Powered By Blogger

Sabtu, 07 Juni 2008

AKHIR PERJALANAN ITU (I)

Perjalanan adalah rangkaian panjang langkah-langkah kaki manusia. Menuju ke suatu titik menurut rencana Yang Empunya, Dan akhirnya! Ketika Allah menyeru untuk berhenti, maka kita hanya bisa pasrah. Menghentikan laju deru nafas memburu. Lalu berhenti di muka pintu terkunci belenggu.

Akhirnya! Perjalanan melelahkan itu berakhir jua. Untuk kakang iparku, Ain Mustafa bin Haji Mudrikah. Teman seperjalananku agak beberapa waktu lamanya. Dan aku tertunduk menatap jasadnya. Memusatkan mata batinku di satu titik. Pada dirinya, yang kini tinggal seonggok daging. Tanpa nyawa.

Selamat jalan kakang. Bukalah pintu surga dengan amalanmu. Raihlah sejuknya dinding firdaus yang bertabur melati, dengan taubatmu. Berserahlah padaNya. Aku ikut menghantarkan kakang, ke haribaanNya. Dengan dzikirku, dan doa yang kulantunkan dengan segenap jiwaku. Terimalah kakang. Persembahan ini tiada berharga. Namun bermakna. Seperti lantunan lagu-laguku ketika aku ingin menyanyikannya untuk orang-orang terkasih sebagaimana yang biasa kulakukan. Kakang, persembahan terakhirku untukmu. Di ayat-ayat Yaa sin itu.

-ad-

Sejak pukul setengah satu pagi tadi aku tidak tidur nyenyak. Dia tidak ada di sisiku. Dia sedang "terbang pulang kandang" memenuhi panggilan tugasnya. Sekaligus mengambil obat-obatanku untuk stock beberapa bulan ke depan. Dan aku yakin, pada jam-jam begini dia sudah mendarat di Changi. Menghirup aroma kuah kental Laksa Katong sambil menenggelamkam diri di kursi pijat yang bertebaran di segala sudut Changi International Airport. Rumah lama kami, dimana dia mengalami ujian berat yang meluluskannya dari jenjang menengah dulu.

Kubuka lembar depan dari clamshell phoneku. Pada menu kubuka text message baru. Dan kuketik satu demi satu huruf penyapa suamiku di belahan bumi sebelah timur sana. "Selamat mendarat di Changi. Barakallahu! Semoga Allah melindungi selalu dalam rangkaian perjalanan selanjutnya." Tulisku. Lalu kututup telepon genggam itu dan kubiarkan tergelatak di sisi pembaringanku.

Tak sampai dua menit dia telah mencicit. "Alhamdulillah. Aku baru sampai. Tadi sudah kirim kabar ke Adik. Terima kasih doanya. Belum tidur?" Balas suamiku seperti biasa dalam kalimat-kalimat pendek. Dia senantiasa effektif menyampaikan perasaannya. Lelaki yang jujur. Polos tanpa lika-liku permainan panggung sandiwara. Yang membuatku sangat jatuh hati, dan tak akan pernah meninggalkannya.

Tidak meningalkannya. Setidaknya sekarang. Ketika dia masih harus menapaki kariernya. ketika anak-anak kami masih butuh orang tua sebagai anutan. Aku tidak akan meninggalkan suami dan anak-anakku tercinta.

"Sudah mandi dan makan Katong Laksa?" tanyaku ikut apa adanya. "Belum. Lagi duduk pijat kaki. Nostalgia tugas yang dulu. Masih banyak waktu." jawaban singkat-singkat itu berpendaran lagi di layar telepon genggamku. "Selamat menikmati. Bapak sudah lulus dari ujian berat. Sekarang tinggal kita berjalan mengarah ke depan dengan semangat yang semakin baik. Aku dan anak-anak siap sedia dan setia mendampingi. Kita melangkah bersama menuju stasiun terakhir." Tulisku lagi. Lalu kembali kuletakkan telepon genggamku di tempat semula sambil meraih selimut dan menutupkannya ke atas dada. Aku berniat berangkat tidur. Hatiku sedikit lega, karena perjalanan tinggal seperlima waktu lagi.

