Powered By Blogger

Jumat, 27 Juni 2008

KUTAHU TUHAN ITU ADA

Aku bukanlah seorang penganut agama Islam yang baik. Itu kusadari sejak dulu. Keluargaku datang dari kampung dengan agama warna-warni. Tapi ibuku dididik oleh simbah kakungku untuk mengikuti agama beliau. Dan alhmadulillah ibuku taat mendirikan shalat termasuk di saat beliau terbaring tiada berdaya karena penyakitnya selama sepuluh tahun.

Ayahku, yang masih bersaudara dengan ibuku, penganut aliran kepercayaan yang kusaksikan sendiri di waktu-waktu tertentu selalu menyepi, diam dalam perenungannya. Dan ayahku, kuanggap manusia yang baik. Hingga akhir hayatnya ayahku nyaris tiada cacat-cela. Orang-orang di rumah mengatakan, pada waktu pemakaman beliau banyak sekali pelayat menyampaikan doa. Begitu juga kata sahabat-sahabatku yang turut ke pemakaman sekalipun waktu beliau berpulang aku sedang dalam akhir pengembaraanku yang ke dua, jauh di Eropa sana.

Sesungguhnya orang tuaku memang tidak istimewa, tapi kami senantiasa mendapat kebaikan dan pertolongan orang banyak berkat nama ayah yang kami sandang. Aku bersyukur untuk itu.

Dari kedua orang tua yang demikian ditambah kakek-nenek Kristenku, tumbuhlah aku sebagai manusia yang "sangat pas-pasan". Shalat kudirikan disaat aku tidak merasa malas untuk bangun pagi. Mengaji, baru kupelajari dengan baik setelah umurku mencapai empat puluh lima tahun. Dan aku tak malu untuk mengakuinya, karena, sekalipun aku bukan golongan muslimah yang baik, tapi alhamdulillah aku tidak pernah merasa ditinggalkanNya.

-ad-

Siang ini aku mengaku, bahwa aku terpaksa harus tidur. Memejamkan mata untuk melupakan semua ketidaknyamanan tubuhku. Aku ingin membuang ngilu dan sakit pada tulangku, juga rasa lesu dan letih yang berkepanjangan itu. Selepas mengantar suamiku ke pintu rumah untuk kembali ke kantor setelah shalat Jumat besama anak kami dan makan siang bersama, kurebahkan tubuhku di kasur. Jam sudah menunjukkan pukul setengah tiga, karena waktu dzuhur disini baru pukul satu siang. Padahal setengah empat sore nanti masuk ashar.

Rasanya aku betul-betul menyerah. Layu lunglai tanpa daya. Tapi selalu kuingat saran-saran teman-teman baikku di Mp ini. Lily bilang, lupakan sakitmu, jangan selalu merasa malang. Dian mengingatkan, jangan banyak minum obat pereda nyeri, hati-hati ginjalmu. Karenanya kucoba untuk melupakan semuanya dengan mengosongkan pikiran dan tidur. Aku sangat ingin mengikuti saran karib-karib mayaku yang penuh perhatian ini.

Tidurku memang lena. Tak kusadari senja telah merayap ke bumi. Kabut di Table Mountain dari Devil's Peak di belakang rumahku sudah turun menghadirkan panorama indah layaknya Niagara Falls di negeri tempat perantauanku yang pertama dulu. Beralun-alun bak air terjun yang gemuruh menggetarkan jiwa. Dan aku berdiri di muka jendela, mengamatinya sebaik aku bangun tidur tadi.

Subhanallah! Keluhku. Aku telah kehilangan shalat ashar karena lampu taman yang biru terang sudah menyala menandakan malam datang. Kini aku merasa sangat tiada berdaya. Kehilangan kesempatan emasku untuk bertemu Tuhanku.

