Powered By Blogger

Kamis, 03 April 2008

ZIARAH KUBUR (I)

Seharian SMSku bergetar hebat, nyaris tanpa jeda. Lisa, teman pengajianku di Singapura dulu, mengabarkan bahwa salah satu sahabat kami, Apriliana wafat. Setelah itu masuk lagi SMS serupa dari segala penjuru bumi. Dari tempat-tempat lain, bahkan termasuk dari Jakarta, dari suami almarhumah sendiri.

"Innalillahi wa innaillaihi rojiun. Telah berpulang ke Rahmatullah istri kami tercinta, ibu kami tersayang, Apriliana pada hari ini 1 April 2008 jam 17.50 di RSPP Jakarta. Mohon dimaafkan segala kesalahan beliau.........." demikian penggalan SMS Pak Iwan. Aku tercenung seperti kehilangan kesadaran. Seharusnya aku tahu bahwa Lina akan kembali menghadap padaNya. Naluriku mengatakan itu. Sepagian tadi dia ada di pelupuk mataku. Bahkan suaranya yang merdu melantunkan ayat-ayat suci menggema di ruang-ruang ingatanku. Seperti kata keluargaku, aku memang mempunyai naluri yang sangat tajam. Aku tahu sebelum segala sesuatunya terjadi. Aku mengerti sebelum segala sesuatunya terkuak. Tapi toch aku tetap merasa kehilangan Lina juga.

-ad-

Sahabatku yang satu ini masih sangat muda. Putra sulungnya adalah kawan anak bungsuku di Sekolah Indonesia di Singapura dulu. Bahkan umurnya jauh lebih muda daripada anakku yang terpaksa pernah tinggal kelas di Eropa. Dengan karier suaminya yang baik di bank nasional yang cukup punya nama, Lina mengecap semua kebahagiaan. Rejeki yang berkecukupan, sarana hidup sehat dan putra-putri yang cerdas. Dia jadi teman baikku ketika kami sama-sama duduk di "kelompok pemula" Pengajian Al-Faizat, mengeja huruf demi huruf Arab dari buku IQRA seperti tuntunan ustadzah kami. Hanya Lina lebih cerdas. Umurnya yang baru mencapai empatpuluh sekian tahun mendudukkannya sebagai murid dengan peringkat tertinggi. Dengan cepat dilahapnya keseluruhan kitab Iqra selagi aku masih sibuk menghafal bedanya huruf dengan titik di atas dan huruf dengan titik di bawah. Suaranya lembut, jernih dan mengalun dalam tarikan nafas yang teratur halus. Pokoknya, di mataku Lina ada di atas yang lain-lain, seorang pelajar dan pembaca yang sangat istimewa.

Dia sangat gemar masak dan menghidangkannya untuk siapa saja. Pengajian di rumahnya selalu marak dengan aneka makanan lezat dan ibu-ibu yang gemar bersantap. Karenanya tidak heran jika di setiap kesempatan kami mendapati makanan istimewa di luar rencana yang bertajuk "Ny. Darma Setiawan", serta serombongan ibu-ibu fans berat Lina mengantri di depannya. Meski demikian, Lina kelihatan sangat sehat dengan bobot tubuh yang stabil serta stamina yang tinggi di setiap bowling game yang dipimpinnya.

Sampai tiba suatu saat. Saat yang mengejutkan itu........

-ad-

Medical repport dari semua staff KBRI dan BUMN RI di Singapura telah dietrimakan kepada masing-masing pihak yang berhak. Umumnya baik semua, paling-paling hanya disertai catatan kecil yang nyaris tidak mengkhawatirkan. Tapi kami dengar punya Lina kembali dengan catatan merah. Dia dicurigai mengidap sesuatu kelainan pada paru-parunya yang mengakibatkan dokter harus mengulang seluruh pemeriksaan dengan lebih detail.

Tak seorangpun menyangka, tidak juga Lina dan keluarganya sendiri, mas Iwan serta ketiga buah cinta mereka. Di paru-paru Lina ditemukan sel-sel liar yang ganas. Padahal Lina dan suaminya tidak merokok. Bahkan ketika aku terbaring di ICU Raffles Hospital, Lina jugalah yang menyemangatiku dengan senyumnya yang lebar dan kegesitannya yang nyata bahwa dia sangat fit. Aku tahu kata teman-teman lama kami, dulu Lina pernah menjadi instruktur senam dan body language kelompok pengajian kami. Dapat dibayangkan betapa bugarnya Lina.

-ad-

Lina kedapatan jadi pasien di RS secara tidak sengaja oleh Lisa yang kebetulan bertemu di dalam RS. Tapi konon katanya, dia bersikap sangat positif. Dan Lisa bilang, dia tidak ingin diketahui sebagai pasien. Rahasia itu hanya dinikmatinya bersama Evi, sahabat terkarib Lina. Dan Evi, dia selalu tutup mulut serta hanya mengulum senyum pula di bibirnya yang merah menantang.

