ikutan saya ...

    BalasHapus
  24. ini kisah E itu ya? jadi dia udah pergi?? stress kali ya bu?

    BalasHapus
  25. Tuturan Mbak Julie sangat indah. Mengingatkan saya dengan sosok-sosok lain yang serupa dengan Sumiati yang juga sempat bersinggungan dengan perjalanan hidup kami, dan kami-pun tak mampu menggapainya, karena dia lari sendiri menggapai impian atau fatamorgana di sana?

    BalasHapus
  26. Ya Allah, bejane mbak Wina. Bisa-bisanya dapet yang namanya sama. Ikut bahagia dengarnya. Semoga bertahan sampe anak-anak mulai beranjak besar dan bisa diajak mandiri.

    BalasHapus
  27. Hmmmmm........
    Kisah seorang perempuan desa yang sederhana kok bu.

    BalasHapus
  28. Terima kasih mbak Manik. Saya cuma menuliskan apa yang ada di ujung jemari saya. Syukur kalau bisa dinikmati orang.

    BalasHapus
  29. Oalah E... mbok yao kau turuti apa yang BUnda Julie katakan... agar kau selamat.......

    BalasHapus
  30. Sulit mbak. Dia terlalu lugu. Dia terlalu sederhana (cara pikir dan pandangnya).
    Saya sudah mencarikan jalan terbaik. Tapi dia memilih jalannya sendiri.
    Kamis edang emnunggu majikannya kembali dari dinas (tournee), dan siap untuk mengantarkannya pulang untuk keselamatan dan ketenteraman semua pihak.

    Terima kasih ya mbak moral supportnya sangat menyejukkan.

    BalasHapus
  31. Sulit mbak. Dia terlalu lugu. Dia terlalu sederhana (cara pikir dan pandangnya).
    Saya sudah mencarikan jalan terbaik. Tapi dia memilih jalannya sendiri.
    Kamis edang emnunggu majikannya kembali dari dinas (tournee), dan siap untuk mengantarkannya pulang untuk keselamatan dan ketenteraman semua pihak.

    Terima kasih ya mbak moral supportnya sangat menyejukkan.

    BalasHapus
  32. Ini teh cerita beneran bunda...??? waahhh... mengharukan...

    cateeettt : pembelajaran baru dalam hidup... :D

    BalasHapus
  33. Ini diary sastra saya atas catatan kehidupan hampir sebulan ini. Realitanya ada di site satunya.

    Silahkan catat. Saya memang cuma bisa bikin catatan harian.

    Yu Devi, cobain deh bikin diary dengan bahasa sastra. Puas banget di hati selesai menuliskannya. Selamat nyoba ya..........

    Jadiin pengalaman mengandung dan membesarkan si kecil di dalam perut sebagai topik diary yu Devi. Pasti mengesankan hasilnya.

    BalasHapus
  34. maunya seh bunda... tapi sastra ku tidak sebagus bunda, jadi malu... hehehheheh

    oia... aku mah cuma punya 3 sastra bunda, suamiku, papahku, dan papah mertuaku... (ketiganya namanya sastra... :D)

    BalasHapus
  35. Saya juga nggak bagus yu. Dulu-dulunya lebih nggak ada artinya lagi. Asal bunyi, tapi kemudian saya latih trus dengan nulis di diary (yang bentuknya buku itu. Malah terakhir buku dikunci). Coba aja. Boleh nanti saya kasih saran kalau memang perlu dikasih saran. Buruan coba........

    BalasHapus
  36. hihihihihi... bunda neh ga sabaran juga ternyata... InsyaAllah ya bunda, soalnya skarang lg kurang suka nulis panjang2, maklum udah mo bentar lg harinya...:D

    BalasHapus
  37. Oh oke. Ditunda. Kapan sih due-datenya? Lha nanti diarynya dibikin setelah si dede lahr dengan thema bayinya dede. Ou. pasti menarik dan jadi "kado" terindah kalo dia sudah dewasa. Anak saya aja masih nyimpen. Tapi sekarang yang 'gerah" malah saya, lha di situ ada foto-fotonya juga. Saya masih kuruuuus kering ada "gantungan temapt sabunnya" di leher (ngerti 'kan?!) itu lho kelihatan tulang selangkanya........ Mau saya buang diary bayi itu, nggak boleh sama yang punya. Ada memorynya katanya.......

    BalasHapus
  38. hahahhahah... iya bunda rencananya mau diarsipkan semua sejarah tentang si d2...

    seruuuu, bener tuh... jarang2 orang dulu punya arsip kelahiran yang lengkap, makanya beruntung anaknya bunda... bunda orangnya telaten, jadi lucu aja ngenang masa dulunya.... biarin atuh kaya gantungan tempat sabun juga, suamiku dulu saking kurusnya disebut papan penggilesan... itu loh bunda yang biasanya dipake nyuci sama orang2 dikampung... :))

    BalasHapus
  39. bagus tante penuturannya, pembaca bisa seperti ikut terhanyut. Pemilihan katanya pas, menurutku. Senang rasanya membaca tulisan2 tante yg bentuk sastra begini.

    BalasHapus
  40. Ah masa' iya sih nak? Biasa aja kale........?!
    Semua tulisan di diaryku dari jaman heubeul gayanya begini semua sih. Jadi, gimana yah? Untukku wajar-wajar aja jadinya. Justru aku seneng masuk baca tulisan di site mas Andi (secara tersanjung gitu lho nenek-nenek dijadiin kontak sang muda belia) yang jelas-jelas bagus isinya dan ada mutunya. Mutu manikam, lagi. Hahahahaha............

    BalasHapus
  41. Dari penderitaan kita, ternyata ada yang lebih menderita.
    Terbayang wanita yang entah berantah menggantungkan nasib, terlunta-lunta di negri yang serba asing baginya.
    Salam

    BalasHapus
  42. Ibu, saya pengen sekali bisa menulis seperti Ibu. Saya pernah buat puisi, kata temen saya kurang nyastra...Gimana ya? Padahal say sudah berusaha se nyastra mungkin...
    //Btw, kasihan ya si gadis priangan itu...

    BalasHapus
  43. Halah, jangan putus asa! Saya juga nggak bisa nulis yang nyastra-nyastra amat. Tapi dari dulu gaya saya kalo ngisi buku harian udah dengan bahasa yang begini. Silahkan dicoba nulis terus kang, pasti lama-lama juga berhasil.

    Saya lihat di Mp ini banyak site yang isinya nyastra tuh, malah jauh lebih bagus daripada tulisan saya. Makanya saya juga suka "tengok kanan tengok kiri" belajar dari teman-teman Mpers lainnya. Selamat belajar dan mencoba kang. Barangkali nanti ada yang tertarik untuk kasih pendapat supaya lebih "manis" dibaca. Siapa tahu toch?

    BalasHapus
  44. Ok, Tante... Makasih banyak infonya. Saya juga kalo mau nyebrang suka tengok kiri, tengok kanan koq..Kata anak saya itu CAMEJASA (Cara Menyebrang Jalan Supaya Aman) heee...

    BalasHapus

Pita Pink