Powered By Blogger

Jumat, 18 Juli 2008

DALAM JARING CINTA

Aku termasuk makhluk yang beruntung. itu harus kuakui dan kusykuri. Kemarin tetanggaku di kampung sebelah, mengumpulkan para perempuan Indonesia yang jumlahnya tak lebih dari jumlah jari di kedua belah tangan. Kami berbagi pengetahuan dan keterampilan sambil makan siang bersama. Si nyonya rumah yang kecil-mungil itu ternyata sangat terampil. Disuguhkannya aneka hidangan sedap serta peragaan membuat kerajinan tangan yang cantik dilihat. Setelah itu tanpa diduga, dia menghidangkan kue ulang tahun buatannya, sambil mengucapkan selamat ulang tahun padaku.

Aku terpana tak habis pikir. Seumur hidupku, ulang tahunku biasa berlalu begitu saja. Tapi, tak dinyana, di tempat yang jauh serta dingin ini ada kehangatan untukku. Yang kemudian terasa jadi sangat istimewa.

-ad-

Aku makhluk biasa. Tak banyak perbuatanku yang menyenangkan orang. Tapi dengan caranya yang indah Tuhan telah menegurku untuk lebih memperhatikan sesama manusia di sekitar lingkunganku.

Mula-mula aku menirunya dari keluarga pimpinan pertama suamiku. Ketika itu di Kanada, tahun 1984 sampai 1985 kira-kira setahun setengah kami bersama-sama dengan keluarga Prof Hasjim Djalal. Beliau disertai istri dan dua orang purtra-putrinya saja.

Gaya kepemimpinan beliau sangat luwes. Sekalipun jabatan beliau adalah Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, tapi beliau bisa bergaul dengan santai. Siapapun yang berada di sekitarnya akan merasakan kenyamanan. Bu Zurni, istrinya, pandai menyanyi dan menginspirasiku untuk juga mencoba bernyanyi di dalam acara-acara kantor suami kami. Tak pernah sekalipun beliau menertawakanku, meskipun penampilanku cukupan. Baginya, asal aku mau mengisi acara, sudah baik. Upahnya kemudian, berupa nasi Padang yang lezat lengkap dengan gulai daun pakis dan seringkali masih ditambah dengan soto babat.

Tidak saja kepada kami para diplomat, terhadap para local staff beliau juga tak menjaga jarak. Seringkali kudapati teman baruku Iena beru Bukit istri dari abang Ginting tiba-tiba kelabakan karena pak Dubes dan ibu menyatakan ingin makan masakan Iena di apartemennya. Kalau sudah begitu, Iena akan segera menyiapkan hidangan sedapat-dapatnya dan merapikan kedua balitanya supaya pak Dubes dan ibu layak duduk di dalam rumah mereka. Tapi, kemudian menurut Iena, ternyata bapak Dubes dan ibu memilih duduk di area dapur sambil mengangkat kaki layaknya di dalam rumah tinggal beliau sendiri. Tinggallah Iena dan bang Us suaminya, tertawa gelak-gelak menyadari kerepotan yang telah mereka ciptakan sendiri. 'Bapak makan dengan tangannya segala apa yang kumasak," celoteh Iena memamerkan kebahagiaannya.

Lain kali mbak Tanti istri pak Ghandono giliran bercerita bahwa tanpa di duga ibu Hasjim mampir ke gerai kosmetik yang dijaganya di dalam sebuah toko terkenal. Permintaannya cuma satu, mencoba parfum-parfum jualan mbak Tanti lebih dulu sebelum kemudian memutuskan membeli keesokan harinya. "Ibu nggak ragu-ragu minta pendapat saya, dan kalau saya katakan tidak cocok harumnya dengan tubuh ibu, beliau tidak tersinggung,"  kata mbak Tanti suatu hari disela-sela obrolan santai kami di rumah salah seorang teman.

Maka berombonganlah masyarakat Indonesia di Ottawa dan Montreal mengunjungi Wisama Duta Rockliffe jika beliau mengundang dalam acara dinas. Semua merasa senang dan diperhatikan oleh KBRI.

