Powered By Blogger

Kamis, 12 Juni 2008

AKHIR PERJALANAN ITU (III)

Kamis, 12 Juni 2008. Saatnya aku kembali ke dokter untuk memeriksakan luka operasiku seminggu yang lalu. Besok suamiku pulang. Berarti sudah seminggu mbakyuku menjanda. Suatu keadaan yang tidak dikehendaki oleh siapapun, tapi tetap yang terbaik untuk mbakyuku. Kakang, suaminya sudah setahun lebih mengidap kanker yang mengerikan itu. Mula-mula pada kandung kemih, kemudian menjalar hingga mencapai hati dan paru-parunya. Suatu penderitaan yang berat, yang nyaris tak ada yang sanggup menanggungnya. Bebarapa pasien bertumbangan di depanku. Mbakyu Henny, teh Lilis, Lina, dan kini dia. Hanya menyisakan yu Sri, Iwan dan kurasa Risky, satu-satunya pasien yang tidak pernah kudengar lagi kabarnya.

-ad-

Mbakyu Henny nama perempuan cantik dan cerdas itu. jabatannya sebagai Duta Besar (perempuan) memaksanya hanya berputreri seorang yang belum selesai dengan pendidikannya di perguruan tinggi. Di negeri yang dingin dan "dingin" beliau harus melalui semua siksaan itu.

Ketika levernya mulai pecah untuk yang pertama kali, hanya sebuah dinding dingin tanpa alat pemanas yang menampung tubuhnya. Lalu ketiadaan peralatan kesehatan yang memadai, mengharuskan "mbakyuku" ini menerima suntikan dengan jarum besi yang besarnya seujung lidi, seperti peralartan mantri kesehatan yang di tahun enampuluhan biasa datang ke sekolahku untuk memberikan vaksinasi. Belum lagi infus yang harus ditancapkan ke tubuh kurusnya dengan peralatan seadanya, tanpa tiang. "Dua orang suster akan bergantian berdiri setiap limabelas menit sekali memegangi botol infusku", begitu penjeasan mbakyuku dengan tabah ketika menceritakan pengalamannya di nergeri yang nyaris tak bernama di belahan bumi Asia itu. "Obat-obatnya jangan ditanya, semua nyaris kadaluwarsa, seperti bahan pangan kami di pasaran," katanya lagi sambil meneguk ludah yang terasa pahit. Jemarinya yang cepat menjadi keriput menggenggam tanganku, mencari kehangatan padanya. Mata lincah itu kini cekung dan redup. Hanya bibirnya yang tetap berseri dibalut seulas lipstick yang sudah jadi alat solek favoritnya sejak dulu.

Kami biasa berdua, duduk-duduk menghabiskan sore di halaman rumah dinas suamiku di Singapura. Aku sendiri masih dalam taraf pemulihan dari serangkaian operasi pada perutku yang ternyata kemudian masih juga berlanjut setelah kepergian mbakyu Henny. Dia menjejeriku sambil kadang-kadang mengelus pahaku, walaupun kami baru saling mengenal. Sebetulnya suamikulah orang yang pertama kali mengenalnya.

Ketika suamiku baru saja jadi pegawai negeri, mbakyu Henny sudah duduk di posisi menengah. Beliau berkawan dengan boss suamiku yang pertama. Disitulah suamiku mengenal beliau, seorang wanita enerjik yang cantik.

Rambutnya hitam legam dan tebal, dipotong pendek serta sering disisiri dengan jari-jarinya yang lentik. Kini jari itu juga yang menyentuh tanganku, dan suatu hari memasukkan cincin bermata hijau lonjong ke dalamnya. "Pakailah ini jeng. Aku ingin kau kelihatan menawan dengan cincin kesayanganku ini," katanya. Aku tertegun. Dan kurabai juga cincin yang kebesaran di jariku lalu kutatap matanya. "Mbakyu ikhlas?" tanyaku ragu. "Memang ini kesayanganku, karena itu aku hanya akan memberikannya pada orang yang aku sayangi," jawabnya sambil terus memindah-mindah cincin emas itu dari satu jari ke jari lainnya mencari jariku yang paling cocok, Lama sekali cincin itu kubiarkan "menganggur" di dalam lemariku, sampai tiba saatnya aku menjadi gemuk dan bisa memakainya tanpa takut jatuh, Dan ketika itu terjadi, mbakyu Henny tinggal kenangan saja lagi. Beliau sudah kulepas dari ICU Raffles Hospital Singapura yang kutitipi di hari terakhir beliau akan meninggalkan kami. Kemudian semuanya berakhir dengan damai, namun menyisakan duka yang dalam karena tugas beliau sebagai seorang ibu dan seorang abdi negara belum selesai.

