Powered By Blogger

Jumat, 21 Februari 2014

SERENADA DALAM LEMBAH BIRU (178)

asa-rasanya penyakit saya semakin memerlukan perhatian dan perlakuan yang khusus. Hingga hari ini, penyakit asma saya masih belum tertangani dengan baik. Meski saya tidak lagi mengeluarkan suara yang bising dari rongga paru-paru saya, akan tetapi sesak nafas saya tetap saja ada. Hal ini membuat saya sulit untuk berbicara secara leluasa. Karenanya, setiap hari saya harus diinhalasi yakni diuapi dengan obat-obat tertentu yang dimasukkan ke dalam jalan nafas saya melalui selang oksigen. Selain itu, kondisi fisik saya secara umum juga cukup buruk. Darah saya masih saja terlalu kental sehingga dokter perlu memberikan obat pengencer darah. Dan dokter ahli penyakit jantung pun masih rajin memantau kondisi kondisi detak jantung saya yang seringkali terlalu cepat. 

Keadaan-keadaan seperti ini membuat saya belum sanggup untuk kembali ke meja radiasi walau hanya sekedar untuk melanjutkan pembuatan peta kepala saya yang perlu ditutupi ketika radiasi sedang berlangsung. Masalahnya, di atas meja radiasi saya harus berbaring terlentang tanpa bantal. Sehingga saya potensial akan bertambah merasa sesak nafas. Padahal radiasi itu diharapkan dapat menjadi senjata ampuh untuk melawan tumor-tumor yang tumbuh sangat cepat dan ganas di tengkorak kepala saya.

Sedangkan untuk membasmi tumor yang semakin massive di tulang selangka saya, dokter akan menggunakan kemoterapi. Dalam keadaan kondisi fisik saya secara umum yang tidak prima kemoterapi pun tak bisa dilakukan. Hal ini menimbulkan kerisauan pada diri saya, apalagi pada onkologis saya dan dokter ahli kemoterapi.

***

Sudah beberapa hari saya selalu merasa amat kesakitan. Tumor di tulang selangka saya masih terus tumbuh meski ukurannya sudah menyerupai buah mangga Indramayu. Rasa sakitnya jangan ditanya, sungguh amat menyiksa. Apalagi, tangna saya yang terserang cacat linfedema sehabis operasi pengangkataan kelenjar getah being saya tahun lalu juga terasa amat menyakitkan. Pasalnya tumor dan limfedema saya letaknya saling berdekatan bahkan bersambungan. Tangan yang terserang limfedema itu dulunya rajin saya bawa setiap seminggiu tiga kali untuk difisioterapi di Instalasi Rehabilitasi Medik. Akan tetapi lama-lama saya kewalahan juga. Yakni ketika kaki saya mulai terasa sakit yang ternyata diakibatkan oleh munculnya penyebaran tumor di tulang yang kemudian patah ketika saya terjatuh sebulan yang lalu. Saya baru kembali lagi difisioterapi di Instalasi Rehabilitasi Medik pertengahan pekan lalu. Atas perintah dokter, setiap hari berhubung saya sudah pasien rawat inap di RSK Dharmais ini, awal pekan ini terapis senior memfisioterapi saya sambil mengajari mahasiswa-mahasiswa yang sedang magang. Caranya memfisioterapi tentu saja diupayakan begitu perfect mengakibatkan saya merasa amat nyeri. Hanya sekitar 2 jam setelah difisioterapi itu, tangan limfedema sekaligus tumor di tulang selangka saya merasa amat sakit. Karena begitu sakitnya saya sampai menangis kuat-kuat serta minta obat penahan nyeri yang lebih kuat lagi kepada tenaga medis. Bahkan semalaman saya sampai tidak dapat tidur. Hal ini amat mengejutkan adik sepupu mantan suami saya yang kebetulan menginap menjaga saya semalaman di RS. Katanya beliau tak tega mendengar tangisan saya, sebab ketika beliau merawat saya dahulu di sebuah RS di Singapura untuk membuang rahim, indung telur, serta usus halus saya yang juga ditumbuhi penyakit saya tidak pernah merasakan kesakitan seperti ini. Sehingga akhirnya, keesokan harinya saya mangkir dan mogok difisioterapi. Tetapi hasilnya apadaya di pagi hari berikutnya saya sudah terbangun pada pukul tiga pagi oleh serangan nyeri yang menurut saya jauh lebih nyeri daripada serangan sebelumnya. Padahal sebelum tidur saya sudah mendapat obat penahan nyeri dalam dosis tinggi. 