-ad-

Kemudian hari menjadi gelap malam yang pekat. Dan duniakupun berubah jadi lenanya tidur. Semua sepi. Tak juga ada angin berbisik di puncak pohon. Membawakan kententeraman abadi walau cuma sesaat.

-ad-

Lalu telepon genggam itu kembali memanggil. "Kabar duka cita dari Diana : Gimana kabar ibu skrg, pak? Apa sdh dengar brt : Oom Aen sdh berpulang td jam 7.50 WIB. Rencana akan dimandikan di Tgr dan langsung dimakamkan di Ciawi." Tertera dua berita dalam satu saat. Suamkiu meneruskan berita dari anak sulung kami di kampung. Anak yang tidak tahu bahwa bapaknya sedang dalam perjalanan pulang yang tidak direncanakan mengarah ke rumah. Semata-mata hanya untuk memenuhi tuntutan tugas.

Di layar tertera angka 04.07. Pagi buta, masih jauh dari waktu subuh di Cape Town yang baru akan datang setengah tujuh nanti. Mataku terbeliak! Kembalilah sudah pada siapa Yang Empunya! Satu lagi. Keluargaku sendiri! Belahan jiwa mbakyuku! Dan bayangan itu berputar-putar sendiri dalam ruang khayalku.

-ad-

Aku mengenal musik reggae darinya. Di suatu sore, awal tahun tujuhpuluh. Sebuah piringan hitam berkecepatan tigapuluh tiga satu pertiga berbungkus merah-putih dengan tulisan-tulisan hitam tegas "ELISABETHAN REGGAE". Dua pasang kaki hitam-putih menghiasi bagian tengah halamannya. Hanya kaki dan sepatu-sepatu berhak jingkat. Lalu melody itu mengalun dengan sendirinya di pendengaranku. Merdu, mendayu-dayu "sol-Do-Re-Mi-Do-sol Mi-Do-Sol-Re-Mi-Do-sol Mi-Do-Sol-Do-Si-La-Fa-Do Fa-Mi-Re-si-sol- Fa-Mi-Re-si-sol-Re-si-Do" mengungkit berahiku. Di masa lampauku, kakang ada di sisiku. Memutarkan lagu itu dari mesin pemutar milik ayahku, Philips. Terus dan terus begitu bergantian dengan piringan hitam Koes Plus seri perdana dendang "Cintamu Telah Berlalu". Dua favoriteku di antara setumpuk milik ayahku dan miliknya serta milikku sendiri.

Ketika itu umurku baru dua belas tahun saja. Kakang sudah tumbuh jadi perjaka remaja yang selalu duduk berdua berpegangan tangan dengan mbakyuku di teras rumah. Mengobrol, tertawa cekikikan menghabiskan siang-siang yang panjang dan panas. Kadang aku ikut duduk di dekatnya. mencuri-curi dengar obrolan mereka seputar musik dan penyanyi populer yang diorbitkan Majalah Aktuil. Tapi mereka tidak terusik. Mereka tetap asyik seolah-olah aku tak ada disana. Kakang dan mbak Ien ku. Berdua selalu.

Lalu aku beranjak besar, jadi gadis yang juga duduk-duduk berdua dengan mas Dj di teras itu. Pada tempat yang sama, bangku beton yang berupa tembok benteng rumah dari kebun bunga ibuku. Dan kutiru habis semua ulah mbakyuku, ketawa cekikikan sampai parau dan kerongkongan kering. Juga bisik-bisik mesra itu, yang diucapkan sambil menempelkan kepala di dada bidang mas Dj ku. Sama persis dengan mbak Ien berdua kakang.

-ad-

Mengapa semua kenangan itu melintas lagi? Meluncur begitu saja melalui hari-hariku yang sepi? Mengapa Tuhan membiarkanku menikmati siksaan kenangan yang membayang datang? Tapi tak ada air mata di pipiku. Sendu itu kering belaka. Serupa musim dingin di tepian Atlantik saat ini.

