Powered By Blogger

Jumat, 21 November 2008

"BATU KARANG YANG TEGUH" (II)

Aku memanggilnya Pakne walaupun nama sebenarnya Bambang Triawan. Dia lekat dalam kehidupanku sejak empat tahun setengah yang lalu. Waktu itu aku membawanya bersama bu Rini istrinya ke dalam rumah tangga kami di Singapura.

Pasangan setia ini setia mengabdikan dirinya pada kami. Membantu menyelesaikan tidak saja tugas-kewajiban di rumah tangga kami, melainkan juga tugas-tugas sosial keluarga kami. Waktu itu dengan posisi sebagai Wakil Kepala Perwakilan di KBRI, suamiku punya tugas yang cukup sibuk. Dia jarang di rumah dan nyaris sehari tiga-empat kali bolak-balik ke bandara Changi untuk mengantar-jemput serta menemani tetamu dinas. Belum lagi tugas-tugas lainnya yang menyangkut hubungan bilateral dengan pemerintah setempat. Karenanya pak Bambang sering mengambil alih tugas kerumahtanggaan kami.

Tetamu dinas suamiku yang tak ada habisnya itu sebagian datang untuk urusan pribadi. Terutama berobat. Bahkan banyak diantara mereka yang datang untuk menyerahkan kelangsungan hidup di tangan dokter-dokter Singapura.

Kami mengajak mereka berteduh di rumah dinas kami dan menyediakan diri menjadi teman berbagi duka mereka, sekalipun aku sendiri juga pasien abadi di salah satu rumah sakit. Lebih tepatnya aku menjadikan mereka sebagai teman sharing melupakan semua rasa sakitku.

Pak Bambang dan bu Rini ada di antara kami. Di saat aku harus memeriksakan diri, pak Bambanglah yang setia mengantarku. Selanjutnya dikala aku harus menginap untuk pengambilan organ-organ dalamku, selama seminggu atau bahakan dua minggu, pak Bambang dan bu Rini secara bergantian menemaniku di kamar Raffles Hospital. Tanpa mengeluh, tidak juga menuntut balas jasa. Keduanya tulus dan murni membagikan kasih sayangnya yang seputih kapas, selembut salju.

Mereka berdua berangkat dari Jakarta meninggalkan kedua putranya yang ketika itu masih bertumbuh untuk mencarikan biaya sekolah mereka. Penghasilan pak Bambang sebagai supir rumah tangga di Jakarta tidak memadai untuk mencarikan Perguruan Tinggi bagi putra sulung mereka yang baru lulus SMA. Sementara itu si kecil juga tak akan berhenti hanya di tingkat SMP saja. Karenanya mereka berdua rela ditinggalkan tanpa siapa-siapa di rumah kecil mereka di dalam gang tikus di deretan perkampungan rakyat di Jakarta Selatan yang padat.

--------

Rutinitas Pakne dan Bune selalu dimulai dengan mengirim SMS setiap pagi kepada kedua orang putranya. Terutama untuk membangunkan si kecil yang baru duduk di kelas 2 SMP. Setelah itu Bune akan menyiapkan makan pagi kami semua, selagi Pakne membersihkan mobil dinas suamiku dan sesekali mengantar anak bungsuku ke sekolah. Sehabis itu rutinitas siang dimulai dengan acara memasak dan belanja. Paknelah si raja belanja itu. Hampir seluruh pelosok pasar yang redup, sedikit becek dan berbau dikenalinya dengan baik. Juga kedai-kedai yang menawarkan barang bagus dengan harga murah. Luar biasa!

Malam hari mereka akan kembali berkirim SMS untuk memastikan anak-anak mereka siap mengulang pelajaran dan sudah selesai makan malam dari warung nasi di sekitar kediaman mereka. Rutinitas yang teratur, sebagai penangkal terulangnya riwayat hidup kelam mereka di masa lalu.

-ad-

Pakne berasal dari pusat budaya Jawa klasik putra seorang pengusaha gitar yang pernah meraih sukses. Kemudian karena kekuranghati-hatiannya Allah membalikkan kehidupan mereka, meninggalkan kepahitan di bibir jurang kepada keluarga mereka.

