Powered By Blogger

Minggu, 08 Juni 2008

AKHIR PERJALANAN ITU (II)

Ungkapan simpati mengalir untukku. Datangnya dari kerabat, handai taulan bahkan orang-orang yang sesungguhnya belum pernah kukenal. Semua menyatakan duka dan doa yang sama, hanya dalam formulasi kalimat yang berbeda. Seharusnya hatiku lega, sebab di dunia ini begitu banyak orang yang menyayangiku. Tapi duka bukan suatu hal mudah untuk diobati. Seperti halnya sakit fisikku yang nyaris tanpa jeda.

Dulu pernafasanku yang bermasalah. Seiring dengan itu kulitku juga. Bahkan kemudian sampai di dalam lobang telingaku. Selepas itu perutku menuntut perhatian, yang diakhiri dengan pergulatanku melawan sengatan pisau bedah berkali-kali. Sakit yang membawaku berkenalan dengan ibu Lilis Suryani, penyanyi favoriteku yang wafat karena kanker. Sekaligus membawaku tidur di ruang sesak di lorong sunyi sebuah rumah sakit. Tuhanku, kenapa aku tak boleh beristirahat dengan tenang, sambatku dalam hati. Dalam setiap tarikan nafasku senantiasa ada rasa nyeri. Yang ditimbulkan oleh bagian-bagian tubuhku sendiri, seakan tanpa batas. Terus dan terus bersambung.

Pelan-pelan pipiku basah lagi. Oleh air mata keputusasaan. Sebetulnya lebih tepat bila air mata ini kunamakan air mata sungkan, karena aku telah menguras hasil kerja keras suamiku untuk biaya pengobatanku semata. Sekaligus penyesalan karena telah mengambil jatah uang saku anak-anakku untuk ongkos pengobatan itu.

Sebetulnya suamiku tidak pernah mempermasalahkan semua biaya pengobatanku; tapi aku justru merasa malu sendiri. Dia yang bekerja keras. Siang dan malam nyaris tiada bedanya, kerja, kerja, dan kerja. Dari satu tempat ke tempat lainnya, tapi dia tak pernah menikmati hasilnya untuk diri sendiri. Sehingga rumah kami masihlah yang dulu juga lengkap dengan perabotan murahan itu. Duh Tuhan, kapan aku bisa meringankan beban berat suamiku?

Bulir-bulir bening itu kini sampai di kerudung putihku. Membasahinya membentuk sebidang bulatan. Sementara sakit di bahuku sudah menjalar sampai ke dada. Kutarik nafas dalam, sebagaimana perawat-perawat itu mencontohkannya padaku. Rasa dingin sekejap melegakan paru-paruku, membatalkan batuk yang hampir pecah. Aku berhenti mengeuk-ngetuk bilah keyboard ini barang sejenak, ragu akan melanjutkan catatan harianku atau memendamnya dalam-dalam di lubuk hati.

-ad-

Ini malam kedua mbak Ien menjadi janda. Malam kedua kang Ain pergi untuk selamanya. Malam kedua suamiku di Indonesia. Menjelang maghrib tadi kuterima SMSnya yang mengabarkan dia sudah sampai di Makassar. Sejauh itu bentangan jarak yang memisahkan kami. Semua hanya demi pengabdian baik bagi bangsa, negara maupun keluarga. Bagiku yang telah dipinangnya dari pangkuan bapakku puluhan tahun yang lalu. Lelaki itu, lelakiku yang setia dan ksatria. Seorang perwira yang kubanggakan karena pantang mengemis mengiba-iba. Duh, sesak dada ini mengenangkan pengorbanannya yang belum pernah terbalas olehku.

Kukatupkan mata di pembaringan. Eizabethan Serenade mengalun benar-benar dari Mathovani Orchestra di dalam perangkat audio di tentangan kakiku. Sengaja kuputar lembut, susul-menyusul dengan Greensleeves. Aku mencoba tidur menenangkan diri. Sudah dua kali Yaa siin dari buku sederhana tahlil bapakku kuucapkan, meski tanpa kesempurnaan sebab aku baru tammat belajar mengaji. Aku ingin melupakan semua rasa sakitku.

