Powered By Blogger

Senin, 26 Januari 2009

STASIUN TERAKHIR SANG PUJANGGA MALAM

Jika diibaratkan pengelana, maka kemenakanku yang satu ini adalah pengelana sejati. Satu "tempat" ke "tempat lain sudah disusurinya dengan baik.Terkadang dia singgah cukup lama di satu tempat, dan mereguk air segar serta menyecap lezatnya buah yang ditumbuhkan buminya. Namun tak jarang dia cuma mampir sebentar sekedar melihat-lihat keindahan yang ada lalu pamit tanpa isyarat.

Bulan lalu dia menemukan tempat persinggahannya yang abadi. Dan untuk itu dia telah memutuskan untuk mereguk habis semua nikmat yang ada disitu dengan satu kata, dia akan melepas masa lajang. Suatu peristiwa yang sangat kami syukuri mengingat dia memang sudah sampai pada saatnya menikah.

Perempuan impiannya, persinggahannya yang terakhir, gadis mungil yang selalu ceria dan penuh kasih sayang. Dia telah masuk ke dalam semua kehidupan kami dan jadi bagian disana. Tanpa kami minta. Perempuan bening berhati santa.

-ad-

Berdua dengan anak bungsuku aku menerbangkan diri ke ibu kota propinsi, dimana mereka melepas masa lajang mereka. Gurat-gurat bahagia terpancar di wajah jelitanya, sekalipun pernikahan itu terbilang sederhana dan nyaris tanpa gaya.

Suatu pertemuan keluarga yang tidak pernah terduga, terjadi buatku. Banyak kerabat yang lama tidak kujumpa hadir disana. Termasuk keluarga besar iparku. Berada di tengah-tengah mereka, rasanya aku seperti dikungkung oleh gelombang hangat yang dipancarkan heater yang biasa tergantung di dinding kamarku di kala winter menyergap bumi.

Salah satu kakakku juga membawa serta sahabat lamanya, walaupun kami kurang mengenalinya. Namun keakraban cepat terjalin sebab dia bersama keluarganya bisa masuk dengan nyaman ke dalam lingkungan keluarga kami yang selalu penuh canda tawa.

Aku menggodanya dengan istilah "Cinta Lama Bersemi Kembali" mengikuti salah satu mata acara di salah sebuah stasiun televisi nasional. Tapi mereka hanya tertawa mendengar gurauanku yang tak bermutu. Sebab sesungguhnya mereka betul-betul cuma teman lama yang kebetulan dipertemukan nasib sehingga menjadi akrab kembali.

Abang, demikian aku memanggil sahabat kakakku itu, dulunya adalah tetangga desa dan teman sekantor salah satu orang tua pengantin. Ah, dunia terasa sempit. Maka di pesta pernikahan itu mereka seperti berusaha mengakrabkan diri lagi seraya mengenang masa lalu yang telah hampir pudar.

Aku menggoda kakakku, apakah ini pertanda cinta itu tumbuh kembali? Kakakku lagi-lagi menggeleng dan berujar, "persahabatan tak harus dikotori dengan birahi. Kasih sayang yang murni adalah inti persahabatan yang sejati," tandasnya.

-ad-

Seusai perhelatan kakakku, aku menyempatkan diri untuk bersilaturahmi kepada para kerabat orang tuaku sebelum kembali ke rumah. Paman dan bibiku nampak sudah semakin tua, namun tak kehilangan gairahnya yang dulu.Bahkan pamanku yang dulu begitu pendiam kini nampak banyak bicara menyampaikan petuah-petuah yang entah diambil dari mana. Kuduga dari pengajian kaum lansia yang menurut mereka rajin mereka ikuti sebagai pengisi waktu luang.

Paman melepasku di pintu pagar rumahnya dengan doa yang nyaris selalu sama, semoga kami dapat menjalankan amanah negara hingga selesai dengan sempurna. Juga bibi membekaliku sekantung makanan yang dibuatnya sendiri seakan penambah semangat dan gairah kami merantau. "Kalian dulu mulai sekolah dari rumah ini, sekarang ijinkan kami mengantarmu pula ke meja kerja suamimu dengan doa selamat dari rumah ini," kata bibiku lembut meluncur dari setangkup bibirnya yang tipis dan menawan walau tanpa seulas lipstickpun. Aku mengangguk seraya mencium kedua punggung tangannya sebagaimana dulu diajarkan suamiku, lalu menghilang dengan membawa kenangan manis kami akan beliau. Sebab disitu dulu aku sering menginap dan minta perlindungan ketika baru mulai sekolah di perguruan tinggi.