Karena tak tahan lagi akan rasa nyeri itu saya terpaksa memanggil dan membangunkan perawat untuk mengadukan keadaan saya supaya saya boleh mendapat obat penahan nyeri lainnya yang lebih ampuh dan lebih kuat. Mula-mula saya, masih setia menanti kedatangan perawat itu setengah jam lamanya. Tetapi lama-kelamaan ketika dia tidak juga datang sedangkan rasa sakit menyengat maka saya memanggil perawat sekali lagi. Kali itu anak saya Andri ikut terbangun. Bersama saya dia menunggu respons perawat. Sayangnya perawat yang masuk kemudian ke kamar saya, cuma bisa menjanjikan akan melapor terlebih dulu kepada dokter jaga yang ternyata amat lamban dilakukannya sehingga sempat membuat saya menangis meraung-raung bagaikan seorang bayi. Karena anak saya tak tahan lagi mendengar erangan-erangan saya yang lebih tepat disebut jeritan, maka dia berupaya mencari perawat lain. Setelah itu barulah seorang perawat lelaki mendengarkan keluhan saya dan memenuhinya. Agaknya setelah satu jam mereka baru mau memenuhi permintaan saya. Saya pun lalu mendapat obat penahan nyeri dosis tinggi yang langsung disuntikkan ke dalam pembuluh darah saya. Efeknya tidak segera terasa. Baru kira-kira 45 menit kemudian rasa sakit itu teratasi. Dan sepanjang 45 menit itu saya tetap jua menagis meraung-raung tanpa mengenal rasa malu meski suara saya terdengar ke mana-mana. Ah agaknya air mata saya menjadi senjata untunk menerbitkan belas kasihan para perawat. Kejadian itu terulang lagi malam ini sejak sore hari. Anak-anak saya kemudian menagih obat penahan nyeri yang agaknya karena habis persediaannya, tak saya terima. Maka kemudian saya memaksa perawat untuk memberikan obat sejenis lainnya yang efeknya jauh lebih kuat lagi karena cara memakainya langsung dimasukkan ke dalam tubuh melalui lubang anus pasien. Obat ini hanya perlu waktu setengah jam saja itupun paling lama, untuk dirasakan hasilnya.Tapi pada akhirnya rasa sakit mereda dan saya dapat tidur sekitar 2 jam hingga pagi menjelang. Berhubung saya jera dengan pengalaman malam-malam sebelumnya, tadi malam sebelum tidur saya minta obat itu lagi, sekaligus minta diuapi dengan tehnik inhalasi yang buktinya ampuh menjangkau seluruh kantung alveola di paru-paru saya. Saya bangun pada waktu yang normal menurut jam biologis saya Tentu saja mengucap syukur dan merasa amat beruntung atas keadaan ini. 

Pukul setengah enam pagi perawat memandikan saya dengan cara hanya mengelap tubuh saya yang sama sekali belum bisa banyak bergerak. di atas kasur yang saya tiduri. Kegiatan mandi ini meski cuma sebentar dan seadanya amatlah saya sukai. Sebab tubuh saya bagian belakang mulai mengalami luka-luka kulit yang menyeluruh akibat berbaring pada satu posisi saja sebulan penuh lamanya. 