Kasur ini betul-betul tak memberikan kenyamanan apapun. Sendi bahuku semakin kencang dibuatnya. Kubalik tubuh dengan menyeringai. Terasa sedikit nyaman, Kuselipkan kedua tanganku di balik bantal, lalu kukosongkan semua rongga pikiranku, Tenteram di ketemaraman membawaku jatuh dalam pelukan lena.

-ad-

Tapi justru disitu dia datang lagi. Kakang menghampiriku ketika mbak Ien menghambur ke dalam kamar. Senja yang tenang. Kira-kira puku empat sore sesuai dengan lengkingan adzan kaji di masjid Al Fadzal depan rumah. "Lik," panggilnya sambil merabai rambutku yang baru dipotong di kaapsalon tante Merry. Ikal rambutku yang tiba-tiba muncul begitu saja dipermainkannya dengan asyik. Aku tengadah memandangnya, mengaangkat mukaku dari balik bacaan si Kuncung. "Akang pamit ya? Kalau besok akang nggak main-main kesini lagi, akang udah pamit, ya?" ucapnya santai. "Memang akang mau kemana?" tanyaku menatapnya bingung. "Akang pulang sekarang. Kata mbak Ien akang boleh nggak main-main lagi," jawabnya sambil terus mempermainkan rambutku. "Ah, nggak percaya," tanyaku polos dengan mulut monyong. "mBak Ien kan sobat akang, kenapa akang nggak boleh main-main kesini lagi?" selidikku tak mengerti. Lalu aku menyusul menghambur ke dalam kamar mbakyuku meninggalkan kang Ain sendirian di teras rumah. "mBak Ien, kowe kenapa marahan sama sobatmu?" semburku polos di hadapan gadis cantik bermuka bulat di depan cermin hias ibuku yang sedang asyik menyusut air yang menitik dari sudut matanya. Dia tidak menjawab. Disisirnya ujung kepang tebal itu, lalu dia keluar kamar lagi mendapaatkan akang yang masih mematung tertegun di tengah teras. "Yeeee, nggak marahan 'kan? Berarti besok akang boleh main kesini lagi, ya?" seruku senang. Keduanya sama-sama tersenyum, bertatapan memancarkan kasih sayang yang dalam. Cinta itu masih ada rupanya menjadi contoh buatku bagaimana harus bersikap terhadap teman mainku kelak.

-ad-

Episode itu seperti baru kemarin saja terjadi. Juga episode ketika mereka menikah dan mengharapkanku bersama sahabatku mas Dj berdandan rapi menjadi penerima tamu di pesta kawin mereka sebagaimana yang kupostingkan di album lamaku. Setelah itu kami bertengkar karena dia hamil dan kelak ingin menamai anak mereka sebagai Indra. Padahal aku juga kepingin kelak punya anak lelaki berjuluk Indradjit sebagaimana tokoh pewayangan di negara Alengkadirja yang memimpin penyerangan kera-kera putih dengan gagah perkasa. Episode-episode itu membayang lagi  memasuki ruang tidurku. Membangkitkan kenangan tanpa jeda. Aku menggeliat memindahkan posisi tubuhku. Serangan nyeri itu ikut merajam. Allah, sambatku mencari kekuatan padaNya.

Pesta kawin mereka terbilang sukses dan meriah untuk ukuran pegawai negeri seperti ayah kami. Sekalipun cuma perhelatan di rumah tapi tetamu ayah tak habis-habisnya memadati seluruh penjuru rumah dari halaman muka hingga ke belakang. Terang tanpa hujan. Cadeauxnya sekamar penuh, mulai dari gelas bernerk Aderia lurus ramping, hingga high ball berkaki. Belum lagi lusinan cangkir, sendok-garpu Triangle  set dan Super Doll yang lebih berkelas. Pernikahan itu jadi kenanganku abadi.

Pakde Ratman kakak sepupu ayahku sudah datang jauh-jauh hari dari Yogya untuk mendirikan bleketepe bersama ayah. Keluarga besar kami memang sangat unik. Saling merasa memiliki satu sama lain, sehingga pesta kami jadi tanggungjawab orang sedusun. Mas Dj membantu mencarikan tandan pisang mas yang gemuk untuk dipasangkan disitu. Bude Ratman dan perempuan-perempuan lain sibuk di dapur memarut kelapa dan bertanak ketan kuning, sesuai adat di kampung tempat tinggal kami dimana nenek moyang kakang berada. Pesta yang tak akan kulupakan seumur hidupku, ketika kakakku kini telah kehilangan kecantikannya. Sebab di pesta itu dulu tante Tis mendandaninya bak Siti Sundari yang cantik di panggung perwayangan, sehingga Juliwati sepupu mas Dj sahabatku rela datang jauh-jauh dari Kebumen untuk menyaksikannya.