-ad-

Aku bahagia menyaksikan kebahagiaan pengantin baru yang berdiri lekat di pelupuk mataku. Binar-binar cemerlang itu seakan mengingatkanku bahwa hidup harus dinikmati apapun adanya. Jiwa kita perlu diisi optimisme, demikian kira-kira pesannya. Lalu Sri, permaisuri kemenakanku menyunggingkan senyumnya dan mendaratkan pipinya yang mulus di pipiku. "Terima kasih bu, kehadiran ibu dari belahan bumi yang begitu jauh menjadi nuansa berbeda yang sungguh berharga dalam acara pernikahan kami," katanya seraya menjejeriku minta berfoto bersama. Kembali hatiku membunga senang.

Bahkan dalam tidurku, impian tentang kehidupan yang indah merajai malamku yang panjang. Sampai tiba-tiba aku dikejutkan oleh getar SMS pada ponselku yang sengaja kuletakkan di sisi kepalaku.

Malam masih gulita. Di layar kaca kulihat angka tepat 00.55. Sebuah nomor yang tak kukenali menyapaku dengan berani, "Tuan putri, maafkan hamba yg telah lancang memujamu dlm mimpiku n membawamu dlm khayal indahku, memelukmu dlm dekapan rinduku, menodai bibir lembutmu dgn gairah ciuman yg membara, maaf tuk semua kelancangan dan kekurangajaranku, satu harapanku izinkan aku tuk tetap menjadikanmu bunga mimpiku...." Mataku yang masih terbalut kantuk seketika tersengat panik. Membuatku mengubah posisi tidur menjadi  duduk seketika. Tanganku sibuk menggosok mata. Muluitku menganga heboh. Anakku yang seorang masih sibuk mengerjakan tugasnya di meja belajar kami.

Dia juga tersentak lalu berbalik memandangku dengan tanya, "ada apa bu?" SMS dari bapak? Apa katanya?" Ada nada khawatir pada tiap ucapannya. Aku maklum, suamiku sedang sendiri di rantau sana.

Bapak. Duh Gusti, belum pernah ada pernyataan seberani ini untukku dari mulut ayah anak-anakku. Bahkan pun dulu ketika kami masih dilamun gelora cinta remaja. Tak akan pernah suamiku dapat mengisyaratkan cintanya dengan kalimat yang demikian menantang. Menantang rasa jengahku, tepatnya.

"Bukan. Bukan siapa-siapa, hanya seorang gila yang keliru nomor," jawabku seraya menutup layar ponselku cepat-cepat. Dorongan nafsu muak yang menjijikkan tiba-tiba menyeruak ke permukaan menghasilkan sengatan panas-dingin pada tubuhku. Dan malam itu, seketika keringat dinginku mengucur deras. Jantungku berdegupan penuh ketakutan dan ketidaknyamanan. Membiaskan kepucatan di rona wajahku.

Anakku segera menghampiri dan merebut ponsel dari tanganku. Dia membacanya dalam diam. Tapi dia tahu bahwa SMS itu begitu tak pantas ada di ponselku. "Siapa kiranya dia?" tanya anakku penuh selidik. Aku menggeleng dan menelan ludah pahit sambil mencoba mengira-ira siapa gerangan pengganggu lena tidurku dan mesranya rumah tanggaku.

Rasanya tak satupun yang patut kucurigai, kecuali Abang, sahabat kakakku, kenalan baruku kemarin dulu. Abang memang punya nomor HPku, tapi itupun sekedar dipakainya menyatakan ucapan terima kasih atas kehangatan persahabatan yang kami ulurkan, bahkan ucapan selamat jalan ketika aku akan naik pesawat dari Bandara Soekarno Hatta kemudian hari. -Ah, ma'afkan aku abang, yang telah menuduhmu sedemikan hina-

Malam itu aku tak nyenyak, terganggu oleh ucapan gila yang meremukkan kesabaranku. Setelah kubiarkan SMS itu tak berbalas, muncullah kemudian SMS berikutnya di malam berikutnya. Didahului oleh sapa selamat malam dan pertanyaan standard, dia kemudian mempertanyakan SMSnya yang tak berbalas.

