Powered By Blogger

Minggu, 10 Agustus 2008

ZIARAH KE PULAU PENYENGAT, KEPULAUAN RIAU




Keluarga kami penikmat peninggalan-peninggalan sejarah. Karenanya setiap kali ada kesempatan baik, kami upayakan untuk mengunjungi tempat-temapt bersejarah . Tak lupa pula kami kunjungi Kompleks Makam Keluarga Sultan Ali Hadji, di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau, yang namanya terkenal merupakan "bapak" Bahasa Melayu Riau yang menjadi dasar bahasa nasioanal, yaitu Bahasa Indonesia.

Dengan menumpang perahu "kelotok" yang kecil dan ringkih dari pinggiran Pelabuhan Seri Bintan Pura, di Tanjung Pinang selama kira-kira dua puluh menit sampailah kami di mulut Pulau Penyengat yang ditandai oleh sebuah gapura yang konon merupakan hasil karya AMD Manunggal alias "Abri Masuk Desa" dahulu.

Jalanan desa sangatlah sempit, terbuat dari semen sehingga tak ada satupun mobil disana. Kendaraan yang ada hanyalah sepeda motor dan beca bermotor yang siap membawa penduduk dan wisatawan berkeliling desa. Sementara menjorok ke jalan taman halaman, berderetlah rumah-rumah rakyat yang bersih dan teratur.

Inilah ziarah kami ke makam beliau, untuk mengingatkan anak-anak kami akan pentingnya menghargai bahasa nasional, Bahasa Indonesia, sekalipun mereka telah melangkahkan kaki ke berbagai benua dan mencicipi eksotisme bahasa-bahasa dunia.

35 komentar:

  1. pulau bintan di kota tanjung pinang adalah
    kampung halamannya mijn man bunda...

    BalasHapus
  2. tanteee... aku pernah tinggal di tanjung pinang loohhh... dari kelas 4 SD sampe kelar SMP... tante kapan kesana nya?

    BalasHapus
  3. biasanya disebut pompong.... hehe kalo ga salah

    BalasHapus
  4. Kepingin ke sana bu Julie...tapi belum ada kesempatan...masa cuma baca dari buku sekolah aja

    BalasHapus
  5. enaknya bunda jalan2 mulu. jadi pingiiin

    BalasHapus
  6. Keluarga kami penikmat peninggalan-peninggalan sejarah.

    Wah di Malaka banyak tuh peninggalan2 sejarah....
    sayang ya waktu di Singapore....deket tuh ke Malaka....

    BalasHapus
  7. Mbak, rasanya masih asri karena asli belum ada apa-apanya, kecuali yang dikontrak Singapura seratus tahun itu. Tapi saya ada pengalaman lucu, mereka ternyata nggak punya kain khas daerah mereka. sehingga waktu saya mau beli buat koleksi, yang dikeluarkan batik!! What? Ya batik!! Bahkan kaos pun saya tahu itu C-59 alias kaos Caladi-59 yang ngetop di Bandung itu. gelinya, si pedagang di pasar oleh-oleh malah nanya, "lha kok ibu tahu sih?" Anak-anak saya pada ketawa semua. Orang Jabar mana sih ynag nggak eknal kaos itu?!

    Salam untuk si abang ya bu.

    BalasHapus
  8. Dua tahun yang lalu. Menyenangkan Cha, beda banget sama suasana di Jawa yang udah crowded dan berbau "kota". Beruntunglah Icha.

    BalasHapus
  9. Iya, kalo nggak salah gitu sebutannya. Fungsinya kayak angkot di Jawa kan ya?

    BalasHapus
  10. Nyebrang p-p dari Tanah Merah. Saya sih nginep dulu karena anak-anak kepengin nginep menikmati laut di situ. Semoga terlaksana ya kak Lia.

    BalasHapus
  11. itu "sohib" saya yang nggak mau karena males ngantri di bordernya. Tapi peninggalan-penginggalan sejarah di Singapura sih didatengin. Masuk ke Taman Warisan Melayu yang nggak ada apa-apanya aja udah lebih dari sekali.

    Insya Allah lain kali deh ke Malaka. Moga-moga kita bisa ketemuan.

    BalasHapus
  12. kenapa namanya pulau penyengat ya ?

    BalasHapus
  13. iya, rumah dan jalanannya terlihat bersih sekali ....