-ad-

Ketukan di pintu kamar memecah hening. Bu Titiek asisten di rumah tanggaku permisi masuk mengantarkan setumpuk cucian yang telah rapi disetrika. Aku bangkit memasukkannya ke dalam lemari sambil mengucapkan terima kasihku. Ah, lagi-lagi kini kuakui bahwa aku hanyalah manusia yang tidak berdaya. Bahkan untuk mengurus diriku sendiri. Lalu inikah akhirnya perjalanan itu? Aku tak tahu. Akan segera kutanyakan kepada Allah dalam sembahyang maghribku nanti. Kemudian kututup tirai kamar berbunga-bunga hijau sebelum matahari benar-benar masuk ke peraduannya, meninggalkan diriku yang kesepian sendiri.

19 komentar:

  1. tante, be strong. im praying for you. God bless!

    BalasHapus
  2. sabar,semua itu ada hikmahnya.kita kembalikan semuanya kepada sang pencipta ALLAH s.w.t

    BalasHapus
  3. bunda.. takdir punya kemauan sendiri... :) tp dy tau ygterbaik bwt kt.. :)

    sabar ya bunda..

    BalasHapus
  4. Sabar.............sabar................sabar....................adalah kata yang paling tepat buat kita teh yang punya panyawat susah....Tadi malam pun aku baru mengeluh tentang rasa sakit itu........... kita saling doakan ya teh.................

    BalasHapus
  5. Bunda ku..
    Allah menemani kita dalam sepi dan sendiri kita, Allah bersama langkah2 mereka yg sabar, Allah bersama hamba2Nya yg slalu mengingatNYA di waktu sedih dan senang..
    Hanya Allah tempat Mengadu Terbaik..
    Setelah semua terlalui pasti kita semua, dan Bunda jd Kupu Kupu yg cantik yg lbh kuat menghadapi hidup :)
    luv u bunda..

    BalasHapus
  6. Thamk you so much Rim (and bang Yan too). I know both of you are always be my moral support as always. Salaam buat tante Ade n oom Putu.

    BalasHapus
  7. Ya deh jeng, insya Allah. Semoga Tuhan mendengar kemauan kita yang baik. Terima kasih ya.

    BalasHapus
  8. Iya sayang, sabar itu kunci iman meraih ridha Illagi Rabbi. Terima kasih.

    BalasHapus
  9. Iya de, kita sama-sama berdoa ya. Udah jadi ke dokter? Aku punya dokter bagus di Jakarta, ahli ginekologi ngetop. Namanya dokter Karno Supraptto di PI (Jl. Sekolah Duta). Cuma ya itu kendalanya, jauh dari rumah kita, maklum kitanya yang orang kampung......... Tapi saya pernah tertolong betul, disaat dokter Hidayat Danu (alm) sudah kebru wafat, sedangkan dr. Amrah nggak mau nolong padahal aku yaqqin aku ada di bibir dilemma. Ditelan pasti sakit, nggak ditelan apa lagi......... Hanya dokter karno yang bisa ngertiin kondisiku setelah alm. dr. Dayat.

    BalasHapus
  10. Ananda cantik, air mata ini meluncur begitu saja membaca sapaan hangat ananda. Dan hati ini sangat berharap semoga malaikat mencatatnya. Terima kasih dan peluk erat dari rantau.