Itu kejadian dua tahun lalu. Ketika Lina masih jadi salah satu penduduk negeri Singa. Ketika suaminya belum dimutasi kembali ke Jakarta. Ketika aku belum juga ikut suamiku mutasi ke Cape Town. Namun, menjelang kepergianku aku sempat menerima pesan dari bu Dewi salah satu pejabat BUMN agar menggalang doa bersama untuk kesembuhan Lina. Dan kusampaikan niatan itu ke hadapan majelis pengajian kami, yang segera diprotes oleh Lina sendiri. Menurutnya dia tidak apa-apa. Kanker itu sudah hampir habis dilindas kemoterapi. Kami menghargai keinginnanya dan tidak banyak tanya. Kami lihat semburat merah di pipi Lina yang kini menggemuk sebagai pertanda kemajuan kesehatannya. Kami hanya bisa mendoakan dalam hati sendiri-sendiri, semoga Allah mendengar doa baik kami.

-ad-

Lina sempat mengucapkan selamat jalan padaku. Dia datang ketika teman-teman dan handai-taulan kami sudah pulang semua. Aku menangkap maksudnya. Lina tidak kuat berada di tengah-tengah kerumunan orang banyak. Waktu itu sebelas Juni duaributujuh. Hawa panas kemarau di Singapura melambaikan tangan menutup lembaran hidupku disana. Lina bilang, dia juga mendekati kepulangannya ke Indonesia namun masih tetap berharap bisa menjalin silaturahmi dnegan kami sekeluarga. Dan itu kami wujudkan dengan saling bertukar SMS setibanya aku di tempatku yang baru.

Tanpa dinyana, ternyata sepupuku jadi teman baik mas Iwan. Dan mas Iwan bahkan pernah jadi anak buah ayahnya, pamanku, di Jakarta dulu. Sepupuku bilang, Lina masuk RSPP dalam kondisi koma. Teman-teman pengajian di Singapura dan alumnusnya juga berebutan mengirimkan berita itu padaku. Menurut cerita keluarganya, kanker Lina sudah meyebar tidak saja sampai ke hati melainkan sudah bersarang di otak. Tak terasa air mataku luruh, membasuh hatiku yang pedih mengenangkan Aditya dan adik-adiknya yang masih butuh dampingan ibunda.

Kulangkahkan kakiku mengambil air sembahyang. Jadilah maghrib itu acara sembahyang terpanjang untukku yang bersambung dengan isya karena zikir dan permintaanku yang banyak. Aku tidak peduli apakah Allah berkenan mendengarnya. Yang jelas kusampaikan keinginanku untuk mengharap kesehatan Lina kembali prima. Kemudian bintang-bintang kecil di langit Cape Town menghiburku dengan semangat untuk tetap hidup, berdoa untuk Lina. Seakan-akan menyemangati diriku sendiri untuk tidak mengalah menghadapi kondisiku yang dulu jauh lebih buruk daripada Lina. Di luar sana katak bersahut-sahutan di tepian kolam. Dan cengkerikpun menyumbangkan suaranya ytng mengiris hatiku.

-ad-

Aku terbangun oleh sapaan SMS teman-teman yang ramai mengabarkan Lina dilarikan dengan ambulans udara ke Mt Elisabeth Hospital, Singapura. Konon didapati bahwa dokter yang merawat Lina di Raffles Hospital kurang cermat mengamati keadaan pasien, sehingga metastase sel-sel kanker itu membiak di luar dugaan. Kembali kusujudkan mukaku pada Illahi untuk Lina. Terbayang senyumnya yang teduh dan gerakannya yang halus.Terbayang wajah-wajah polos bocah-bocah itu yang seingatku sangat manis. Aku mengisak di tengah malam.

Berhari-hari lamanya aku berkomunikasi ke surga dan ke Singapura. Aku terus memantau kondisi Lina, baik melalui Lisa, Evi, maupun Susi dan Yanti. Mereka bilang Lina masih belum sadar penuh berhari-hari lamanya. Sampai alhmadulillah masuk sebuah SMS yang menceritakan bahwa ustadzah Azizah sedang menyuapi Lina di sisi pembaringannya di luar ICU. Mereka mulai bercengkerama, sekalipun ingatan Lina banyak yang hilang. Mereka bilang, mereka tersenyum getir karena Lina tidak mengenali anak-anak Evi yang dulu sangat akrab dengannya. Bahkan dia sendiri tidak tahu bahwa Evi ada di sisinya selalu sejak dia dilterbangkan dari Jakarta. Namun, keajaiban Tuhan menyantelkan memori Lina pada ustadzah yang dikenalinya luar dalam. Subhanallah!!