Pakne hidup berpindah-pindah rumah dalam asuhan berbagai tangan berganti-ganti hingga terdampar di ibu kota. Setelah melakoni pekerjaan yang cukup mapan di suatu tempat, pakne menemukan pelabuhan cintanya yang sejati pada seorang mojang Bandung yang kemudian memberinya dua buah cinta sampai sekarang.

Lagi-lagi Allah menguji dirinya sehingga roda nasib terputar kembali, dari atas sampai di bawah mirip lagu keroncong Roda Pedati yang dulu disuarakan biduanita tuna netra Annie Landouw dengan suaranya yang mendayu-dayu menggetarkan jantung sinyo Belanda. Kemudian dilakoninya pekerjaan sebagai supir yang jauh bertolak-belakang dari posisi terhormatnya semula.

Dan kami "menemukannya" secara tidak sengaja. Ketika suamiku tiba-tiba menyampaikan kabar penugasannya ke luar negeri dalam posisi pimpinan, aku harus siap membawa staff rumah tangga. Dalam kebingunganku, aku tiba-tiba teringat pada dua orang bagian dari masa lalu kami yang kutahu cocok dengan kami serta sesuai untuk memegang posisi yang akan kami tawarkan.

Bune, perempuan cantik dan langsing dengan rambut ikal sebahu itulah serpihan memoriku. Dulu kami pernah bersama-sama, dan kusaksikan betapa bune sahabatku membutuhkan perjuangan dan pengorbanan besar untuk bisa mengikuti ujian SMA-nya di sekolah negeri bergengsi di Kabupaten Bandung waktu itu.

Gadis cerdas sahabatku ini terpaksa menghambakan diri di rumah induk semang pondokannya karena ayahnya seorang pensiunan PNS masih perlu membiayai beberapa jiwa lagi yang diperolehnya kemudian dari seorang istri kedua. Masih kuingat betapa di suatu siang dia menghampiri rumah pondokanku untuk minta diantarkan mencari keberadaan ayahanya supaya bisa membayar biaya sekolahnya menjelang ujian akhir SMA. Usaha yang tidak berhasil itu kemudian mengeruk air mataku dan suamiku (pacarku waktu itu) sehingga menorehkan luka yang tak akan pernah terhapus padaku hingga kini. Aku telah menangis untuknya, bune sahabatku, terlebih-lebih ketika dia terpaksa menolak jatah masuk IPB tanpa test yang dihadiahkan sekolah kepadanya sebagai murid dengan prestasi tertinggi. "Akan kubayar dengan apa biaya pondokanku dan buku-buku kuliah nanti?" tanyanya retoris sambil menatap air yang menghitam di sekitar got rumahnya di kebisingan kota Bandung. Aku mengingatnya terus sampai kini.

-ad-

Bune dan Pakne pernah nyaris berhadapan langsung dengan maut yang mengintai seorang tetamu kami. Siang itu ketika aku tengah sibuk dengan suatu kegiatan dinas untuk masyarakat Indonesia, seorang kenalan baru tetamu kami yang baru datang nyaris terenggut jiwanya di kamar tidur tetamu kami. Untunglah kedua asisten rumah tanggaku tersbut sigap dan cepat tanggap dengan memanggil pulang suamiku yang sedang mengantar tetamu ke luar rumah dengan maksud agar langsung membawa ke rumah sakit. Mereka bertiga dengan suamiku menggotong pasien tetamu kami sampai ke halaman rumah sakit dan berhasil menyelamatkan jiwanya.

Dilain waktu pagi-pagi buta mereka berdua sibuk melarikan pasien tetamu kami ke rumah sakit, walaupun kemudian kami tak dapat menolongnya. Beliau berpulang tiga hari kemudian di tebas kanker hati yang ganas. Dan episode pagi itu tak pernah kami saksikan, sebab pakne dan bune sengaja tidak membangunkanku yang juga masih dalam masa pemulihan sehabis pengambilan indung telur dan ususku.

-----------

Pakne kemudian mengikuti kepindahan suamiku ke Afrika Selatan dan meninggalkan bune yang kembali ke Jakarta. Di ibu kota bune tegar membesarkan kedua putra mereka seorang diri yang kini sudah berada di tahun-tahun terakhir Perguruan Tinggi dan SMA. Suatu perjuangan yang berat, mengingat penghasilan yang jadi berkurang banyak serta tantangan hidup yang makin sulit. Tapi kuamati bune tetaplah perempuan yang tegar, wanita yang tak gentar menjalani hidupnya yang dilamun ombak.