-ad-

Niagara Falls memang hadir dalam mimpiku tadi. Rasanya, aku masih diriku yang dulu. Langsing, penuh gairah sekalipun memang tak juga sebaik orang-orang pada umumnya.  Aku berjalan berdua dengan mas Dj suamiku. Menyusuri boulevard yang indah penuh bunga dan rumput hijau. Kami berbimbingan mendekati air terjun raksasa ciptaan Illahi yang memimpikannyapun kami tak pernah. Terlalu jauh panggang dari api. kami hanya orang biasa yang tak akan mungkin mampu mengongkosi semua perjalanan jauh apalagi sampai ke Niagara Falls di ujung dunia sana. Tapi inilah nyatanya.

Tangan mas Dj di pinggangku. Kami berpelukan mesra. Di tubuh kami baju hujan plastik kuning terselubung rapi mulai dari puncak kepala. Di sekitar kami manusia berjejal-jejal berdiri menanti kesempatan turun ke air di bawah sana untuk merasakan sensasinya. Aku menggigil ngeri. Tapi lengan kekar itu masih ada di pinggangku, dan aku merasa aman bersamanya.

Di bawah ketinggian lima puluh dua meter, air membuncah menciptakan warna putih yang menakjubkan. Konon, pemandu wisata kami mengatakan, seratus enampuluh delapan meter kubik air setiap saat diturunkan dari atas sana ke Horseshoe Falls, tempat kami berada dalam perahu sekarang. Lagi-lagi aku menggigil ngeri. Dan lagi-lagi pula kehangatan tangan itu menenteramkanku.

Kupasang telingaku baik-baik menyimak pemandu wisata kami yang canggih itu. Konon Niagara Falls adalah bukti terakhir dari sisa jaman es belasan ribu tahun yang lalu.

Ontario, propinsi tempat tugas suamiku yang pertama kalinya di luar negeri ini berbatasan dengan New York di Amerika Serikat sana. Karena itu Niagara Falls dapat dinikmati dari dua sisi di dua negara yang berbeda. Namun dulunya di jaman es, Niagara Falls hanya berupa lapisan es setebal hampir tiga kilometer. Duabelas ribu tahun kemudian cairlah jaman beku ini sehingga menciptakan air terjun serta lelehan air yang mengalir menjadi beberapa danau dan sungai, di antaranya Niagara River dan St. Lawrence River tak jauh dari "kampung" kami di Kanada sini. Menakjubkan.

"Di tengah sana ada Pulau, Goat Island, namanya," kudengar pemandu wisata kami menunjuk ke kejauhan. "Pembatas dengan wilayah Amerika Serikat," lanjutnya lagi sambil terus mengarahkan pandangan ke kejauhan. Kabut tipis serupa uap menyeruak ke angkasa, dilanjutkan dengan penjelasannya "selama musim dingin, air itu tak pernah membeku dan senantiasa menyiratkan keindahannya yang abadi." kami terus menyimak. Suamiku menempelkan hidungya di rambutku, "seperti keindahan wanita,' bisiknya mesra. Aku tersenyum padanya dengan gigi-gigiku yang gingsul.

Tak habis-habisnya kami menikmati keagungan Tuhan di Niagara Falls, sekalipun kami tahu kami butuh waktu semalam penuh untuk kembali ke Ottawa dengan kendaraan kecil yang disupiri sendiri oleh suamiku. Bayangkan, dari kota besar terdekat, Toronto saja, Niagara Falls berjarak seratus duapuluh kilometer. Tapi hati kami sudah terlanjur tertambat pada keindahannya, maka kami habiskan sore itu hingga tengah malam dengan menyaksikan pendaran kembang api raksasa yang baru sekali itu seumur hidupku kusaksikan. Perayaan Canada Day. Hari nasional bangsa Kanada yang jatuh satu Juli untuk memperingati bersatunya daerah-derah koloni Inggris dengan propinsi-propinsi lain pada tahun 1867.

