Powered By Blogger

Senin, 02 Maret 2009

BIRU ITU TAK SEBENING LAUTAN (XXX)

Libur tengah tahun Rizqi dihabiskannya bersamaku. Dia bahkan menolak ketika kami berniat mengantarnya menengok rumah uwaknya. "Nggak usah oom, mereka juga tahu bahwa saya ada di tempat oom Tri", kata Rizqi kelihatan sekali enggan ke tempat keluarga Pandunagara.

Dia minta izin ke warnet setiap hari untuk berhubungan dengan adiknya atau ibunya. Selepas chatting, biasanya dia akan kutanyai mengenai kondisi ibunya, lalu kami membahasnya. Seperti malam itu, ketika dia menjawab bahwa ibunya seminggu lagi masuk ruang bedah, aku hanya bisa menyarankan agar dia mendoakan yang terbaik untuk ibunya. Di saat ibunya dioperasi nanti, dia sudah kembali bersekolah, sehingga pikirannya akan jadi berat. Untuk itu kusarankan agar dia banyak bangun tengah malam dan berdoa untuk ibunya, memasrahkan diri ke tangan Allah. Aku sendiri berjanji akan mendoakan ibunya.

Rizqi mengangguk pasrah. Air matanya nampak sudah kering. Tapi setiap malam sejak pembicaraan itu kudengar air di kamar mandi tetamu mengalir, pertanda Rizqi menunaikan sembahyangnya. Dengan begitu aku pun memenuhi janjiku, turut menggelar sajadah di kamarku sendiri.

Di hari pembedahan itu, Rizqi mengabariku bahwa ibunya sudah siuman. Tapi hasil pemeriksaan dokternya belum ada, karena katanya dokter memerlukan waktu seminggu untuk membawa jaringan itu ke laboratoriumm pathologi klinik. Aku mengajaknya bersyukur dan terus mendoakan ibunya. Sementara itu setiap hari ku SMS Ridho atau pak Taufik untuk menanyakan perkembangan Ami. Selalu mereka jawab dengan kabar gembira pertanda kemajuan kesehatannya,

Dalam pada itu sekali-sekali Rizqi berhasil kubujuk untuk menengok rumah uwaknya, walaupun disana ia kelihatan kurang nyaman dan hanya sekedar berbasa-basi. Biasanya kunjungan itu tidak akan lebih dari setengah jam, setelah itu dia minta kuantar pulang. Di kamar kostnya, teman-teman setianya sudah menunggu.

Keluarga Pandunagara jarang menanyakan Ami dengan serius. Biasanya hanya pertanyaan standar soal kabar mereka, tanpa memperlihatkan sedikit pun rasa prihatin atas kondisi Ami. Padahal, hasil pemeriksaan dokter mengatakan, sekali pun jaringan di dalam rahim dan indung telur Ami tidak ganas, tapi dapat terus bertumbuh dan berubah ganas, sebab Ami masih dalam masa usia subur. Aku prihatin mendengarnya.

-ad-

Kemarin dulu Ami minta aku untuk ke warnet. Dia mau mengirimkan E-mail untukku atau chatting. Aku menyetujuinya dengan SMS. Selama kurang lebih satu jam setengah di warnet, pesan yang kuterima dari Ami tidak lebih dari sekedar asam cuka yang disiramkan ke luka hatiku, luka seorang perempuan yang menyaksikan sahabatnya diperlakukan sedemikian rupa oleh lelaki yang dulu sangat mencintainya.

Pagi itu ketika dokter memanggilnya ke Rumah Sakit untuk minta persetujuan operasi, Taufik menolak datang dengan alasan banyak pekerjaan. Memang tak dapat dipungkiri, sebagai kepala kantor dia sangat sibuk. Tapi tak masuk di akal kalau dia tak mau memenuhi undangan dokter untuk memutuskan tindakan medis bagi istrinya sendiri. Ami bilang, dia hanya menjawab setuju, dan Ami diminta berangkat sendiri ke Rumah Sakit serta menandatangani persetujuan operasi itu atas namanya.

Operasi itu berjalan tanpa Taufik di ruang tunggu keluarga di rumah sakit. Dia dan anak bungsunya kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya. Kata anaknya, dia nampak sangat gelisah, namun berusaha menenangkan diri. "Nanti kalau ibumu siuman, dokter akan mengabariku," katanya dengan suara bergetar. Sopir keluarga mereka hanya bisa menjalankan mobil dengan patuh mengikuti kemauan majikannya yang diam membisu selama perjalanan ke kantor.