-ad-

Lalu di saat aku mempersiapkan pembedahan berikutnya untuk mengambil tumbuhan besar yang dicurigai dokter berada di usus besarku, Risky datang. Dia kemenakan temanku yang pernah kehilangan putrinya karena kanker, juga kedua orang tua dan saudara kandungnya. Dugaan kami tidak meleset, Risky divonnis mengidap kanker kelenjar getah bening yang bersarang pada usus besarnya. Aku memompakan semangat kepadanya. Kukatakan, kami akan berjuang bersama melawan sengatan kanker itu.

Malam berikutnya ketika dia keluar dari ruang bedah Mount Elizabeth Hospital, aku ucapkan rasa syukurku karena dia bisa mengatasi semuanya dengan baik. Dan kuminta dia mendoakanku yang akan dapat giliran masuk ruang bedah di hari berikutnya. Pemuda yang tampan itu hanya bisa mengangguk lemah, menyeringai menahan sakitnya sendiri. "Semoga kita bisa pulang ke rumah dengan selamat, ya tante," bisiknya nyaris tak terdengar. Di sisi pembaringannya tiang infus mendecit-decit memanggil perawat karena nadi disitu mulai buntu akibat bengkak. Aku tersenyum getir, mencoba mengingat-ingat sendiri rasa yang pernah kualami dan akan kualami lagi keesokan harinya.

-ad-

Risky datang ke ruang perawatanku ketika aku baru ke luar dari ICU. Aspirator baru selesai dicabut, dan ventilator masih setia memasok oksigen untukku yang nyaris melayang di meja bedah. Belum ada makanan yang bisa masuk ke dalam perutku. Semua akan dimuntahkan kembali, menyisakan mual yang berkepanjangan serta sakit yang tak terkatakan di perutku. "Tante, terima kasih atas doa tulus tante. percayalah, orang sebaik tante tentu juga akan bisa melewati masa-masa penuh kesakitan ini dengan baik," hiburnya. Dibawakannya aku serangkai bunga yang warna-warninya sangat indah menjelma pelangi.

Kucoba tersenyum untuknya dan merangkai kata terima kasih di sela-sela nafasku yang pendek memburu. Ini hari ketujuh sejak aku menengoknya. Berarti dia melewatkan waktu lebih singkat dari perkiraan kami sebelumnya. Seakan mengerti isi pikiranku, ibunya berkata, "dia hanya lima hari di Mount E. Semua sudah membaik, kami tinggal menunggu hasil pathologi saja. lusa kami pulang dulu. Dik Julie istirahat baik-baik ya?" Dan pasangan ibu beranak itu masing-masing mengecup keningku lembut. Terasa tetesan bening menempel di kulit pipiku. Hangat, sehangat doa tulus yang terucap. Sehabis itu Risky tak pernah menjumpaiku lagi karena aku juga tak mungkin turut merawatnya selama dia di Singapura. Aku hanya bisa berdoa untuknya, semoga dia mendapatkan kebahagian bersama kekasih yang akan segera dinikahinya. Semoga perempuan itu bisa mengerti artinya merawat dan mengorbankan diri menjadi perawat orang sakit. Di mataku kemudian terbayang wajah suamiku, perawatku sejak bocah ketika batukku tak ada habisnya dan kakiku membusuk dimakan eksim. Pandanganku buram tersaput keharuan.