Aku nyaris mengabaikannya lagi, sampai kemudian justru timbul niatanku untuk mengorek siapa "pujanggga malam" pemuja diriku. Kuketikkan serangkai kata yang menyejukkan berikut keinginanku untuk mendengarnya menyebut namaku.

Aku menunggu dalam diam. Tak ada rasa cinta, selain desakan penasaran yang sangat. Sebab tak pernah aku berniat menodai cintaku pada suami dan anak-anakku, harta bendaku paling berharga di dunia ini.

Kemudian SMS itu muncul juga tepat di hari pertama tahun baru pada pukul 17.59 sore. "Met sore tuan putri, smsmu bgt indah dan puitis, aku tak dpt menggambarkan rasa bahagia ini, berulang kubaca smsmu, seakan aku tak percaya mimpikah ini? Sekian lama SMSku tak pernah kamu bls, tapi saat ini kerinduan ini menjelma, trims tuan putri yg cantik, walau jauh dilangit sana aku dpt memadu kasih dgnmu, mimpiku akan sangat indah, dlm pelukan dan kehangatanmu, mlm2 yg sepi kan berseri penuh tawa dan canda, yg membuatku terlena menghiasi mimpi indah kita. Bidadari yang jelita tanks smsmu membuat aku terbang kelangit indah mmmmmmuah....." Serangkaian kata-kata panjang yang dicoba sepuitis mungkin walau mengabaikan tata bahasa menyeruak muncul mengusik kesbaranku.

Aku tersenyum geli. Pancinganku mengena, walau dia tak juga menyebut namaku. Aku semakin penasaran karenanya. Dengan gemas, kubalas SMS sore itu lewat rajukan maut berikutnya. Tetap kuminta dia menggambarkan wajah, diri, dan namaku selagi anak-anakku menganggapku gila telah menyahuti SMS nyasar dari seorang tak berperasaan.

SMSku baru berbalas keesokan harinya, tetap dengan bunyi yang menggairahkan menggedor-gedor bilik jantung manusia. "Yank, mlm ini trs dingin, walau gak secerah kemarin langit di atas kota msh terlihat indah gemerlap bintang menghiasi langit yg biru kelabu dan ada rindu yg menyentuh kalbu mengusik hati, wajahmu yg lembut menari dikelopak mataku menggodaku tuk meraih dirimu dalam dekapan rinduku matamu yg indah menatap penuh harap saat kurengkuh dlm pelukanku, bibir lembutmu merekah indah, ah,, jantungku berdegup mkn keras,  dinda,,, izinkan aku mengecup bibirmu yg lembut"

Aku terpana! Ternganga pada kenyataan bahwa diriku dicintai seseorang. Semua betul belaka, lelaki itu telah menyebut kota dimana aku menjejakkan kaki. Pasti ini bukan sekedar SMS nyasar. Maka otakku berputar keras mencoba menggali kesana-kemari ke kedalaman memoriku tentang siapa gerangan pemuja diriku di masa lalu?

Sepenggal awal lagu "Secret Admirer" serasa berdesingan di kedua telingaku merayapi malam yang mulai sunyi. Dengan "menggilakan diri", memenuhi rasa penasaranku kubalas juga SMS itu tetap dengan mendesakkan keinginan untuknya menyebut namaku.

Lelaki itu membalasnya seketika, "Yank.., ungkapan perasaanmu bgt indah, membuai dan menghanyutkanku dlm belenggu rindu, seribu tanya bergejolak dlm dada, menyeruak ke dlm kalbu, siapakah gerangan bidadari yg mempesonaku dgn untaian kata yg puitis, engkaukah dewi pujangga yg turun kemayapada tuk memeberi sinar kehangatan pd malam kelam yg dingin, maafkan hamba tuan putri yg tak tau dlmnya laut tingginya langit"

Setelah itu hatikupun dibiarkannya resah. Antara muak, benci dan keingintahuan yang mendalam jua. Kuhabiskan gelap malam dalam diam dan pikiran yang terus berputar tanya.