Tidak saja kepada para pegawai dan masyarakat, kepada staff rumah tangga belau sendiripun dicontohkannya bagaimana menciptakan penghargaan. Pembantu beliau yang diambil dari Jawa Tengah disapanya dengan Lik Ati dan Lik Ma'rup. Sementara si gadis Minang mendapat julukan Ni Nung. Pak Yoyon sopir pribadi ibu yang telah mengabdi sekian lama juga mengakui betapa dia merasa nyaman bekerja pada keluarga beliau. Begitulah kemesraan yang diajarkan kepada kami, yang menjadikan kami senantiasa tergerak untuk mengikutinya.

Tak heran jika pada suatu hari suamiku dengan terpaksa dan tergugup-gugup lagi-lagi duduk di belakang setir Buick bapak Duta Besar dengan membawa seorang Menteri di belakangnya.

Sebagai staff termuda, suamiku kebetulan ditugaskan di bidang Protokol. Pagi itu tetamu dinas, bapak Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim harus berangkat menenmui pejabat pemerintah Kanada. Sayang, sampai waktu yang ditetapkan sopir dinas belum siap berpakaian, sehingga atas inisiatifnya sendiri suamiku memberanikan diri mengendarai mobil Duta Besar yang terkenal panjang dan lebar itu.

Tak dinyana, jarak kursi ke pedal rem dan gas sangat jauh tidak sesuai dengan ukuran tubuh mungil suamiku. Sementara untuk mengesetnya kembali sudah tak sempat. Akibatnya, suamiku duduk tanpa bersandar dan memainkan kakinya sedemikian rupa penuh kewaspadaan. Untung sampai juga dengan selamat sekalipun disertai cucuran keringat yang membanjir di musim dingin diikuti tawa bapak Duta besar yang menerima laporan suamiku.

-ad-

Kenangan manis itu terus saja mengikuti kami. Menginspirasiku untuk senantiasa berada di tengah-tengah masyarakat. Seperti di rumah Echi Ismail siang itu. Alangkah nikmatnya kebersamaan, sayang untuk diabaikan. Andai waktuku masih panjang, aku ingin mengajarkan kepada seluruh anak-cucuku untuk menata hidup mereka dengan persahabatan dan kedamaian. Mungkinkah itu?

33 komentar:

  1. wataaaw..headshot-nya baru
    *komen yang nyambung nanti yaa* :D

    BalasHapus
  2. InsyaAllah bunda.....semoga semua keinginan bunda terkabulkan yaaa

    BalasHapus
  3. InsyaAllah bunda.....semoga semua keinginan bunda terkabulkan yaaa

    BalasHapus
  4. Gak usah komen Cha. ini cuma sekeda memory aja kok. Tengkyu ya......

    BalasHapus
  5. Terima kasih. Aduh jadi malu..........

    BalasHapus
  6. komen dulu baru baca ah..hehehe
    pa kabar mba?
    ni lagi sempet ngintip2 sambil ngumpul sodara2

    BalasHapus
  7. terima kasih untuk cerita ini budhe ... mengingatkan aku akan indahnya persahabatan dan kasih sayang terhadap sesama ....

    *headshotnya makin segar budhe*

    BalasHapus
  8. yg nyetirin mobil panjang dan besar itu hehehe ( lagi ngebayangin segede apa ya mobilnya?? )

    BalasHapus
  9. Sayang ya....saya belum pernah dibawah kepemimpinan beliau.
    Mbak Julie....selamat ulang taun juga ya...

    BalasHapus
  10. kenangan indah memang menyenangkan untuk diingat kembali tante....... =)
    hehehe

    BalasHapus
  11. Alhamdulillah baik. Selamat makan enak di kawinan ya! Pasti pake cateringnya keluarga bu Dadang atau Rolika. Sebab itu yang dulu ngetop di kampungku.

    BalasHapus
  12. Sebab udah tua niy........... Kayaknya nggak pantes "dipamerin" ya? xixixixi......

    BalasHapus
  13. Merem dulu mbayanginnya, pokoknya kalo dibandingin tubuh suamiku ya jelas guedhe banget........... Kalo dibawa jalan di kampung nenek moyang kita, nggak bisa papasan sama mobil, angkot atawa dokar yang selisipan. Kebayang ya?