-ad-

Beberapa hari di rumah setelah perawatanku yang lima belas hari di rumah sakit, kamar tidur tetamuku terisi kembali. Kali ini Iwan Djalal putra salah satu boss suamiku masuk memasrahkan diri karena sengatan tumbuhan ganas pada rongga dadanya. Kondisi yang nyaris serupa dengan Risky, hanya berbeda lokasi. Aku hanya bisa menjenguknya sekali-kali ke rumah sakit sebab aku sendiri masih berjalan tertatih-tatih.

Setalah itu kami menghabiskan hari-hari bersama di ruang tamu kami sambil membaca, mendiskusikan penyakit kami masing-masing dan opsi pengobatannya. Namun Iwan punya modal berupa pengetahuan yang luas, sehingga dia bisa lebih cepat bangkit melawan sakitnya. Dan Iwan pulalah yang menyemangatiku untuk bangkit ketika aku kembali terpuruk di rumah sakit sebab kelelahan yang mengganggu. "Mbak, di luar sana banyak orang bisa melalui penderitaan ini. Padahal mereka tidak sekuat mbak, kenapa mbak menyerah? Aku pamit pulang ke Jakarta dulu, dan aku kepingin ketemu mbak lagi dalam keadaan sehat nanti, ya?" katanya sebelum meninggalkan aku untuk mempersiapkan diri menerima radiasi tahap selanjutnya. Iwan memang kembali lagi dalam keadaan lebih sehat, sehingga akupun memacu diri untuk menjadi lebih baik. Alhamdulillah, Tuhan mengabulkan pinta semua orang yang menyemangatiku.

-ad-

Menjelang operasiku kesembilan yang kuharap sebagai operasi terakhir, kak Lilis Suryani penyanyi favoriteku di tahun enampuluhan masuk karena serangan penyakit yang sama denganku. Dia tinggal melalui radiasi dan kemoterapi setelah pengambilan indung telurnya di Jakarta.

Bersamanya kuhabiskan hari di depan mesin karaoke menghibur diri. Suaranya masih semerdu dulu walau sekarang nafasnya nampak semakin pendek. Kadang-kadang kami mendendangkan lagu-lagu lawas miliknya yang tak banyak lagi dikenal orang. Bahkan, dirinya sendiripun kerap lupa. Ingatannya rusak oleh penyakit yang menguras tidak saja keuangannya melainkan juga kesabaran dan ketahanan dirinya. Seringkali dia nampak basah air mata atau menyeringai menahan belitan kanker yang menggerogotinya. Kalau sudah demikian, akan kutuntun kak Lilis masuk kamar untuk kubaluri dengan minyak tawon yang diyakininya bisa meredakan rasa sakit.

Kenangan itu tak akan bisa kulupakan, bahkan ketika aku meninggalkannya untuk merantau mengikuti suamiku ke Afrika Selatan. Di rumahku yang baru ini, tak seorangpun anggota keluargaku yang kuijinkan memakai minyak tawon. Apalagi kemudian kuterima kabar dari mbak Tetty Kadi sahabat kami yang juga penyanyi bahwa kak Lilis telah menyerah menghadapi pergulatan dengan kanker. Dan tak akan pernah lagi ada kak Lilis dengan harum minyak tawon di tubuhnya yang datang kepadaku. Semua bertumbangan satu-satu.

-ad-

Seperti halnya Lina temanku mengaji yang dulu justru jadi supporterku yang utama. Ketika aku terbaring di ICU, Lina lah satu-satunya teman  yang hanya menengok sebentar, meletakkan tangannya di tanganku, mengusapkannya juga di anak rambutku. Lalu mulutnya mengucapkan doa diakhiri senyum. Tak akan pernah kulupakan seumur hidupku, bahwa ternyata di balik sikapnya yang manis itu Lina justru menggenggam kanker pada paru-parunya. Kemudian Lina menyerah di usia yang masih sangat muda, mendahuluiku juga.