-ad-

Andai dia tahu, hatiku tak pernah mendua. Tak akan ada lelaki lain di hatiku, stasiun terakhirku sudah kumasuki, dan gerbongku tak akan mengarah kemanapun. Tetapi lelaki nekat itu betul-betul merusak pikiranku. Maka, lewat dua hari kemudian kembali kukirim SMS sejenis ke alamatnya. Alamat maya yang memang di mayapada mengingat nomornya tak pernah hidup di sembarang waktu.

SMSku tak berjawab. Sampai akhirnya dia datang duluan. Namun bukan sebagai jawaban atas rasa penasaranku. "Dewiku," tulisnya, "andai kau tau perasaanku, rinduku padamu tlah membelengu jiwaku ungkapan kasihmu bgt indah bagai petikan harpa dimalam sunyi, lembut, jernih, mengalir mesra, merasuk sukma, bidadariku adakah rinduku menyentuh hatimu?" tanyanya padaku.

Bukan main! Lelaki pengecut itu tak mau juga membuka kedoknya. Bahkan tak juga dia bersedia menyebut namaku. Kesabaranku hilang sudah. Terpaksa aku menodai kehalusan tutur kataku sendiri dengan SMS yang pedas, kukatakan padanya, bahwa dia lelaki pemimpi bukan ksatria. Tak layak dia menyodorkan tumpukan cintanya pada siapapun.

Pancinganku mengena, dia membalasnya dengan kalimat penyesalan, "Ntah kenapa ada rasa was was dan kebimbangan dlm diri saat kau memintaku tuk menyebut namamu, lidahku jadi kelu penuh ragu, adakah maaf buatku andai aku salah mengeja namamu?"

Segera kuminta dia menyudahi hubungan virtual tak senonoh itu. Lalu diapun membalasnya dalam bahasa daerah yang terhalus yang pernah kubaca dalam genggaman tanganku sebagai sebuah SMS, "Hapunten n hatur nuhun, wilujeng kantun, mugia ginanjar kawilujengan, doaku menyertaimu "lili putih yg indah"..........

Aduhai! Dia menyebut namaku! Pada akhirnya, dia menyebut namaku juga! Dia mengucapkan sepotong kata yang hanya biasa diucapkan kerabat-kerabatku belaka. Dia menyebut nama kesayangaku. Hatiku tercekat getir!

Lalu berlarianlah seribu bayang-bayang di mataku ketika aku mengatupkannya dalam kepanikan. Kuyakin dia ada di situ. Pada salah satu sisi kehidupan masa laluku. Lelaki itu, seorang yang seharusnya tahu, bahwa aku telah sampai pada stasiun terakhirku sejak dulu.

Maka pintu hatiku tertutup sudah untuk selamanya. Dan tak seorangpun penumpang tak berkarcis dapat menyusup ke dalam gerbong kehidupanku. Laju keretaku telah sampai ke titik yang penghabisan.

34 komentar:

  1. sebuah keteguhan sikap yg mesti dipertahankan hingga akhir hayat...
    meskipun guncangan menerpa dari penjuru arah...

    BalasHapus
  2. Geng nDalu Boendo...DJ lum baca tapi baru baca..
    Boendo sungguh hebat..Mebuat judulnya saja dah luar biasa
    STASIUN TERAKHIR SANG PUJANGGA MALAM

    BalasHapus
  3. Selamat buat keponakannya ya kak. Smoga pernikahan mereka penuh barokah,mawadah,warohmah..
    Trus ending critanya td gmana kak?
    Udah terbongkarkah identitas si Pengusik...??
    *__*

    BalasHapus
  4. Saya sampai tahan nafas membacanya.... Hhhhhh

    BalasHapus
  5. Insya Allah mas. Saya kan tetap memegang amanah, janji saya tidak hanya kepada manusia, melainkan kepada Tuhan Sang Maha Pemberi. Dia nikmat dan barokah buat saya. Matur nuwun ya mas atas dukungan moralnya.

    BalasHapus
  6. Mboten menapa ki Dalang. Matur nuwun rawuhipun. Kula mboten hebat kok, namung sakdermo nglampahi punapa ingkang wonten manah.