Kenyataannya memang tak terjadi apa-apa. Tapi Ami begitu kecewa ketika dalam keadaan  sadar penuh anaknya menceritakan hal ini. "Aku tak habis pikir Nik, apakah dia sudah kehilangan kasih sayangnya padaku?" keluh Ami dalam chattingnya.

Aku berpikir sejenak untuk mengupas masalah ini supaya mendapat jawaban yang enak untuk Ami. Lalu mulai kuketikkan sederet huruf, "Dia justru sangat mencintaimu, sesungguhnya dia sangat amat takut kehilangan dirimu. Dia tak akan sanggup menerima kenyataan itu seandainya kemarin operasimu tak berhasil, begitulah pendapatku mbak."

Layar komputerku tenang sesaat sebelum tanda pesan masuk itu berkejapan kembali. "Tapi apa yang terjadi seandainya aku betul-betul perlu penanganan segera yang memerlukan persetujuan keluarga?" bunyi kalimat Ami.

Hatiku tercekat, pikiranku kembali mengerucut. Ami benar belaka. Tak akan mungkin mendapati pak Taufik hanya dalam satu-dua menit. Aku mulai berpikir keras lagi untuk mengetikkan jawabannya. Kuselingi pikiranku dengan membaca detikcom. Sampai kemudian timbul pikiran yang menurutku cukup masuk akal, "memang betul," kataku, "tak mudah mendapati pak Taufik. Tapi tolong mbak Ami pahami, bagaimana pun cintanya yang terlalu besar tak mengizinkan hatinya untuk menyaksikanmu menderita. Dia tak tega mbak, sehingga terpaksa dia melarikan diri mencari kesibukan di meja kerjanya."

"Aku menangis membaca jawabanmu Nik, kau memang benar. Tapi bersalah kah jika aku kecewa?" tanya Ami lagi.

Tak menunggu lama segera kuketik jawabannya, "Tak bersalah, tapi diapun juga berhak untuk merasa takut menghadapi operasimu. Tepatnya khawatir kehilanganmu. Ini justru pertanda besar bahwa dia sangat amat mengasihimu, sayang sekali padamu. Berapa lama operasimu?"

"Tiga jam setengah, terima kasih, aku akan berusaha memahami pemikiranmu," tulis Ami sebelum kami mengakhiri pembicaraan.

-ad-

Hari-hari berikutnya kuterima SMS Ami yang menyatakan bahwa jawabanku ketika chatting waktu itu amat membantunya pulih segera. Dia merasa bahwa do'a-do'a yang diajarkan pak haji sudah mendapat ganjaran yang setimpal. Allah mengabulkan keinginannya untuk mendapatkan cinta-kasih Taufik kembali. Aku lega dan sangat bersyukur mengetahuinya.

"Sekarang dia selalu ada di rumah menemaniku," tulis Ami. Lain kali dikatakannya. "dia melarangku banyak bergerak. Bahkan komputer kami sekarang dipindahkan ke ruang tidur kami supaya aku dengan mudah dapat menjangkaunya. Selama ini komputer itu ada di kamar kerjanya di lantai bawah."

Rizqipun mengabariku tentang perkembangan ibunya dengan nada yang sama bahagianya. Sehingga dia merasa semakin yakin bahwa ibunya ke tempat pak haji bukan untuk berdukun, melainkan untuk minta diajari berdo'a. Tapi konon menurut Rizqi, sebetulnya ibunya pulang kembali ke tempat tugasnya membawa sesuatu persyaratan dari pak haji, yang selama ini dirahasiakannya dariku.

Ami dibekali sebutir telur yang telah dido'akan oleh pak haji, yang dikirimkan ke Jakarta lewat mak Azizah. Telur itu harus dipecahkannya di sebuah simpang tiga, untuk menghapus percintaan segi tiga antara Taufik dengan Ami dan wanita pengganggu itu.

"Bagaimana cara membawanya di perjalanan kang?' tanyaku penasaran. Tak terbayangkan sebutir telur yang demikian rapuh bisa selamat sepanjang jalan yang penuh guncangan dan bantingan.

"Dimasukkan ke bekas kaleng susu dancow, setelah lebih dulu diisi dengan beras. Jadi telur itu ditimbun di dalam beras. Lalu, ibu menentengnya di dalam tas tangan bersama obat-obatan ibu dan alat-alat kecantikannya. Berbaur bersama bedak, lipstik dan sebangsanya," Rizqi tertawa lepas di tangkai teleponnya. Aku pun ikut tertawa sendiri membayangkan kecerdikan Ami. Betapa untuk mengembalikan cinta kasih suaminya, Ami rela melakukan apa saja termasuk perbuatan tak masuk akal itu.