Si Genduk dari desa berdecak kagum dan tak jemu-jemu memandang langit yang seketika meriah penuh warna. Bunga-bunga api merah, kuning, hijau dan biru berpendaran memekakkan telinga. Menyadarkan diriku bahwa aku hanya seorang perempuan desa dari tengah Bogor yang sepi.

Tiba-tiba aku tersadar kembali. Niagara Falls itu cuma dalam mimpi tidur siangku. Yang melontarkan aku ke masa muda. Yang kemudian menyadarkanku bahwa diriku kini sudah diambang senja. Maka sepatutnya aku bersujud. Menyembah padaNya, mengakui betapa agungnya Tuhanku. Aku tahu, Tuhan itu ada, Setiap saat, terlebih-lebih ketika aku dilanda bingung seperti malam Minggu yang lalu. "Keagungan Tuhan" muncul menjadi penyelamatku untuk melaksanakan tugasku. Alhamdulillah, Tuhan tak membenciku. Dan dituntunNya aku selalu agar senantiasa ingat dan tunduk kepadaNya.

Kuambil air sembahyang, kubuka kitab suciku dan kuhabiskan sisa-sisa ayat suci yang belum habis kukaji, sebelum aku mulai membaca QS Al-Anfal, Tuhan datang padaku dengan caraNya yang halus. Duh, Gusti, terima kasihku hanya padaMu.

36 komentar:

  1. "bla...bla....bla....bla....bla...., amin"

    BalasHapus
  2. Semoga Allah selalu bersama kita hambanya ......

    BalasHapus
  3. *Peluk mbak Julie erat-erat*....sampai nangis mbacanya mbak..
    Keluarga kita hampir sama ya mbak....trus perasaan si genduk dari wonogiri ini pun sama persis dengan mbak ketika pertama kali dia melihat Niagara Falls:))

    BalasHapus
  4. kapan ya genduk dari kampung padasuka bisa menjelajahi bumi Allah yg luas ini? *mohon do'anya bunda*

    BalasHapus
  5. kerutan di wajah, penyakit yg mulai berdatangan dan juga rambut yg mulai berubah warna kadang menjadi pengingat kita bahwa jatah usia kita semakin berkurang.....

    BalasHapus
  6. Amin, amin, amin. Semoga nak Siti-ku juga jadi kekasih Allah selamanya.

    BalasHapus
  7. He, he...... ngaku juga dia sebagai Genduk tukang ndomblong....... kikikikik.......

    BalasHapus
  8. Saya doain ya bu Dewi. Saya bisa jajah desa milangkori karena kebetulan suami saya PNS yang kerjanya jadi pamong praja di LN. Dulu, mimpipun nggak bu, untuk sampe kesana. Saya tetap akan berdoa untuk bu Dewi.

    BalasHapus
  9. Iya, betul sekali. Walaupun rambut saya masih item, tapi sakit-sakit di badan yang udah sering direparasi di meja bedah membuktikan bahwa saya sudah nenek, Makanya sekarang lagi insap buat ibadah sebelum mati....... Terima kasih atas perhatiannya. Peluk hangat untuk orang Padasuka.

    BalasHapus
  10. mbak julie, kita cuman manusia yg bisa alpha dan punya rasa malas. aku sering punya sifat mengundur2kan waktu sholat "ah nanti aja.. masih lama ini." kalo udah kelepas, baru nyesal. kalo udah begitu, aku memisahkan egoku dari tubuhku dan ruhku. aku menganggap aku adalah egoku, sedangkan tubuhku dan ruhku adalah orang lain. sering itu bikin aku malu sama 'mereka', karena tubuhku perlu disucikan dengan wudhu, sedangkan ruhku rindu ketemu penciptanya.. aku malu mbak.. di hari2 ibuku masih hidup, dia ajarkan aku banyak hal, tapi di hari dia meninggal, dia mengajarkan aku pengampunan.. pelajaran yg paling berharga ya mbak.. Insyallah kita semua menjadi umat yg mendapat tempat terindah dan meminum air Al Kautsar.. amien!

