Powered By Blogger

Kamis, 20 September 2012

SERENADA DALAM LEMBAH BIRU (7)

Sakit itu sungguh tidak enak. Menyiksa. Tidak hanya diri sendiri yang tersiksa, melainkan juga orang-orang di sekitar si sakit. Dulu saya kerap kali marah-marah tanpa bisa mengendalikan emosi, padahal anak-anak saya masih kecil semua. Tapi itu tak berlangsung selamanya, karena saya malu setelah melihat para pejuang kanker yang punya pekerjaan penting dan prestisius tapi tak pernah mengumbar emosinya seperti saya. 

Tapi hari ini lagi-lagi saya merasa bahwa mengidap sakit itu sungguh menderita. Bayangkan saja, saya hanya sanggup menyapu dua ruangan di rumah serta menyiapkan sarapan saya sendiri lalu tubuh saya sudah tak mau lagi diajak bekerja sama. Padahal kalau melihat gunungan pakaian yang minta disetrika rasanya saya harus segera bergerak. Kaki saya terasa lemas, tubuh saya jadi lunglai kekurangan penyangga. Apalagi setelah saya minumi obat serta air daun sirsak, masih ditambah lagi dengan rasa panas di sekujur tubuh saya. 

Saya sadari saya memang harus tahu diri. Sebab di awal-awal saya merasa sakit yang sekarang ini, saya sering tidak mampu melaksanakan shalat dengan sempurna, karena tubuh saya tak mau dibawa duduk di lantai. Tidur pun saya harus memilih-milih posisi agar nyaman dan tak mengganggu nyenyaknya istirahat saya. Namun setelah berminggu-minggu saya pelajari, alhamdulillah kini tak pernah terulang lagi. Kuncinya hanyalah pada kekuatan tekad saya untuk mengukur kemampuan tenaga yang sudah tak prima lagi.

***

Dalam keadaan begini, saya semakin merasa salut kepada orang-orang yang saya ceritakan terdahulu. Termasuk kepada sahabat baik saya, mantan Ketua Dharma Wanita Persatuan di luar negeri yang juga penderita kanker payudara. Namun beruntungnya, sahabat saya ini adalah penderita stadium awal sebagaimana yang kemudian saya temui juga rutin berobat di Singapura, istri seorang pejabat tinggi di Kemenlu pada masa itu. 

Teman saya ini tidak menyadari dirinya kedatangan tamu tak dikehendaki, yakni sel kanker. Yang menemukan kondisinya justru orang lain, perawat di RS St. Carolus Jakarta temannya di gereja. Sebagai paramedis yang bertanggung jawab, dia senantiasa mengampanyekan kegiatan "Sadari" alias "MemerikSa PayuDara SendiRi" di kalangan teman-temannya. Maka ketika sahabat saya mematuhinya, dia menemukan kejanggalan pada dirinya yang dibenarkan oleh rabaan ulang si perawat. 

Selanjutnya dia diminta berkonsultasi dengan dokter bedah onkologi yang mengusulkan pemeriksaan mamografi terlebih dulu serta test darah di laboratorium. Hasilnya memang menunjukkan ada sel asing di dalam payudaranya. Lalu atas saran teman lainnya yang pernah berobat untuk kasus yang sama di Singapura, sahabat saya disarankan berkonsultasi dengan dokter di Singapura sana. 

Benar saja, dia kedapatan kena kanker payudara stadium I-B yang segera diambil. Payudaranya diangkat, begitu juga dengan kelenjar di ketiaknya. Tapi seingat saya, beliau tidak diharuskan menjalani kemoterapi dan radiasi di Singapura. Jadi asumsi saya, kemungkinan besar semuanya dijalankan di Jakarta atas petunjuk dokter onkologi yang membedahnya di Singapura.