    BalasHapus
  11. Al-Qur'an menyebutkan urutan/tahap penciptaan manusia secara garis besar
    saja, seperti yang terdapat dalam beberapa surah diantara surah yang lain
    didalam Al-Qur'an, seperti mulai dari :

    1. As-Sajdah:7 (Allah memulai penciptaan manusia dari tanah)
    2. Al-Mu'minun:12-14 (tepatnya sari patih tanah, dan dijadikan mani)
    3. As-Shaffaat:11 (berupa tanah liat)
    4. Ar-Rahman: 14 (yang kering seperti tembikar)
    5. Al-Hijr:28 (yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk)
    6. Ali I'mran: 59 (Allah berfirman: Jadilah seorang manusia, maka jadilah
    dia)
    6. Al-Hijr: 29 (ditiupkan ruh ciptaan Allah kepadanya)
    7. At-Tiin: 4 (Allah menyempurnakan bentuk wujudnya sebaik-baiknya)
    8. Al-Baqarah: 30 (dan Allah mengangkat dia sebagai khalifah diatas bumi)
    9. Al-Hijr: 30 (maka atas perintah Allah sujudlah semua malaikat untuk
    menghormati khalifah).
    dalam gambaran keseluruhan penciptaan manusia Allah simpulkan dalam
    QS. Al-Hijr:5.

    1). seseorang agar mengenal secara mendetail siapa dirinya dan untuk apa dia diciptakan.
    2). Bila seseorang sudah mengenal dirinya, maka sudah pasti dia sudah mengenal pula Tuhan-nya (Penciptanya).
    3). Bila seseorang sudah mengenal Tuhan-nya, dan setiap saat dia menyiapkan bekal untuk menghadapnya kelak, dan sudah pasti orang tersebut selalu merasa ikhlas apapun cobaan yang ditimpahkan kepadanya.
    4). Bila seseorang sudah Ikhlas hidup dan mati bukan masalah.

    cuplikan tulisan Bp. Nading Harto

    teriring do'a sehat.. sehat.. sehat... bahagia... bahagia.. hayooo jangan banyak pikiran kasihan ini..itu. kasihan Bapak malahan tambah stress trus tambah sakit... semangat...peluk cium dari Bandung.

    BalasHapus
  12. TFS cintaku. Iya yah, kita bisanya cuma pasrah dalam keikhlasan gitu? Anakku yang bungsu tadi pagi bangun masuk ke kamarku (padahal umurnya udah 18 tahun dan seumur-umur nggak pernah lagi tidur dengan aku bahkan sejak TK dulu). Nangis. Rupanya dia mimpi saya mati. Terus dia ngeukeupan. Saya tanya gara-garanya apa koq sampe mimpi? Ternyata semalam kan kami telepon ke kakaknya, terus karena kelamaan telepon putus sendiri. Habis itu dia SMS nanya, apalagi yang bisa mereka lakukan berdua untuk membantu meringankan sakit saya. Itulah jadi kebawa mimpi saking nyaahna ka indung. Aku sangat bersyukur teh Betty dikasih anak dan suami yang baik dan pengertian. Itu Rima Fauzi yang kommen paling dulu (dia istrinya Yan Mala) juga ngasih semangat karena sebetulnya anak-anakku baik dan butuh aku. Sekali lagi terima kasih banyak atas doa dan kasih sayangnya. Semoga teh betty jgua sehat selalu. Sok atuh tulisan pak Nading di share di blog teteh.........

    BalasHapus
  13. aku crosscheck sama mama ya bul :)

    BalasHapus
  14. Uh pasti gw bener, silahkan, silahkan............

    BalasHapus
  15. he he he, iyah, percaya. Thank you so much Bul, udah hibur mama ya... thanks...

    BalasHapus
  16. It's my pleasure despite my task. Makanya malem itu aku nggak mo nelepon karena aku bakal nangis. Tapi dya maksa!

    BalasHapus
  17. iyah, semalem aku tidur di cimone, mama cerita, bul bul langsung hang up the phone ya :) maaf ya bul, kita cuma ga mau papa ada ganjalan... kalau bisa semua diselesaikan bul... sekali lagi maaf ya bul...

    BalasHapus
  18. Setiap manusia punya perjalanan hidup yg berbeda... MasyaAllah, beruntung sekali diriku sempat membaca ini, salah satu dari perjalanan hidup manusia....
    makasih sharingnya teh...
    peluk anget dari Jeddah.... !!!

    BalasHapus
  19. Makanya saya bikin E-diary sastra ini, supaya saya bisa menumpahkan semua yang mengganjal di pikiran saya sekaligus menggugahornag untuk bersyukur kalau mereka masih merasa lebih beruntung dari saya, gitu...... Jangan tersinggung ya teh Na.

    BalasHapus

Pita Pink