    BalasHapus
  11. btw mbak, soal usia, ntar kapan2 aku poto kolong tempat tidur ku ya mbak. banyak botol minyak angin and gosok dari cap kapak sampek cap golok tumpul!

    BalasHapus
  12. Subhanalloh...
    Inspiratif, mbak Julie...
    Thanks yaaa... ^_^

    BalasHapus
  13. Indahnya! Aku bahagai membaca ini semua. Meneteslah air mataku. Semoga kita senantiasa diingatkanNya sebelum ajal menjemput. Semoga jeng Dian senantiasa sehat sejahtera sehingga bisa berbakti lebih baik kepadaNya. Alhamdulillah ibunda mengajarkan pengampunan. Sesuatu yang kuridndu dari ibuku, tapi keburu beliau berpulang segera setelah aku sampai di Kanda dulu. Aku hanya berharap semoga beliau juga mengampuniku dari alamnya disana............

    BalasHapus
  14. saya jadi bayangin lagi jalan2 di niagara falls nih bu,,

    BalasHapus
  15. Aku soal minyak-minyakan enggak pake sih, karena si mas Dj suamiku juga nggak suka minyak-minyakan. Paling counterpain dan sejenisnya aja, itupun jarang. Kalo kerokan aku sama anak-anak memang demen, walaupun suamiku nggak. Kita cuma berani pake minyak kayu putih dicampur vicks. Habis mau pake apalagi dong?

    BalasHapus
  16. Sami-sami mbak Na. Semoga suatu hari mbak Na bisa sampe kesana juga, subhanallah agungnya ciptaan SAng Maha Agung! (Apa mungkin karena waktu itu saya masih Genduk katrok ucul dari kandang di desa?)

    BalasHapus
  17. Merem dulu ya, biar bayanginnya lebih heboh!

    BalasHapus
  18. nice story bunda... hidup adalah perjuangan... perjuangan adalah ibadah...

    BalasHapus
  19. sakit apa mba Julie?...ikut prihatin yaa mba....semoga penyakitnya bisa sembuh sesembuh2nya.....
    Iya mba kematian memang bisa datang kapan saja........makanya harus siap dipanggil sewaktu2....salut buat mba Julie yg sudah memperbanyak bekal akhirat.

    BalasHapus
  20. seorang perempuan desa dari tengah Bogor yang sepi.

    Dont too low profile dear....come on...Bogor is not desa yang sepi........it is small town yang sejuk, nyaman dan menjadi kota wisata di jaman kecil kita dulu....
    walau kini menjadi small town yang crowded dan tetap menjadi kota wisata dan tetap pesona nya masih ada....

    BalasHapus
  21. Iya betul. Mari kita sama-sama berjuang walaupun lokasinya beda. Yang satu di tengah laut (atau hutankah?) yang satu di pinggirnya Samudarera Atlantik. Hayo....

    BalasHapus
  22. Sakit yang nggak seberapa, tapi lumayan mengganggu dan minta direparasi terus. Terima kasih komennya ya mbak Dewi. Senangnya saya bisa menjalin persahabatan dengan mbak Dewi.

    BalasHapus
  23. Ho'oh ya betul?! Tapi aku tuh rasanya tetep aja orang desa maklum ke Jakarta aja gak sebulan sekali, apalagi bisa sampe ke LN gitu, dulu-dulunga mah nggak mimpi....... Maklum sekalinya sekolah ke luar kota juga nggak bisa nginjek Jakarta, Jadi tetep serasa orang desa. *huah! nyebelinku keluar*

    BalasHapus
  24. Itu namanya low profile....tapi gak apa...low profile biasanya high profit hehehe...

    BalasHapus
  25. Ah, amin aja didoain sih. Walaupun doanya melenceng tapi saya jadi berbesar hati. Semoga uni Lily juga demikian. Amin.