    BalasHapus
  7. Identitasnya ada di dalam hatiku nak........

    BalasHapus
  8. Gemes ya, ada orang segila dan senekad itu?! Pasti bukan kang Dadi lah, juga bukan salah satu di antara teman-teman karib kita. Terima kasih ya kang udah mampir.

    BalasHapus
  9. Terima kasih atas doanya ya nak. Insya Allah doa kami mereka jadi pasangan sakinah yang penuh ridha serta rahmat Allah. Apa kabar di Hongkong? Selamat tidur dan selamat istirahat.

    BalasHapus
  10. Bunda... ikutan btanya2 dan jengkel... *Lina paling benci ma org yg sms tp ga mau nyebutin identitasnya...

    BalasHapus
  11. CLBK ya bu. tapi sayang dia bertepuk sebelah tangan. kasiiiiiiaaan deh...

    BalasHapus
  12. mudah-mudahan sms itu ngga sampe mengusik ketenangan di rumah budhe ....

    "ngga tau malu' kalau aku bilang, seandainya dia tau budhe sudah memilihi stasiun terakhir, tapi tetap mengusik. Maaf jadi ngga sopan gini ....

    BalasHapus
  13. Semoga pernikahan kemenakannya sakinah mawaddah warahmah ya Bu...
    Soal sms, hmmm... sepertinya memang pilihan bijak untuk menutup pintu hati bagi pengganggu seperti itu.

    BalasHapus
  14. Ah, udahlah Lin, anggap aja angin lalu. Paling juga orang iseng tuh...... hahaha..... yuk kita ketawain aja. Apa nggak malu udah tua bangkotan masih "kesandung cinta" lagi kayak anak muda?

    BalasHapus
  15. Bukan CLBK, tapi saya rasa secret admirer, karena saya dari dulu nggak pernah punya pacar selain suami saya bu Yudi...... Lucu deh!

    Lha kakak saya juga bukan CLBK, cuma sahabat lama waktu kuliah dulu kebetulan ketemu lagi di reunian, nah nasibnya kok sama sekarang ini, ketambahan orang tua pengantin itu teman kerja sahabat kakak saya dulunya. Sekampung pula, ya kloplah........ Saya aja yang ngatain CLBK. Kurang kerjaan ya?

    BalasHapus
  16. Siapa yang nggak sopan, nak Siti? Sopan kok. Saya malah berterima kasih telah diingetin. Anak-anak saya juga pada marah waktu saya ngisengin balik. Tapi saya bilang, nggak mungkinlah ibu tergoda....... kenyataannya juga memang nggak kok...... Lucu ya dunia orang tua ini? Kayaknya dia puber kedua. Cuma siapa dia, hanya bisa saya kira-kira aja tuh. Yang kasihan sih istrinya, dia pasti nggak tahu karena si suami pake HP khusus yang nomornya dibuang begitu habis.

    BalasHapus
  17. Oh ya lah jelas! Bagi saya, perkawinan itu adalah mengikat dua hati, jadi kalo udah diikat nggak tanggung-tanggung, tak jiret nganggo kawat sisan mas, biar nggak mudah diputus. Hahaha...... horohtoyonoh, kapan arepe jebol tuh pertahananku?

    BalasHapus
  18. Terima kasih ya jeng atas doa dan pandangan-pandangannya yang menyejukkan hati. Semoga jeng Leila bersama suami juga tak akan lekang dimakan panas dan hujan, sampai maut memisahkan kalian. Amin.

    BalasHapus
  19. untung aku bukan pujangga, hehehehehe...

    BalasHapus
  20. Pantesan masih sendiri, lha nggak pinter merayu sih.......
    Ups! Maaf ......... nak...........!

    BalasHapus
  21. iya yah tante ^_^

    ada untung and ruginya juga ternyata klo ga jadi pujangga, hehehehe...

    BalasHapus
  22. Hayo, hayo keluarkan kulitas asli sang pujangga yang sastrawan beneran itu.......