Cerita Rizqi lagi, sesampainya di rumah mereka nun di seberang lautan sana, ibunya menyimpan kaleng susu itu dengan cermat di dalam lemari makan. Disembunyikannya di sudut bawah lemari bersama kebutuhan dapur sebulan. Suatu sore, di saat semua orang sedang sibuk mengerjakan tugas masing-masing, seperti memasak makan malam dan belajar, Ami berpamitan berjalan-jalan keluar rumah. Dia mengamat-amati lingkungan sekitar yang sepi sampai ditemukannya sebuah pertigaan di daerah yang menjurus ke lembah namun ramai dengan lalu lalang kendaraan.

Di situlah dia melaksanakan hajatnya. Dia membaur bersama sekelompok orang yang akan menyeberang jalan ke arah pemberhentian bus kota. Telur yang dari rumah sudah digenggamnya di dalam saku celana panjangnya, segera dijatuhkannya di tengah jalan sambil berjalan menyeberang. Maka selamat lah dia dari kecurigaan orang banyak. Konon, malam itu dia bisa tertidur nyenyak.

Sehabis mengobrol di telepon dengan Rizqi akupun ikut tersenyum-senyum sendiri. Geli sekaligus takjub mencermati semua perbuatan Ami. Di matanya tak ada yang tak mungkin dilaksanakan untuk merebut kembali cinta kasih suaminya dari genggaman wanita lain. Dalam hatiku aku terus berharap, semoga Ami memenangkan perebutan itu. Jika pertandingan ini harus berakhir, aku inginkan Ami berdiri memegang pialanya, piala hatinya, seorang Muhammad Taufikur Rahman pejantan sejati. Ah, semoga.

(BERSAMBUNG)

37 komentar:

  1. Bijaksana sekali "aku" menjabarkan alasan pak Taufik tidak bisa mendamping ibu Ami untuk menjalani operasinya :)

    BalasHapus
  2. Oh gitu ya? Nggak kerja nih mbak, kok sempat kesini? Hehehe.... penasaran ya?

    BalasHapus
  3. tadi sambil lunch di meja buka MP, eeehhhh sudah ada sambungan kisah bu Ami, yachhh langsung baca dulu dechh..., sekarang mach permisi dulu yaaa...mo Zuhur niiyyy..

    BalasHapus
  4. Iya, terima kasih. Sya juga nggak lama lagi belajar vokal di tetangga kampung sebelah.

    BalasHapus
  5. kalo diliat namanya muhammad t.....lengkap, jangan 2 ini cerita beneran ya mbak?

    BalasHapus
  6. jadi kalo cinta segi empat, telurnya jg dipecahkan di perempatan ya

    BalasHapus
  7. Hahaha..... wong bikin nama jangan pake nama modern mas, nanti malah ketok pengarang isih anyar ajaran......... pake aja yang "membumi" gitu lho. Nggak usah pake Boy, Roy, Freddy, Naufal, Nabila, Reza, dst..... itu 'kan ciri-ciri nama wong enom alias anak panjenengan alias cucu saya.

    BTW apa teman kang Nasir yang diceritain sama sya namanya begitu toch? Maaf itu kebetulan yang ajaib namanya.

    BalasHapus
  8. Heu-euh kayaknya gitu ya?! Kwakakakaka...... si pengarang asli ngarange ketok emen!

    BalasHapus
  9. hehehe,,berarti ada cirinya tulisan njenengan ini pake nama lengkap bukan sekedar nama panggilan yo yu

    BalasHapus
  10. Iya, ben seje karo karangane wong liya. Kita bikin sesuatu yang jadi ciri khas kita gitu aja deh. Hehehe......

    BalasHapus
  11. untung Rizqi punya tante yg penuh perhatian...............

    BalasHapus
  12. malah unik jalan ceritanya , ada unsur humornya walopun kisah ami sebenarnya sedih dan dikhianati, jd ga melulu sedih terus

    BalasHapus
  13. Barangkali ada pengaruh sugesti juga ya Bu tentang ritual itu...
    Kali ini minim dialog nih...

    BalasHapus
  14. Nonik pinter beri jawabn atas kecurigaan ami.... *dah mau selesai po bun?? Kok kayaknya dah mulai masuk klimaks..

    BalasHapus
  15. Ridu si tegese apa kang? Hahahaha.......