    BalasHapus
  14. Kalo nggak salah dulu banyak binatang yang suka menyengat di sekitar pulau itu.

    BalasHapus
  15. Mirip di desa-desa di Jawa Tengah sana, cuma bedanya di kampung ennek moyang kita kan bukan jalan semen, melainkan batu kerikil (dulu lho, sekarang masih apa nggak ya?)

    BalasHapus
  16. masih ko' budhe ... kecuali jalan masuk kampungnya (tengah kampoung) sudah banyak yang pake aspal ...
    iya ya ... di kebumen juga jalanan kampungnya bersih ... dan yang nyenengin pagar 2 pembatas rumahnya itu juga dari pohon ... jadi lebih asri ...

    BalasHapus
  17. Btul! Dan yang aku ingat, tahun 70-an, jalanan yang Jalan Raya itu mulai dihaluskan dengan aspal oleh alm. pak Ali Moertopo salah satu pejabat tinggi waktu itu (Menteri Penerangan) karena Ny. Moertopo konon orang Klirong dari desa di sekitar Petanahan.

    Dulu kita kalau bilang, "nang Jakarta ana dalan by-pass (baepass), nang Klirong anane dalan pas bae (ora kena kanggo tlisiban). Gitu.......

    Terus soal pagar tanaman betul. Masih sampe sekarang. Di halaman-halaman juga ada pohon buah-buahan. Di tempat keluargaku adanya jeruk (tanye ibumu di rumah bu Rini adanya kan jeruk). Asyik......

    BalasHapus
  18. tahun berapa nih kesananya?....
    indosat nya udah laen tuh lambangnya.....

    BalasHapus
  19. ini raja ali haji...
    yang terkenal dengan gurindam dua belas itu ya?

    BalasHapus
  20. Tahun 2006 bu. Oh gitu ya, lambang indosat ganti?

    BalasHapus
  21. iya betul. Kami tertarik karena ingat gurindam dua belasnya di buku sejarah kesustreraan dulu.

    BalasHapus
  22. maksutna jaman aku masih di dw Indosat lambang nya gak seperti itu...
    perasaan ganti lambang nya setelah tidak jadi bumn lagi....alias setelah didisvestasi...

    BalasHapus
  23. Oh, gitu. Jadi dulu pak Irul salah satu pejabat di Indosat toch? Rasanya dulu di Singapura juga ada para pejabat Indosat ya? Pak Brantas Yuwana apa siapa gitu ya?

    BalasHapus
  24. Pulau yang menarik... Kapan ya saya ke sana....

    BalasHapus
  25. Bunda terlihat kurus ya.... he heee..

    BalasHapus
  26. Mereka nggak kembar kan? kok mirip banget satu sama lain.... Sama cakepnya...

    BalasHapus
  27. Becak harusnya begini. Saya kasihan para tukan becak di Solo, harus genjot pake kaki...

    BalasHapus
  28. Upayakan mbak, suatu hari di saat Hari Raya ikutlah sembahyang di Pulau Penyengat ini. Nggak harus pas hari pertama, ambil saja hari Jum'at di minggu itu. Saya kesana juga pas hari ketiga, yang jatuhnya Jum'at.

    BalasHapus
  29. Karena saya baru sakit mbak. Operasi usus belum lama. Setahun setelah operasi usus itu, melarlah badan sya. Ketambahans etelah semua orangan reproduksi saya "dihabisi", akibatnya bukan kurus malah melelmbung.........

    BalasHapus
  30. Oh gitu ya? Saya heran sekali, banyak orang bilang begitu. Termasuk waktu si adik SD kelas 1 dan masnya kelas 4. Di angkot selalu dibilang saya bawa anak kembar. Ha...ha...ha....

    Allah itu memang sangat amat Ajaib!

    BalasHapus
  31. Kalo bisa begini, tentu enak. Dimana-mana semua becak ya model onthelan. Di
    Bogor juga becak onthelan, cuma kursinya lebih enak. Nggak menjorok ke belakang dan tinggi. Jadi mau naik nggak usah "njengkingkan" becaknya........

    Saya kalau ke Jawa Tengah naik becak merasa harus "rekasa" dulu sebelum duduk.

    BalasHapus
  32. wah andri rambutnya pendek :)
    adik berdua ini memang mirip banget bun

    BalasHapus
  33. Seperti dirimu sama si dede Fara.......

    BalasHapus

Pita Pink