    BalasHapus
  23. bunda.. selamat menempuh hidup baru untuk ponakan bunda, semoga mnjadi kluarga yg sakinah mawadah wa rahmah..aminnn

    Bunda perlu bantuan untuk mengungkap sang pujangga ksasar...???
    waduh serem amat klo aku yg ngalamin gitu or mamah ku yg ngalamin gitu... ga berani bayangin deh...

    eniwey...salut untuk bunda yang cantik dan jago berpujangga... :D

    BalasHapus
  24. weh...sampe gak kuat bacanya bunda....deg degan

    BalasHapus
  25. Terima kasih ya yu Devi atas doanya untuk kami. Insya Allah saya sampaikan kepada pengantennya.

    Saya jadi pujangga? Enggak bisa kok, saya sih cuma mengimbangi maunya my secret admirer aja. Kalo bisa bikin dia "klepek-klepek" gitu, puas juga hati saya hahaha...... duh, ampun deh!

    Apa kabar si buah hati? semoga senantiasa sehat dan membahagiakan. Peluk sayang.

    BalasHapus
  26. Maaf mbak Wien, maaf.... tapi ini the true story lho. Oleh-oleh "muhibah pulang kampung" kemarin. Lucu juga walaupun sserem. Masa' iya udah puluhan tahun dia masih memendam rasa sama saya. Apalagi sekarang dia lihat sendiri saya udah jadi nenek yang makin buruk rupa. Mestinya 'kan "Buruk muka cermin dibelah" gitu.....?

    BalasHapus
  27. itulah bunda...apa sih yg gak ada di dunia ini....aneh aneh aja

    BalasHapus
  28. Semoga mbak Wien nggak menglami ya?!

    BalasHapus
  29. Buat sang pujangga SMS: Hari telah senja bagi kita,( kalau kita sebaya), bukan waktu untuk BERGOMBAL RIA , sekarang inilah waktunya kita untuk banyak berdoa dan mendekatkan diri pada yang maha kuasa. Sabar ya Jeng.

    BalasHapus
  30. Iya mbakyu. dia lebih tua daripada saya beberapa tahun. Kira-kira seumur mbakyu memang. Saya bisa merasakan panah dari mana kemarin itu walaupun tersembunyi di balik batu. Naluri saya mengatakan orangnya ada di sekitar saya hahaha...... Dia seharusnya sudah bahagia dengan istrinya yang cantik, molig, pegawai, dan salehah. Dia sendiri sudah haji dan jadi orang "besar" dalam arti pemikirannya digugu dan dijadikan panutan masyarakat. Kayaknya orang itu menurut indra ke-enam saya yang umumnya tepat, yang menyukai saya. Halah, capek!

    Matur nuwun doa dan moral supportnya untuk membangun benteng pertahanan saya. Insya Allah buat saya, sejelek apapun bapaknya anak-anak, tetaplah istimewa untuk saya. Karunia terindah dan harta paling berharga dalam hidup saya.

    Apa kabar mbakyu?

    BalasHapus
  31. bun, saluuttt..., akhir2 ini Krisna juga ada SMS yang gak jelas, kalo SMS bunda orangnya omong ya, kalo SMS ku di kirimnya BLANK, kan aneeehh...dah gitu kirimnya bisa tengah malam,siang or pagi gitu...?

    BalasHapus
  32. Hayuh lho!!! Hiiii.....! Serem amat!

    kalo yang ngiseng meman nggak eknal waktu mbak. Saya rasa dia ngSMS malam-amal dengan tujuan supaya nggak kebongkar istrinya karena dia takut istrinya curiga. Andaikata SMS soal bisnis kan pasti di jam kerja. SMS sama keluarga juga pasti sebelum larut malam. Gitu toch?

    YAng kalem ya mbak nanggepinnya. Saya mula-mula diem aja. Tapi penasaran juga sih, ya saya balas dengan SMS yang memacu adrenaline nya jadi naik. Habis itu saya babat dengna kata-kata yang mematikan gairah!

    Hahahahaha...... saya tau kok siapa kira-kira my secret admirer!

    BalasHapus
  33. bisa jadi gitu bun, lagipula kalo bisnis kirim sms blank mah rugi ya...bisa ilang order nanti.
    iya sekarang sich kalem ajaaa....nanti lama2 ikut cara bunda achhh...balas, trus babat...hahaha..seperti babatin pohon ya bun.

    BalasHapus

Pita Pink