    BalasHapus
  14. Terima kasih ucapannya. Sebentar lagi giliran mbak Irma tuh. Teh Senny, hayu geura mulai ngumpulin nostalgia ikut suami jadi abdi negara alias pamong praja di LN, ternyata kalo dipikir-pikir ada yang bisa dipettik buat pelajaran lho.............

    BalasHapus
  15. Heu-euh, terutama pelajaran moralnya itu. Kan lumayan kalo ditiru anak-cucu nanti.

    BalasHapus
  16. ogitu yaaa...
    tapi nggak tuh mba, kbetulan yang nikah
    anak hotel..
    jadi dia mengerahkan pasukannya
    untuk jadi wedding planner...
    anak muda penuh kreasi..
    top.

    BalasHapus
  17. Ayay......! Udah selesai. Anakku lagi mau pergi gathering sama anak-anak RSA di studio radio mereka, baru siang nanti mau outing dengna aku ke Robben Island, penjara para tapol di tengah laut itu.....

    BalasHapus
  18. Another bunda's nice story......senang mba baca kisah2 seperti ini....jadi ingat lagi dengan Dinopati, dulu sempat menjadi adik kelas saya semasa di SMP AL-Azhar.

    BalasHapus
  19. Ya saya sih cuma sekedar ngerekam kenangan keluarga aja, yang kira-kira bisa jadi pedoman buat anak-cucu kelak. Dinopatti? Betul dia dulu di Al Azhar sama Adhyaksa Dault katanya sih. Nah, waktu di Ottawa itu dia udah kuliah di Carleton University (kalo nggak salah inget) terus dia nerusin ke Simon's Frazer di British Columbia karena bapaknya ditarik pulang, tugasnya habis. Dini, juga tinggal. Dia masih SMP apa baru masuk SMA terus nerusin di Kanada juga sama Dino. Yang udah misah Iwan (yang ada di blog-blog saya terdahulu, dia di Washington).

    Ayo teh Dewi, bikin kayak saya, cerita-cerita "indah" buat kenang-kenangan keluarga. Mumpung kita belum pikun nih....

    BalasHapus
  20. Saya senang sekali bacanya, Bunda. Dan apa yang Bunda ungkapkan dan inginkan menjadi keinginan saya juga, agar bisa selalu berbuat baik kepada orang lain, membuat orang merasakan kenyamanan saat bersama kita, dan tak menjaga jarak dengan siapa pun. Semoga Allah memberkati Bunda sekeluarga, juga keluarga Prof Hasyim Jalal, orang yang telah menginspirasi Bunda..

    BalasHapus
  21. Terima kasih mbakyu. Begitulah hendaknya orang bergaul. apalagi ke;luarga pamongpraja seperti keluarga kami, harus bikin "rakyat" nyaman dan nggak takut berhubungan dengan kantor suami kami. Ya toch?!

    BalasHapus
  22. dearest bunda, happy belated b'day, semoga sehat selalu, semoga semua yang dicitakan terwujud sesuai harapan, kami ikut meng amin i semua cita dan harapan yang terbaik buat bunda......

    BalasHapus
  23. Matur nuwun jeng. Setiap doa teman-teman dimanapun adalah keindahan dan kebahagiaan tersendiri untuk saya. Semoga Allah berkenan membalas doa panjenengan dengan kesehatan yang prima dan rejeki yang barokah. Amin.

    BalasHapus
  24. Betul sekali, Bapak Hasyim Jalal dan ibu memang seorang pemimpin sejati,bisa memberikan suri teladan untuk yang muda2 seperti kami saat itu.Enak untuk di kenang dan indah untuk direnungkan" BISAKAH KITA MENCONTOH SEPERTI BELIAU". Insya Allah.Dan kami,kebetulan hampir 3 tahun di bawah kepemimpinan beliau sewaktu di Bonn Jerman thn 90 an.

    BalasHapus
  25. Kesimpulannya : Setiap isi di blog saya nggak "faking", yak bu?

    BalasHapus

Pita Pink