Disini, di Afrika Selatan ini, lagi-lagi secara tidak sengaja pakne menerima jatah nasibnya sebagai pengasuh dan perawat orang sakit ketika tiba-tiba Allah menganugrahi kami seorang penderita depressi yang tak kami ketahui asal-usulnya. Pakne dengan sikapnya yang tegas namun lembut berperan mengambil alih figur seorang ayah. Dengan tenang didekatinya perempuan itu. Diajaknya bicara seputar kehidupan serta dihadiahinya dengan sejumlah pulsa telepon untuk menghubungi suaminya di Indonesia. Kadang-kadang saat kami berbelanja, pakne juga akan mengambilkan sepotong dua potong coklat, chips atau biskuit untuk anak asuhan kami. "Kasihan bu, dia tidak hanya perlu makan secara jasmani, rohaniahpun perlu. Dan nampaknya makanan-makanan ini kegemarannya semua yang saya harap dapat menimbulkan gairah hidupnya kembali untuk melupakan semua perlakuan buruk yang tengah dihadapinya," begitu kata Pakne sambil memasukkan buah tangan pilihannya. Di rumah kami kelak kami dapati perempuan muda itu menerimanya dengan senang diikuti senyum yang manis. Senyum kerinduan seorang anak akan figur bapaknya. Dan pada Paknelah semuanya tersandar.

Di rumahku kudapati semua pelajaran hidup berharga ini. Dan disini, di lembaran putih ini kurekam semuanya untuk menguntai pembelajaran moral kepada anak-cucuku. Semoga kalian semua mendapatkan manfaatnya.

34 komentar:

  1. Pak Bambang,mudah2an segala amal bakti dan ibadahmu,akan membuahkan kenikmatan di kemudian hari,dan putra2mu akan menjadi manusia yang tangguh seperti ayah ibunya,dan mencontoh pola pikir yang bijak& kepemimpinan dari bapak dan ibu Andra,amin.

    BalasHapus
  2. Doanya saya sampaikan a bu. Beliau lagi eprgi momong suami saya sama si bungsu ke badminton court. Semoga Allah juga membahagiakan ibu sekeluarga.

    BalasHapus
  3. setelah membaca kisah pakde bambang..pikiran ku jadi ingat keortu ku bun
    Diujung usianya papaku dan akupun sudah berkerja ..waktu kita telponan dia sering nanyaiin ke aku..kamu ada uang belanja? sudah makan? sehat kah? jangan lupa sholat..kalo udah ngak betah disana pulang saja ke indo begitulah bun setiap kali nelpon..dari sana aku Bersyukurlah keatas cinta kasih yang dilimpahkan pd ku sehingga aku bisa seperti sekarang dan Insya Allah berguna bagi banyak orang...

    Kalo lagi berduka begini nangis aja dee... manusiawi kok kok bun

    BalasHapus
  4. Terima kasih ya Ed atas sharing pengalamanmu yang tentu akan sangat berkesan dan bermakna bagi siapapun yang membacanya. Terbukti rtoch bahwa cinta kasih orang tua itu tiada dua dan selalu tulus? Ada kalanya orang tua rela mengorbankan apapun miliknya hanya demi membahagiakan anak-anak mereka yang sejujurnya 'kan emmang tidak pernah minta dilahirkan toch?! Ya nasib....... ya nasib...........

    BalasHapus
  5. subhanallah, perjuangan Pakne dan Bune patut diacungi jempol.

    salam hormat dan kenal untuk Pakne dan Bune ya, Tante :-)

    BalasHapus
  6. baik dibalas dengan baik itu yang diajar kepada kita..semuga persaudaraan ini akan berkekalan hendaknya...salamk enal buat orang yang sangat baik iaitu Pakne sebagai role model kepada kita yang membacanya...