Ketika saya yang baru pindahan dari Jakarta menengok teman saya ini di penginapannya di Singapura, beliau mengatakan bahwa operasinya berlangsung lancar dan cepat. Beliau hanya perlu menginap semalam lalu diizinkan pulang, tapi tentu saja tidak langsung ke Jakarta. Kurang lebih seminggu beliau harus tinggal di penginapannya di dekat rumah sakit, sambil menggendong kantung pembuangan darah bekas operasi yang disembunyikannya di balik blousenya. Hebatnya, sahabat saya yang dulunya sangat takut berhadapan dengan dokter, saat itu justru nampak tenang-tenang saja seakan-akan pasrah. Hanya sesekali beliau menyeringai, ketika lengannya yang berada pada posisi payudara yang dibuang sedang digerakkan sedikit. Selebihnya teman saya nampak baik-baik saja sampai saatnya dia melaksanakan kontrol untuk pertama kalinya pasca pembedahan. Kini sahabat saya ini bahkan telah sehat kembali, sempurna sebagai seorang nenek yang diserahi kepercayaan mengasuh cucu-cucunya.

***

Sesungguhnya yang lebih menakjubkan saya adalah senior kami yang saya ceritakan di atas. Beliau bertubuh mungil dan enerjik. Usianya di atas kami, karena suaminya waktu itu sudah menjabat sebagai "special envoy" alias Duta Besar Keliling dengan penugasan khusus dari Presiden sesuai dengan keakhliannya. Jabatan ini biasanya dipegang oleh pejabat senior yang sudah purna tugas sebagai PNS.

Wanita berdarah Priangan ini amat elok dan senang bergaul, meski bilangan usia ke-enam puluh sudah terlewati. Saya tidak mengenal beliau secara pribadi, tetapi sering berjumpa ketika beliau datang berobat di Singapura.

Ceritanya, penyakit beliau diketemukan setelah melakukan general check up rutin. Di Singapura tumor pada payudaranya dibiopsi, yakni diambil sebagian jaringannya untuk dibiakkan dan diperiksa teliti di laboratorium khusus. Dokter kemudian memutuskan untuk mengangkat payudara sakit itu, karena beliau memang mengidap kanker stadium I juga. Masa operasinya tak saya saksikan, tapi masa kemoterapi dan radiasinya berlangsung sezaman dengan keberadaan saya yang tengah sakit di situ.

Kedua kenalan saya ini ternyata sama-sama tidak pernah merasakan sakit atau gatal-gatal serta kelainan lain di payudara mereka. Berbeda dari kasus saya. Keduanya juga sama-sama memiliki stamina yang kuat. Soalnya, saya dengar dan saya saksikan juga, ibu-ibu itu sehabis menjalani baik kemoterapi maupun radiasi, selalu bersemangat untuk berjalan-jalan di sekitar Orchard Road yang panjang. Soalnya rumah sakit mereka memang di daerah sana sih. Pernah salah seorang anak buah saya di kepengurusan Dharma Wanita Persatuan cerita, ibu yang relatif sudah sepuh itu ternyata sanggup berkelana sampai malam, artinya lebih dari dua jam berjalan kaki. Itu pun masih diikuti oleh kesediaannya untuk duduk makan malam di luar penginapan beliau. Artinya, beliau mesti sabar duduk menunggu pelayan menyiapkan hidangan yang dipesan. Berbeda sekali dengan kondisi saya sekarang bukan?!

Tapi saya tak perlu  berkecil hati, sebab sinshe yang mengobati saya bilang saya masih bisa dibilang kuat. Bayangkan saja, setelah sekian kali saya keluar-masuk ruang bedah untuk pengambilan berbagai jaringan di organ reproduksi saya termasuk sebagian usus saya, toch saya masih bertahan hingga sel nakal itu lagi-lagi mampir menumpang hidup pada saya.