Siang itu aku tersenyum bahagia. SMS Yanti mengabarkan bahwa Lina mulai mengenaliku. Katanya dia bilang "Julie sekarang jauh ya? Rumahnya cantik di kaki gunung. Julie pernah kirim SMS dan gambar-gambar rumahnya di Cape Town" Begitu lapor Yanti yang kusambut dengan sujud syukurku.

-ad-

Lama aku tak mendengar kabar tentang Lina, sampai tiba-tiba dia ada di sisiku tadi. Suara itu sungguh nyata melantunkan ayat suci dengan merdu. lalu SMS-SMS itu. Dan akhir dari suatu perjalanan panjang Lina, seorang anak manusia sepertiku. Saatnya aku merenungkan arti ziarah kubur. Bahwa manusia akan kembali kepada khalikNya. Sebelum lebur daging dan tulang menjadi tanah, sudahkah aku menyiapkan diri? Menggali sendiri kuburku dengan cermat? Agar kelak orang bisa menyiraminya dengan doa-doa yang baik dan kenangan yang indah tentangku? Agar aku dapat mencapai rahmat surgaMU, firdaus yang abadi dimana bunga-bunga bermekaran indah dengan aroma wangi yang menyegarkan. Ya Allah, ampunilah segala kesalahan sahabatku Lina dan terimalah dia di surga abadiMu dalam pelukan nikmatMu ynag tiada habis-habisnya. Air mata ini meleleh lagi, mengiringi kepergian seorang ibu muda yang penuh dedikasi terhadap kelurganya dan sahabat yang nyaris tanpa cela. Lina, engaku mendahuluiku, aku mengiringimu dengan doa-doaku untukmu.

16 komentar:

  1. Innalillahi Wainna ilaihi Rojiun.....
    Turut berduka cita Teh.....sedih nya ditinggal temen deket...sok asa teu percaya.
    Tapi semua berasal dari pada Nya...dan akan kembali kepada Nya pula.

    BalasHapus
  2. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.
    Turut berduka, mak.
    Jaga kesehatan selalu yah.,

    BalasHapus
  3. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun...
    Turut berbela sungkawa tante Julie, semoga do'a-doa tante dikabulkan Allah SWT.

    BalasHapus
  4. Amin. Nuhun simpatina. Kusadari, semua ini milikMu........

    BalasHapus
  5. Nuhun A. Insya Allah emak akan inget pesan-pesan baik Aa. Aa seniri jangan sampe masuk RS lagi ya?

    BalasHapus
  6. Amin, amin. Terima kaish simpati dan doa A Harris. jaga ya A Bagdja, dia tuh baru keluar dari RS kan bulan lalu, geus wawanian sasapedahan deui..... bersamamu lagi diajak apruk-aprukan. Ampiyun........

    BalasHapus
  7. smoga jalan nya di mduahkan .. amin...

    dijauhkan dr azab jubur dan siska neraka, amin

    dan semoga kita juga diterangi jalan oleh ALLAH

    amin!

    BalasHapus
  8. Amin, amin, amin ya Rabbalalamin.

    BalasHapus
  9. Innalillahi wainnailaihi rojiun. Ibu Julie, turut bersedih atas meninggalnya almarhumah Lina. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya.
    Punya teman yang pernah menyemangati hidup kita untuk berjuang melawan penyakit, sangat berkesan yah bu Julie. Pasti sedih dan terpaku, semoga do'a ibu meringankan perjalanannya ke akherat. Amin!

    BalasHapus
  10. Inalilahi wa inalilahi rajiun, semoga semoa doa ibu terkabul,, Amin.. maaf telat bu ini masih repot terus sama bocah bocah

    BalasHapus
  11. Amin. Terima kasih atas semua doa baiknya untuk Lina dan keluarganya.

    BalasHapus
  12. Amin. Terima kasih atas doanya. Selamat momong anak-anak, jangan digalakin. Anak itu amanah Allah pada kita.

    BalasHapus
  13. Innalillahi Wainna ilaihi Rojiun.... turut berduka cita.
    semoga doa mbak terkabul.....

    BalasHapus
  14. Innalillahi wa innaillaihi rojiun...ibu julie...saya sebagai saudara turut berduka cita yang sedalam dalamnya atas wafatnya teman sejati ibu julie yaitu almarhumah mba lina...walaupun saya penasaran dengan wajahnya tapi saya merasa pernah deket juga sewaktu kami sama2 di HK karena mba lina pernah bilang dulu pernah jadi instruktur senam.semoga doa kita semua terutama doa ibu julie khususnya dikabulkan oleh Nya amin amin ya robbal alamin.....

    BalasHapus
  15. Terima kasih doanya untuk Lina. Mungkin dia juga yng jadi temen dik Vivi. Semoga adik juga mengenangnya sebagai orang baik, sebagimana kami semua mengenangkan dia.

    BalasHapus

Pita Pink