    BalasHapus
  7. pelajaran yg bagus juga buat saya
    :)

    BalasHapus
  8. Yah....itulah kehidupan, semua sudah ditetapkan oleh Allah SWT..kita harus terima., semoga kita dipertemukan dengan orang2 yg kita cintai kelak dalam keadaan gembira . Amin ya rabbal alamin.
    sejak dari dulu lagi aku sudah tanam kan niat dihati
    Aku berjanji pada diriku( jika aku sudah menikah dan punya keluarga)untuk tidak memisahkan aku dengan anakku. karena perpisahan itu sungguh menyakitkan, kecuali dikehendaki lain oleh Allah SWT.

    BalasHapus
  9. sungguh perjuangan hidup yang patut dijadikan teladan & pembelajaran. sampaikan salam hormat saya buat pakne & bune ya tante. smoga 4JJI senantiasa memberkahi beliau dan keluarganya. hiks hiks... jadi melo tante ingat bunda & ramaku di djogdja. beliau berdua sudah renta, tapi ku ngerasa hingga detik ini belum bisa berbakti dan menyenangkan hati keduanya. dalam doaku slalu kumohon agar aku diberikan kesempatan itu & 4JJI menjaga umur beliau sampai aku bisa mewujudkannya. amin
    buat tante, terus berbagi ya tante insyaAllah 4JJI akan memberikan balasan yang terbaik. amin

    BalasHapus
  10. Iya, sayapun terharu menyaksikan kehidupan keluarga mereka. Selagi orang tuanya sibuk emngerjakan segala macam hal di rumah saya, mereka sibuk membalasnya dengan belajar giat. Salamny saya sampaikan. Terima kasih lagi nak Rike.

    BalasHapus
  11. Semoga Allah emngabulkan pintamu dan menjadikan rumah tanggamu kelak sebagi suatu rumah ynag penuh kebahagiaan, kasih sayang dan kenikmatan. Amin. Selamat berjuang emncari dollar dan mencari jodoh yang sesuai dan mengena di hatimu.

    BalasHapus
  12. Semoga Allah mengabulkan sepotong doa anda ini bagi mereka dan bagi anda juga. Terima kasih mbak Tatiek sdah mampir kesini.

    BalasHapus
  13. Sayapun berharap demikian, semoga hanya kematian ynag bisa emmisahkan keluarga kami dengna keluarga mereka karena kami sudah terlanjur cinta kepada keluarga-keluarga mereka. Terima kasih atas kehadiran bang Amid disini.

    BalasHapus
  14. Terima kasih untuk pak Suga seandainya tidak merasa tersindir oleh postingan-postingan saya ini. Saya yakin pak Suga sendiri sebetulnya sudah jadi kepala keluarga yang baik untuk rumah tangganya lah........... baravo pak!

    Salam hangat dari rantau. Semoga sukses selalu di perantauan bapak di luar Jawa ini.

    BalasHapus
  15. Maafkan tante ya nak Wandi jika membuat dirimu sendu. Ini bukan mau nyindir pembacanya lho, juga bukan mau menggurui. Cuma sekedar merekam semua kehidupan di sekitar keluarga saya untuk panduan anak-cucu kelak.

    Salam hormat juga untuk keng ibu dan rama di Djogdja yang damai.

    BalasHapus
  16. wah nda pa2 tante justru saya yg matur nuwun diingatkan melalui postingan ini. maklum tante anak muda jaman sekarang jarang bisa berkaca dengan pengalaman hidup berharga seperti ini. jadi saya merasa beruntung terjalin dalam ikatan ini.

    BalasHapus
  17. Alhamdulillah kalau saya bawa manfaat untuk para kontak saya (untuk nak Wandi, gitu). Terima kasih sekali lagi sudah mau menawari saya jadi kontak.

    BalasHapus
  18. punten tante, nak wandi sinten tho tante? he he ...
    niki mase dhanuh suwardi singbagoesdw lho tante. hwekekekek ..... *becanda tante*

    BalasHapus
  19. cerita yg luar biasa dr seorang pakne dan bune yang kenyang makan asam garam, manis pahitnya kehidupan

    BalasHapus
  20. Oh, mahap.........., kirain Wandi, jebul nganggo "R". Kekekekeke,,,,,,, dasar mripate nini-nini!!!

    BalasHapus
  21. Mudah-mudahan membawa kita kepada tekad untuk meniru kebaikan mereka. Amin.
    Matur nuwun ya kang udah kersa rawuh kesini.