Saya juga termasuk penderita stadium III yang ringan, sebab kasus sahabat saya yang mengantarkan saya berobat ke sinshe ini ternyata jauh lebih berat. Dia berkisah bahwa penyakitnya diketemukan secara tidak sengaja ketika dia datang menemani kakaknya menotokkan wajahnya di sinshe. Sebab yang pertama dilakukan sinshe terhadap pasien-pasiennya adalah meraba kaki dan telapak tangan pasiennya. Itu juga yang dilakukannya terhadap teman saya yang iseng-iseng ikut menotokkan wajahnya. Ternyata sinshe menemukan adanya kelainan di kedua payudara teman baik saya tadi. Lalu totok-menotok dialihkan menuju ke payudaranya, seraya menyuruhnya memeriksakan kadar CA125 yang dipakai untuk mendeteksi adanya kanker melalui darah seseorang di laboratorium. Hasilnya cocok benar. Meski tanpa benjolan yang teraba dari luar, hasil laboratorium teman saya benar-benar di atas normal. Maka sejak itu dia terus-menerus diterapi totok syaraf seminggu sekali serta mengonsumsi jamu yang disediakan sinshe. Waktu itu 7 tahun yang lalu, sinshe kami belum terpikir untuk mengemas jamunya menjadi semacam obat kimia. Jadi, teman saya seringkali memuntahkan kembali obat-obat herbal itu sehingga akhirnya sinshe berinovasi membuat jamunya mudah dimakan. Saya lah yang kemudian beruntung karena menerima obat-obatan yang begini :




Sahabat saya bilang, efek dari totok syaraf itu, payudaranya kemudian baru terasa sangat sakit. Seperti yang saya alami sejak awal, payudara teman saya menjadi bengkak, merah kebiru-biruan, gatal bahkan berair. Benjolan itu akhirnya terlihat, bukan hanya teraba saja. Besarnya menyerupai buah pepaya. Tentu saja sangat mengerikan.

Selama bulan-bulan pertama pengobatannya, dia tak bisa tidur. Apalagi sampai pergi bekerja seperti biasanya. Sebab, untuk bergerak pun dia merasakan nyeri yang sangat di sekitar payudara serta ketiaknya. Setiap hari dia terpaksa berbaring-baring dengan disangga sejumlah bantal, lalu pakaian dalamnya dilepas sama sekali. Katanya kalau dia nekad memakai pakaian dalam, cairan yang keluar dari sekitar puting payudaranya akan merekatkan lembaran kain itu ke tubuhnya mengakibatkan sakit yang sangat. Untung saya tak mengalaminya.

Sinshe menceritakan ulang penderitaan sahabat saya ketika saya berobat kemarin dulu tanpa saya tanya. Maksudnya dia hanya ingin membesarkan hati saya dengan menyuruh saya melihat penderitaan yang dialami orang lain. Nyeri yang saya alami tidak persis sama dengan apa yang diceritakan sahabat saya, yang katanya seperti ditusuk-tusuk oleh lembing. Sebab saya hanya merasakan seperti tikaman pisau dapur yang amat tajam, itu saja. Dan itu pun kalau saya tak pandai-pandai menyembunyikan rasanya, membuat saya menggeliat-geliat untuk menahannya.




Hubungan komunikasi kami yang sebaik ini, amat membantu saya memahami kondisi penyakit saya yang sesungguhnya serta memulihkan rasa percaya diri akan kemampuan sinshe menjadi jalan kesembuhan bagi saya. Begitulah memang seharusnya yang terjadi. Siapa pun tak boleh terkalahkan oleh rasa bosan berobat lalu menyerah begitu saja. Saya telah banyak berkaca kepada mereka, para penderita yang dihadirkan Allah untuk bersama-sama memerangi kanker. Kini saya bulatkan tekad saya kembali untuk sembuh. Toch masih banyak belahan bumi yang belum saya kunjungi selagi matahari sedemikian hangatnya menyertai perjalanan hidup kami.

(Bersambung)

16 komentar:

  1. Amin.

    Tetap semangat ya bun :)
    Semangat berbagi dan memberi hikmah untuk kami (khususnya saya).

    Rumah bunda udah ada recent komentnya nih sekarang :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin-amin-amin juga. Ini yang selalu saya harapkan, tetap bisa berbagi walau cuma hal-hal sepele yang kesannya menyek-menyek. Disuruh pergi dari lahan di sebelah sana saya nggak bingung kok, karena bukan soal komen-komenan yang penting dalam hal blogging, melainkan seberapa jauh jangkauan tulisan saya hehehe.....