    BalasHapus
  16. Pengarange selak arep lunga latihan vokal mbak. Tur tiba-tiba drum penampungan air panas nang omahku jebol sambungane pipa. Dadi mau buru-buru tak tutup. Tapi saiki ya arep tak tutup meneh lunga latihan.

    BalasHapus
  17. Sahabat yang setia dan baik, harus seperti itu, Bisa menenteramkan temannya, bukan malah nggosok-gosok ben panas, nduk.

    Tammat? Nggak tau ya............ mungkinkah sebelum kowe pulang ke Jawa? Lihat aja nanti mood pengarangnya. Kalo dapet ilham lagi, ya melingkar-lingkar terus.

    BalasHapus
  18. Lina pernah bsikap kayak nonik bun!! Tp yg lina belain itu memang tbukti bsalah.... jadi ga enak ati ma temen lina..... *bunda ki bkin penasaran ae!!

    BalasHapus
  19. Rindu tegese KANGEN artnya kangen sama Mba Linna kui lho yang sekarang di Malesya

    BalasHapus
  20. Ini mengingatkan saya waktu isrtriku dioprasi. waktu itu tidak bisa hadir karena harus memimpin rapat yang cukup penting. Tapi, perasaan menyesal terus membayang setelah istriku wafat.........

    BalasHapus
  21. Penasaran? Ya udah nanti nek terbukti durung tammat, nyari warnet di kampungmu ya? Masa' di Bambanglipuro nggak ada warnet?

    Lin, kalo mbelain temen mesti temen yang nggak bersalah, jadi nggak ikutan merasa bersalah terus nggak enak ati. Setujukah?

    BalasHapus
  22. Oh, maaf ya pak, saya nggak tahu bapak pernah begini, ini saya nggak sengaja, kok tiba-tiba saya bikin skenario yang mirip kisah dan pengalaman bapak waktu operasi almarhumah. Jangan marah ya pak, maaf betul, saya nggak pernah tahu soal bapak dan almarhumah.

    Tapi ya, memang kayaknya kalau orang dioperasi, sebaiknya ada keluarganya di depan theater, jadi andaikata ada emergency, terus mau diambil tindakan lanjutan yang perlu persetujuan, nyari keluarganya nggak susah. Andaikata keluarganya nggak di RS (seperti bapak di kantor gitu), bisa lambat kan penanganannya?

    Maksud saya bikin skenario ini, sebagai pembelajaran saja kepada khalayak ramai. Maaf sekali lagi.......... *saya cium tangan bapak deh.com* Terima kasih pak Endjat.

    BalasHapus
  23. sedih rasanya kalo orang yang dicintai itu mencintai orang lain, saya lagi seneng nonton drama Korea nih, ceritanya hampir sama, pacarnya berpaling kewanita lain, jadi saya bisa membayangkan ibu ami yang tersayat-sayat hatinya.

    BalasHapus
  24. Wat, tawarin gih naskah gw ke produser sinetron, entar gw kasih komisi wakakakak,,,,,,, *ge-er.mode-on*

    BalasHapus
  25. Setuju bun!! Tp pada saat itu blm ketahuan salahnya.... *tenang ae bun! Di bali (bambanglipuro) dah btebaran warnet kok... onlen pake hp dsono kn murah bun!! **Ga akan ketinggalan critanya bunda deh

    BalasHapus
  26. Ketinggalan ya nggak rugi tha Lin, wong namanya juga cerita asal jadi.

    BalasHapus
  27. Lha wong buda dah bikin lina penasaran kok! Jadi ga mau dong ketinggalan!

    BalasHapus
  28. Ah, ra sah penasaran lah Lin. Ora profesional kok sing nulis.

    BalasHapus
  29. Profesional apa ga, ga penting bun!! Yg penting isinya.... *kalo baca novel, jarang tau penulisnya.. ga penting penulisnya.. yg penting lina suka.. udah baca!!

    BalasHapus
  30. Oh jadi Lina suka tulisan ora mutu? Hohohoho....... angop aku!

    BalasHapus
  31. Lho?? Menurut lina mutu apa ga nya tulisan ga tgantung ketenaran penulis kok bun! *Ngantuk tah bun?

    BalasHapus
  32. semoga ami bisa memenangkan hati pak taufik...

    BalasHapus
  33. Iya, mau bengiu terus tur hahaha..... aduh, kowe bisa'an aja deh cah ayu. Nuwun.

    BalasHapus
  34. Amin, do'ain terus ya, biar kesampaian. Terima kasih ya teteh yang setia padaku. Tiap hari sekarang maranin aku euy......

    BalasHapus

Pita Pink