    BalasHapus
  26. aduh sorry kalu komen nya tak berkenan.....doa yang mana nih?....kalu doa mah aku serius dan mudah2an tidak melenceng......karena mintanya dan doanya kepada Alloh jadi harus seriuslah.....

    tapi kalu "low profile high profit" mah kata kata klise candaan ajah yang sering aku denger.......

    BalasHapus
  27. Gpp kok bu, aku seneng aja dicandain. Mau tau aslinya aku? Kalo bercanda lebih "edun" lagi, so aku juga mohon disori ya kalo candaanku suka nyakitin. Pissss!!

    BalasHapus
  28. merinding mba bacanya..
    saya malah kebalikan,
    dari kecil solat komplit, ngaji tiap hari,
    malah jawara musabaqoh RT-RW-Kelurahan,
    sekolah 2 mcm, SD biasa & madrasah, juz ama hafffall,
    sekarang, justru umur2 begindang kok mudah sekali ninggalin solat
    khususnya kalo lagi diluar rumah
    walaupun dirumah teman. (kalo dirumah mah alhamdulillah)
    wahai teman temaaaaaaaaan...tolong ingatkan sayaaaaaaaaaa

    BalasHapus
  29. Dengan mendengar pengakuan mbak Dedet aja saya udah merasa harus angkat topi. Orang berbuat kejelekan, tapi mau ngaku, jarang-jarang lho. Marilah kita saling mengingatkan. Menurut saya inilah salah satunya tujuan saya ngempi, minta diingetn temen-temen kalo saya keliru sekaligus menimba ilmu dari mereka juga. Hidup empi!

    BalasHapus
  30. iya nih mba,
    selama bulan juni ini total saya ga keluar2 rumah,
    emang niat & sengaja,
    si iman itu kalo udah "down"
    kok susah amat mau "up" lagi,
    harus di niatin & kmudian di maintain...
    alhamdulillah ada kemajuan,
    karna saya dirumah melulu makanya saya sempet ngempi
    sambil memperbaiki iman itu looh.. doain dooong...

    BalasHapus
  31. Kalo saya dari dulu aslinya memang nggak demen keluar. Mau dibilang sombong kek, saya nggak peduli. Cuma saya ngempi baru setahun belakangan ini habis nggodain anak saya di sitenya dan nemu sitenya uni Lily, jadi keterusan. Dulunya di rumah saya cuma ngaraokeeeee aja setiap hari. Mari kita menengadahkan tangan, berdoa dimulai..........

    BalasHapus
  32. thanks thanks thanks banget mbak ku...
    memang bener, berkat ngempi ini saya jumpa 2 orang
    yang bimbing saya nih, yang satunya sampeyan,
    satu lagi ada deh pokoknya,
    saya diingetin terus dengan tulisan2nya.
    thanks mba, thanks God.

    BalasHapus
  33. Yang bimbing kita kan cuma Allah mbak. Tugas manusia sekedar saling mengingatkan aja. Saya juga merasa sangat bahagia bisa "bergandeng tangan" dengan pujaan saya. Seperti saya bilang sama almarhumah teh Lilis Suryani, mbak Tetty Kadi, kak Vivi Sumanti dan kak Ernie Djohan, ini semua seperti mimpi....... Terima kasih udah mau kenalan sama saya.

    BalasHapus
  34. adoooh...
    ini kayanya kebalik, jadi maaaluuu..
    saya yang bangga punya kawan bu konjen.
    anak2 saya pun ngintip site nya lho mba.

    BalasHapus
  35. Waow salah! Saya cuma ibu rumah tangga yang ketugasan ndampingin suami saya. Jadi saya bukan siapa-siapa. Salam but putra-putrinya ya mbak. Anak saya tadi juga ikutan ngintip sitenya mbak Dedet yang Pensi di SIK itu. Dia bilang asyik!

    BalasHapus

Pita Pink