Lina, sebuah contoh betapa penyakit itu datang tanpa diundang dan pergi dengan enteng seakan-akan tiada bersalah. Mula-mula Lina tidak menyadari adanya penyakit itu, sampai hasil pemeriksaan kesehatan tahunan kami masing-masing ke luar dari Raffles Hospital Ternyata Lina merupakan salah satu peserta dengan skor buruk, berlawanan dengan aku yang justru dianggap baik di beberapa sisi. Disini kubuktikan bahwa Tuhan Maha Kuasa. Apa yang jadi kehendakNya sering tak dapat diduga oleh kita manusia biasa. Sebagaimana halnya aku yang hingga hari ini masih diijinkan terus bertahan dengan kondisi yang serba "pas-pasan". Dan juga yu Sri, kawanku pengidap kanker payudara yang dioperasi ketika aku baru sehari tiba di Singapura. Kini aku harus terus mempertahankan diri bersama yu Sri, yang alhamdulillah hanya sekali itu saja bersentuhan dengan meja operasi.

-ad-

Pagi ini kutuntaskan buku harianku untuk mendengar pendapat dokter yang akan memeriksa bekas lukaku. Maka segera ku persiapkan jiwa-ragaku untuk menerima apa yang akan dikatakannya. Namun di dalam hatiku, aku terus berdoa dan mengenangkan kembali doa-doa semua orang yang telah berbaik hati mendoakanku. Semoga aku dinyatakan sembuh sempurna, dan besok pagi, aku bisa lari menghambur ke pelukan hangat suamiku tanpa rasa takut sakit ketika kami bertatapan kembali di Cape Town International Airport. Semoga!

26 komentar:

  1. Semoga bu julie,,,, . Saya selalu deg degan kalau membaca tulisan bu julie tentang "Akhir perjalanan ", Saya hanya bisa ikut mendoakan, Semoga Allah menjadikan Firman_NYA nyata, dalam kasus bu julie, " Setelah kesusahan pasti ada ke mudahan"" dan Insaallah kemudahan yg akan datang esok hari,, amin.

    BalasHapus
  2. Amin, amin, amin ya Rabbal al amin. Semua doa orang-orang shaleh akan didengarNya termasuk juga doa jeng Dri. Terima kasih.

    BalasHapus
  3. Semoga lukanya lekas sembuh ... dan budhe sehat kembali ....

    BalasHapus
  4. Amin. Terima kasih. Sehat dong!

    BalasHapus
  5. Bunda.. Semoga cepat sehat ya. Umur kita ditanganNYA. Cepat atau lambat siapa pun tak ada yg tahu rahasiaNYA. Yg penting hidup yg sdh diberikanNYA dimanfaatkan untuk kebahagiaan orang2 tercinta.. Bunda, almarhumah Ibu saya jg berpulang karena Kanker Payudara ketika saya kelas 2 SMA. Penyakit hanyalah sebab,namun ajal semua telah tertulis dlm takdirNya.. InsyaAllah Allah menjanjikan menggugurkan dosa2 orang2 yg sabar dan ikhlas menerima rasa sakitnya.. Bunda, kata sahabatku, dikutip dari sebuah Hadist, Orang yg sakit adalah orang yg dekaaat dgn Allah, maka mintalah mrk mendoakan kita, krn doa mereka di dengar Allah..

    Cepat sehat ya Bundaku..
    Thanks for Sharing,
    Luv. ^^

    BalasHapus
  6. Insha' Allah, Ibu Julie orangnya tegar. Karena Allah cinta dengan hambaNya yang senantiasa minta pertolongannya. Hasbunallah wa'nikmal wakil, ni'mal maula wa nikmal nasir.

    Opick - Kembali kpd Allah - Opick

    BalasHapus
  7. Nanda Ilah, air mata ini menetes dengan sendirinya membaca kasih sayang nanda di atas. Semoga Allah memperkenankan semua keinginan nanda untuk saya. Maaf ya, saya telah mengungkit kenangan pahit nanda. Boeh kan saya pesan, supaya nanda rajin "cancer screening", soalnya cancer itu hereditary (diturunkan lho). Semoga dengan screening rutin bisa dicegah yang namanya kekejaman itu.