    BalasHapus
  22. Heibat tulisannya....ungkapan kehidupan manusia & perjuangannya...termasuk diri penulis sendiri...(he he eh punten ibu, teu damang naon kituh kamari teh ?? nembe uninga yeuh...).
    Pakne na teh ikut mengurs juga yang depresi itu tea ya...belum pulang ke tanah air kituh ?
    Baktos ka sadaya......tabah dan sukses, insya Allah berkah kanggo sadaya....

    BalasHapus
  23. Hatur nuhun akang. Biasa we ieu mah seratan ibu-ibu kirang padamelan.......
    Perkawis TKW tea pan tos uih ge, malih mah tos dua kali dipostingkeun ku abdi di bundel. Anu sakali artikel seriusan pikeun perenungan pamarentah.

    Damang akang? Janten hoyong papendak. Baktosna we heula ka ceuceu. Nuhun ah tos keresa sindang ka dieu.

    BalasHapus
  24. Subhanallah,,, salut sama mbapakne dan bukne juga... Seneng ya,, keluarga jadi tambah banyak... makin 'kaya' jadinya... so inspiring...

    BalasHapus
  25. Ya, saya juga nganggap begitu. Makanya saya tulis disini untuk mengingat jasa mereka sepanjang jaman. Terima kasih komen dan kehadirannya disini mbak.

    BalasHapus
  26. Pakne dan Bune kompak banget ya Bunda.... Semoga kekompakannya nular pada "Pakne dan Bune Yasmin..."

    BalasHapus
  27. Memang bener. Makanya kita harus bisa niru, itu sih yang saya harapkan dari postingan ini. Jyan, wong kok arep ngguroni tanggane, piye ya aku iki? Semoga ada manfaatnya ya mbak.

    BalasHapus
  28. Nggak menggurui kok Bun... justru saya seneng banget dengan sharing2 pengalaman seperti ini, dan jujur kisah2 nyata yang Bunda tulis ini sebagian besar menginspirasi saya, memancing intrispeksi diri dan yang pasti merupakan sumber pembelajaran hidup bagi siapa saja...

    BalasHapus
  29. Alhamdulillah kalo ada yang bisa dipetiks ebagai manfaat dari blog saya. Saya memang ngempi untuk bagi-bagi pengalaman kok mbak. Jadi kalo saya disuruh bikin yang "heboh", singkat, padat, saya akui, nggak sanggup. Nanti jadinya blog saya malah asal bunyi. Percuma, udah bayar internet mahal-mahal lho..... ha...ha....ha....

    BalasHapus
  30. saya juga ikut menimba manfaat dari cerita2 ibu yah... ikut menguntai pencerahan
    salam buat pak bambang triawan alias pakne, salut atas keteguhannya
    salam juga buat bune, ehm... atau buneyasmin aja yah ha..ha...

    BalasHapus
  31. Sumangga, kalo kisah kehidupan si nini bawel ini bisa dipetik, saya persilahkan. Matur nuwn mas. Salamnya saya sampaikan sebentar lagi. Pakne masih di kamarnya, belum kedengaran nyuci mobil (ritual harian terpagi setelah jogging dengan bu Mien). Mungkin kecapean, semalam ada tamu sampai larut malam, jadi lados nggak berhenti-berhenti. Salam hangat juga dari kami di rantau.

    Bunenya di Jakarta, kemarin ulang tahun ke-50. Saya sampe lupa mo ngucapin. Lha dari apgi mo ngucapin ditunda sampe siang sedikit, maksudnya biar bune lagi sela di Jakarta. Eh, lupa malah terus diundang ke rumah orang sampe maghrib. Baru mau sembahyang, ada tamu dadaan segerombolan, ya sudah bablas lupa. Barusan saya SMS (sebelum lupa lagi), bunde belum jawab. Pasati masih sibuk ngurus rumahnya. Nanti kalo jawab tak sampaikan salamnya.

    BalasHapus
  32. sekarang pakne & bune apakabar?
    keluarga m.julie hebat, dikelilingi orangorang yang baik ya.. tulus begitu..

    BalasHapus
  33. Baik-baik aja sih kelihatannya, cuma saya memang nggak pernah ketemu lagi.

    BalasHapus

Pita Pink