Susahnya, setiap kali habis dimandikan tubuh saya akan selalu merasa kelelahan. Ditandai oleh nafas yang memburu pendek-pendek dan putus-putus. Dokter ahli paru-paru yang dijadikan konsulen onkologis saya di dalam merawat saya menegaskan bahwa saya terbukti memang tidak dapat melakukan kegiatan fisik seringan apapun di saat seperti sekarang ini. Ingatan saya kemudian melayang ke masa-masa lalu di saat saya masih sekolah dan menyandang predikat ABG. Pada masa-masa itu saya sering sekali mendapat disepensasi dari guru olahraga saya untuk tak mengikuti prlajaran yang diajarkannya. Tentu saja kemudahan yang saya terima saat itu membuat iri teman-teman saya bahkan menuai protes Tapi the life must go on. Dulu saya tak terpengaruh protes teman-teman saya, sehingga nilai pelajaran olah raga saya selalu di angka 6. Hal yang lebih menyedihkan lagi adalah ketika di tahun 2006 ketika saya ditugasi membawa teman-teman DWP saya dari KBRI Singapura  melakukan kunjungan kerja ke tempat teman-teman yang sedang mengikuti penugasan suami mereka di eropa. Kami bepergian selama satu minggu ke tiga begaara. Akan tetapi DI hari keempat saya justru ambruk total. Di hari itu saya terpaksa dipuiangkan ke penginapan kami di pinggirian kota Paris, Perancis. Karena ternyata saya sama sekali tak mampu lagi bangkit berdiri untuk berjalan dan menyertai teman-teman menyelesaikan agenda kunjungan kami selama 2 hari di sana. 

-----------------------------------------------------------------------------------

upanya sampai di sini pertempuran sengit antara kanker dan pengobatan itu. Alinea di atas adalah titik akhir yang sesungguhnya. Tak ada kelanjutan yang dapat terungkap melalui rongga-rongga mulut beliau. Kini hanya "tangan-tangan mungilnya" yang mampu menyampaikan segala hal yang belum sempat tersampaikan. Beliau sudah tenang di sisiNya dan kami yakin beliau tidak akan pernah berhenti bercerita tentang segala kisah hidupnya baik pahit maupun bahagia dari tempatnya sekarang yaitu di surga yang telah Allah SWT janjikan bagi umatnya yang beriman dan bertaqwa. Doa serta dukungan dari teman-teman semua amatlah berharga bagi beliau, sosok yang bagi kami begitu luar biasa tiada tandingannya. Mungkin kami hanyalah bagian terkecil dari kekuatannya, tapi kami yakin Insya Allah apa yang telah beliau perjuangkan selama ini akan bisa kami selesaikan dengan lebih baik lagi.

Inilah kondisi terkini ibunda. Tak kuasa kami menahan air mata yang sudah menggenangi pelupuk mata ini. Semoga engkau kini ditempatkan di tempat terindah bersama putramu Dimasdjati Utomo bin Andradjati dan seluruh keluargamu, bu. Kami akan terus berusaha untuk menyelesaikan apa yang belum sempat kau selesaikan. SELAMAT JALAN IBU!





26 komentar:

  1. innalillaahi wa inna ilaihi raaji'uun, semoga Allah memberikan tempat terbaik yg damai saat ini utk almarhumah, mudah2an Allah menerima semua amal baik beliau dan mengampuni segala kekhilafan beliau, aamiin.

    BalasHapus
  2. Innalillahi wa inna ilaihi raaji'uun.
    Allahummaghfirlaha warhamha wa'afiha wa'fu'anha.
    Terima kasih atas cerita dan interaksi selama ini,bunda. :')

    BalasHapus
  3. Sampai akhir bunda masih menulis...semoga bunda tenang di sisinya amiin

    BalasHapus
  4. Saya sangat sedih, lama tak bersua tp tiba2 sudah mendapat berita ini....kepada anak dan keluarga bunda...terimakasih sudah merawat bunda. Semoga bunda diberikan tempat terbaik di sisiNya...amiienn.

    BalasHapus
  5. In shaa Allah ini yg terbaik untuk beliau..Sakit yg beliau alami sbg penggugur dosa2 beliau.
    “Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengan dosa-dosanya”. (HR. Muslim no. 2573).
    Semoga jurnal yg beliau tulis ini bisa diambil manfaatnya bagi yg membaca sehingga menjadi tabungan amal untuk beliau..
    Adek & mas Andri, beliau pernah berkata padaku.."kedua anak saya adalah semangat juang saya yg terbesar.." Alhamdulillah beliau punya anak2 berbakti..
    Semoga adek & mas Andri bisa meniru perjuangan ibunda yg pantang menyerah dlm hidup & masalahnya..