      Recent comment sudah lama juga saya taruh setelah diajari jeng Indri yang manis budi.

      Hapus
  2. sabar bunda ^^
    Allah pasti sedang menyiapkan hadiah indah buat bunda

    doakan saya juga ya bunda, biar adiknya yusup cepet datang :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya dong, insya Allah tetap optimis aja, itu kuncinya.

      Saya selalu menyisipkan doa buat ibu-ibu yang senasib dengan saya dulu supaya segera diberi ganti yang sama baiknya, bahkan jika diizinkan lebih baik daripada yang diambil Allah kembali.

      Berhasil belum programnya kemarin itu? Penasaran deh.

      Hapus
    2. biar penasaran dulu deh... kalau udah nongol anaknya baru di kabar2i di blog hihihi :D

      Hapus
    3. Ah saya tetap mau mendoakan semoga dapat gantinya mas Yusuf segera ah........:-)

      Jangan ngangkat-ngangkat barang yang mau dimasukkan cargo dulu ya, nanti ndak mbrojol lagi. Packingnya sih boleh lah.

      Hapus
  3. ndang mari lah bund.....melas ndelengnane koh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya penjaluke sih ngono. Amin baen lah, kesuwun ya.

      Lha kiye dinane treatment maring sinshene maning.

      Hapus
  4. bude tetep semangat yaa..... kami semua sayang sama bude :)

    bude kalo boleh tahu alamat sinshenya dimana yaa bude?

    BalasHapus
  5. Dia praktek di salah satu apartemen di Bekasi, sayang saya nggak punya alamatnya, wong bussiness cardnya diambil sepupu saya yang berminat ke sana. Tapi di Bogor dia praktek di Wisma Bogor Permai, Jalan Sawojajar, hanya tiap Rabu mulai jam 13.00-20.00.

    Gampang kok nyarinya kalau dari stasion KA. Naik angkot 12 turun di Bogor Permai, terus jalan ke arah belakangnya, nanti di tengah-tengah ruas jalan itu di sebelah kiri, adanya Wisma Bogor Permai.

    Semoga bisa nyoba ke sana juga ya dan berhasil.

    BalasHapus
  6. Semoga penderitaan ini segera berakhir. Semangat terus Bunda!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas Umar yang baik, penderitaan ini adalah suka cita dan nikmat bagi saya lho. Soalnya dengan diberi penyakit, saya malah jadi selalu merasa dekat dengan Allah, mengenangNya dan menerima banyak limpahan barakah yang disampaikanNya lewat banyak tangan teman-teman termasuk teman kita ex Mp hehehe.......

      Terima kasih atas segala kebaikannya ya mas, semoga kita tetap bisa jadi teman yang baik meski kita sudah pindah tempat bermain sekarang ini.

      Hapus
  7. Assalamualaikum. Apa khabar kak julie? Sejujurnya saya rasa tidak enak hati apabila kak julie sudah agak lama tidak menulis.. Doa saya kak julie kuat untuk menghadapi ujian Allah ini..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waalaikumussalam kak, saya sentiasa merasa sihat lah. Jika sesekali saya tak dapat menulis, itu ertinya stamina saya agak sedikit berkurang. Tapi saya masih tetap setia pula mengisi Multiply saya kat rumah di seberang sana tu....

      Terima kasih ya kak sudah menyapa saya.

      Hapus
  8. eh mbak, stadium satu diangkat payudaranya? padahal cukup kan ya di kemo dan radiasi?

    BalasHapus
  9. Iya, diangkat payudaranya. Terus saya ikut lihat dia beli bra khusus buat orang dimastectomy gitu. Jadi sekarang gaya, orang udah dimastectomy nggak perlu lagi pake ganjel subal di payudaranya hehehe...... saya inget sih, zaman tahun '90-an boss saya ada yang disubal gitu, terus kan belum model orang jilbaban, jadi kelihatan kain subalnya terbuat dari saputangan handdoek pada ngintip dari balik blousenya. Kasihan deh, enggak gaya.

    BalasHapus

Pita Pink