    BalasHapus
  8. Hey, hey, kok jadi ibikin aku nget pamanku? Dulu beliau kalau ngajarin orang sakit (ya ibuku, ya siapa aja) selalu dengan kalimat penyerahan diri yang ini. Ampuh juga ternyata. Ya deh saya ikutan mempraktekkan. Terima kasih udah diingetin.

    BalasHapus
  9. Alhamdulillah. Biar lebih optimis dan bibir selalu tersenyum. Sinar Allah terang memberikan cahaya dan sakit yang dirasa tak tampak. Amin!

    BalasHapus
  10. tiadak ada ujian ygtak bs dilewatri umat Nya

    :)
    ayo bunda..

    BalasHapus
  11. Terima kasih Bunda sarannya.. Doaku bersama Bunda dan Keluarga.. Smg Allah mengekalkan tali kasih sayang kita semua sampai kelak dikumpulkan kembali di jannahNya, Amin ya Rabb..

    Doa Sayyidina Ali..
    "Ya Allah, jadikan dunia ini ditangan kami, jangan di hati kami.."

    luv u Bunda..

    BalasHapus
  12. Ummat yang taqwa dan tawakal kan ya nak?

    BalasHapus
  13. Doanya mau saya petik ya, nak? Luv u 2.

    BalasHapus
  14. mbak Jullie ........cepat sembuh yahhhh ....doaku selalu untuk mbak Jullie dan keluarga....

    hugs

    BalasHapus
  15. suatu hari nanti kabar baik itu pasti akan menyapa mbak ...amin...amin...dan amin....

    BalasHapus
  16. Pasti! Barang siapa yang merindukan Tuhan pasti percaya Tuhan akan menjaganya. Amin.

    BalasHapus
  17. tetehku sayang... insyaAllah ya tehhhh... semuanya akan baik2 aja...
    tehhhh... ada hentakan dari dalam hati ini, diriku ingi sekali bertemuuuu.....
    peluk sejuta sayang dari Jeddah... !!! be strong ya tehhhh...

    BalasHapus
  18. Kata-kata yang sangat indah dan menyentuh. Akan aku simpan selama hidupku dalam hati yang kukunci rapat. Terima kasih. Semoga Allah kelka mengijinkan kita bertemu. peluk hangat juga dari Cape Town.

    BalasHapus
  19. ... our fervent prayers for your complete recovery Ibu Julie, May Allah SWT bless us all with good health for the rest our lives, Amin ...

    BalasHapus
  20. Amen, amen, amen ya Rab. Thank's for your support.

    BalasHapus
  21. Numpang tanya,Iwan Jalal itu putranya Bpk Hasyim Jalal atau Iwan yang lain.tks

    BalasHapus
  22. Allah Hu Akbar,dengan kondisi jeng yang masih sakit saat itu di Singapore,atas ijin Allah,Jeng masih bisa menolong sesama umat.Tanpa kita sadari untuk bisa menolong sesama, itu juga merupakan karunianya,apalagi yang ditolong bisa menerima dengan senang hati dan baik seperti ibu Heny,Lilis Suryani dan lainnya.Hayo jeng cepet sehat kembali,masih banyak yang menunggu pertolongan2 Jeng, lewat kejadian2 nyata dan tulisan2 jeng.

    BalasHapus
  23. Betul, putra sulungnya boss kami yang satu itu. Kami sampai sekarang alhamdulillah masih menjalin silaturahmi walaupun jarang ketemu, setidak-tidaknya lewat kartu hari raya dan SMS kami masih kontak. Bapaknya Dubes pertama kami.

    BalasHapus
  24. Mbakyu, saya justru mencari comfort di pelukan mereka. Karena dengan bersentuhan sendiri dengan mereka, saya merasa diri saya jauh lebih baik. Inilah yang pada akhirnya menjadikan saya survived! Alhamdulillah! Cincin mbakyu Henny kadang-kadang saya pakai sebagai penguat mental saya. Terutama kalau sedang down atau akan mendampingi suami ke suatu acara penting.

    BalasHapus

Pita Pink