    BalasHapus
  6. Innalillahi wa inna ilaihi rojiuuun...saya baru mengenai beliau di sini, namun doa kami untuk bunda Julie,...semoga mendapat tempat terbaik di sisi-Nya...amiiin...

    BalasHapus
  7. Innalillahi wa inna ilaihi roji'un.....
    Selamat jalan, bunda sayang... Semoga bunda mendapat tempat terbaik di sisi-Nya...

    BalasHapus
  8. Selamat jalan bun..
    Sampe susah mo ngomong, mata ini ikut berair jadinya.. :(

    BalasHapus
  9. Bunda.... sampai nangis bacanya..

    BalasHapus
  10. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.. selamat jalan ibuuu :(

    BalasHapus
  11. Selamat jalan, tante Lilik.. It has been an honor knowing you and having the chance to feel your light upon this world.. You've taught us strength and greatness far beyond what we could have imagined.. We can only hope to shine as bright as you did.. Tell them your stories, tante.. We'll know you're shining from above..

    To mas Andri & mas Yadi, my deepest condolences for the loss of you wonderful mother.. May Allah strengthen you, protect you, and always bless you.. And may your mother's light always shine through you..

    Niza

    BalasHapus
  12. innalillahi wa innailaihi rojiun...
    selamat jalan bunda..:(

    BalasHapus
  13. Innalililahi wainnailairojiun..... selamat janda bunda julie

    BalasHapus
  14. Terima kasih atas doa dan dukungan teman-teman semua. Tadi di pemakaman juga banyak blogger khususnya eks. Multiply yang hadir mengantarkan beliau ke rumahnya yang terakhir. Sungguh kami amat terharu atas perhatian teman-teman yang begitu besar dan luar biasa kepada bunda. Insya Allah blog ini akan bisa kami lanjutkan walaupun tak seindah tulisan bunda. Amin.

    BalasHapus
  15. Ibu, aku akan selalu menyayangimu dan mendo'akanmu seperti kepada ibuku sendiri.
    Selamat jalan Ibuku sayang

    BalasHapus
  16. Terharu baca kisahnya. jadi inget almarhum ibu saya . Selamat jalan ibu julie.

    BalasHapus
  17. Allaahummaghfirlahaa warhamhaa wa'aafihaa wa'fu'anhaa.....aamiin ya Allah
    -doa ku untuk bunda Julie-

    BalasHapus
  18. innalillahi wainna ilaihi raji'un. allohummaghfirlaha warhamha, wa 'afiha wa'fu anha. Al fatihah

    BalasHapus
  19. Selamat jalan, Bunda! Semoga damai di sisi-Nya. Aamin!

    BalasHapus
  20. saya teringat dulu beliau suka ngeledek kalo saya bilangnya 'Tan' doang. 'Tan, Tan! Lu kira Tan Ceng Bok, Tong?' katanya. ya, saya dipanggilnya Ntong sama beliau. ah, masih banyak lagi balas2an komen saya dan beliau lainnya yg bikin saya ketawa.

    selamat jalan, Tante Julie. I will always love u. we all will always love u.

    BalasHapus
  21. selamat jalan bunda ... moga beliau tenang disana amin

    BalasHapus
  22. Kehilangan kontak dengan bunda setelah multiply....
    Malah kabar sedih yang datang.....

    Selamat jalan bunda jul....insya Allah tempatmu indah bersamaNya...

    BalasHapus
  23. Allahummaghfirlahaa warhamhaa wa'afihaa wafuu'anhaa

    BalasHapus
  24. kalo bisa..
    cerbung bu Julie dimasukkan ke penerbit.
    Saya suka ceritanya..
    Semoga file-nya ada ya.. di komputer

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insya Allah nanti akan diusahakan lagi. Dulu pernah sekali mencoba ke penerbit dan gagal. Kemudian sempat sekali diikutkan Lomba Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta dan masih gagal. Mudah-mudahan selanjutnya bisa tembus dan dibaca lebih banyak orang lagi. Amin.

      Hapus

Pita Pink