Jam dinding di ruang makan berdentang nyaring. Pukul enam pagi. Aku bangkit, mengguyur tubuh yang lesu di kamar mandi. Air itu kusetel sedemikian panas, mengharap uapnya merebak membuyarkan kenangan silam itu. Tapi tak tercapai. Dia tetap datang, bersama nyeri di bahu dan lenganku yang belum sembuh sempurna. Yang memaksaku ingat bahwa Allah Maha Kuasa. Beliau berkehendak atas segalanya. Juga atas sakitku yang masih diberinya kesempatan untuk sembuh. Walau perlahan. Kunikmati semuanya. Bersama cucuran air itu, yang mengaliri seluruh tubuhku, Dari ujung kepala hingga ke ujung kakiku. Terus melaju tanpa henti. Sebab itulah kehendakNya. Mengujiku menjadi makhluk yang pasrah. Dan sadar diri bahwa, sekali lagi aku masih diberiNya kesempatan bertaubat. Memperbaiki diri dalam menghamba padaNya.

-ad-

SELAMAT JALAN KAKANG. BUKALAH PINTU SURGA DENGAN KUNCI IBADAHMU. DAN TUNGGULAH AKU........... ENTAH BILA KITA AKAN BERSATU SEPERTI DULU.


29 komentar:

  1. innalilahi wa inna ilaihi rojiun.....

    BalasHapus
  2. Semua ini milikNya semata. Hati boleh menangis walau rela.........

    BalasHapus
  3. Innalilahi wa innalilahi rajiun, semoga kakak ipar bu julie mendapat kelapangan di sisi Allah.

    BalasHapus
  4. Innalilahi wa innalilahi rajiun...
    ngiring bela sungkawa tehhhh....
    ikut merasakan kesedihan ditinggal orang yg disayang... tapi inilah hidup...
    semoga keikhlasan bisa melapangkang jalan beliau menuju jannahNya.. Aamiin Allahumma Aamiin...
    *keukeup pageuh pisan tehhh*

    BalasHapus
  5. Innalilahi wa innalilahi rajiun...

    BalasHapus
  6. Insya Allah. Amin. Terima kasih atas doanya dan harapan yang menabahkan hati. Peluk erat.

    BalasHapus
  7. Hatur nuhun teh Na. Mugia abdi sing dipaparin kakiatan supados tiasa ngadu'akeun akang abdi. Keukeup pageuh deui.

    BalasHapus
  8. Semua ini milikNya semata, dan kepadaNya kita akan kembali. Terima kasih rasa bela sungkawa adinda yang menenteramkan.

    BalasHapus
  9. inna lillahi wa inna ilaihi rajiun .... dari sana kita berasal ... dan kesana pula kita kembali .... ikut berduka cita budhe ...
    semoga almarhum ditempatkan ditempat sebaik-baiknya dan yang ditinggalkan diberi ketabahan ...

    BalasHapus
  10. Amin. Terima kasih atas bantuan doa nak Siti yang menyejukkan batin.

    BalasHapus
  11. Inna lilahi wa inna illaihi rojiun Mbak Julie...
    Semoga Kakang mendapat tempat disisi Allah SWT

    BalasHapus
  12. Amin, kusadari, semua ini milikNya.......... Nuhun bu Edi aka teh Senny

    BalasHapus
  13. Dear Bulik

    Akhirnya papa pulang menghadap Allah SWT dengan mudah dan tenang... setelah kurang lebih 1.5 tahun penderitaannya berjuang melawan penyakitnya...

    Kami sekeluarga mengucapkan terima kasih atas bantuan yang sudah Bulik berikan kepada keluarga kami, terutama membantu pengobatan papa selama almarhum sakit. Semoga Bulik & keluarga diberikan rahmat oleh Allah SWT

    Dan juga untuk Om DJ, di sela kesibukannya yang amat sangat padat masih meluangkan waktu untuk datang ke rumah, terima kasih Om....

    Mohon maaf atas semua kesalahan papa selama hidupnya ya bul......

    rgds

    keluarga Aen Mustafa
    Mama Ine, de Indra, de Anneke, selvi, mali, octa & ivan.....

    BalasHapus
  14. Innalilahi wa innalilahi rajiun...
    Ada hadist yag mengatakan bahwa kematian adalah nasihat.
    Yang sabar ya teh, semoga kita semua lebih menyadari apa yang akan terjadi pada diri kita dimasa yang akan datang dan menjadi bekal untuk lebih mempersiapkan diri ketika kita bertemu denganNYA

    BalasHapus
  15. innalillahi wa innailai rajiun,

    Turut berdukacita yah Tante.

    BalasHapus
  16. Salam takziah buat ibu dan keluarga. Moga Allah kurniakan limpahan rahmat dan keampunan buat ruh yang telah pulang mengadapNya. Juga moga Allah limpahkan kesabaran dan ketabahan buat yang ditinggalkan

    BalasHapus
  17. turut berduka cita yang sedalam dalamnya......semoga keluarga yang di tinggalkan di berikan ketabahan....amin....

    BalasHapus
  18. Dear anakku Indra and all,
    Belum bisa berhenti juga rintihan di hati dan bayangan bulik. Semoga Allah mengampuni semua kesalahan kita di masa yang lalu. Selagi kita masih bersama, kita akan senantiasa saling menguatkan dan saling bergandengan tangan, bukan? Titip mamamu, seikhlas-ikhlasnya mama kutitipkan hanya padamu. Zoentjes buat cicik Selvi dan cucuku Ivan.

    BalasHapus
  19. Insya Allah, Tuhan menguatan kami. Terima kasih doa dan "pengingat takdir"nya bagi kami. Semoga de Iedus senantiasa sehat walafiat.

    BalasHapus
  20. Terima kasih simpatinya, mas Andi. Begitulah kehendakNya, saya terima dengan kepasrahan belaka.

    BalasHapus
  21. Amin, ya Rabbal al amin kak. Semoga Allah mendengarkan doa-doa kakak yang terasa mesra dan menyenteramkan hati saya. Semoga Allahpun senantiasa menyihatkan kakak.

    BalasHapus
  22. Semoga Allh mengabulkan doa mama Della. Terima kasih, dan salam hangat dari Cape Town.

    BalasHapus
  23. Iya Bul, Insyaallah aku bisa jaga mama... sekali lagi terima kasih ya bul... salam buat de Yayang....

    BalasHapus
  24. maaf terlambat, Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun, ikut berduka cita ya...bu, semoga amal ibadahnya diterima Allah SWT dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan seperti hal nya ibu yang masih mampu membuat tulisan2 yang sangat menyentuh.

    BalasHapus
  25. Amin. Terima kasih atas doa dan ucapan tulusnya yang menyejukkan hati. Salam untuk keluarga dan teman-teman di Brussel.

    BalasHapus
  26. Maaf Bunda baru mengucap duka cita.... Maksudnya mau bikin kata2 yang indah... eeeh, nggak kunjung dapet ide. BTW, semoga Allah SWT menerima almarhum dan memasukkannya di Taman Firdaus-Nya.

    BalasHapus
  27. amin. Kata-katanya udah sangat menyejukkan, terima kasih. Mau seindah apa lagi tha bu penyiar?

    BalasHapus
  28. di bukukan donk bunda, cerita ahkir perjalanannya, bagus loh bunda aku dah baca dari yg pertama hingga ke empatnya..

    BalasHapus
  29. Alah, yang bilang bagus kan cuma nanda Minah, cintaku. Yang lain mah bilangnya nggak bagus, jadi nggak pede kalo mau mbukuin. He...he...he... Mestinya nak Mina yang bikin buku kumpulan puisi. Nanti ibu yang paling duluan beli, habis, naksir bener!!

    BalasHapus

Pita Pink