Powered By Blogger

Rabu, 09 April 2008

DI BALIK BILIK RINDU (I)

Pagi hari di Cape Town. Angin musim gugur meninggalkan jejaknya di kulit dan tulangku. Kubungkus tubuhku dengan sweater baru yang kubeli kemarin dulu di Access Park. Siapa sih orang di Cape Town ini yang tidak mengenal Access Park? Letaknya tidak begitu jauh dari tempat tinggalku. Suatu pusat perbelanjaan yang dikategorikan "factory outlet", yang dilengkapi super market dengan sayur-mayur dan buah segar sebagai primadonanya. Di situ juga ada lapangan tertutup tempat para olahragawan bulu tangkis berlatih. Di situlah setiap Sabtu pagi suamiku mengolahragakan tubuhnya bersama komunitas Indonesia yang hanya segelintir.

-ad-

Baju itu berwarna coklat tua. Berkerut-kerut di tepinya. Pada sepanjang sisi belahan depan dan lengannya. Cantik memang, sesuai dengan harganya yang agak lumayan mahal. Bukan kebiasaanku harus membeli barang-barang yang mahal. Biasanya, asal patut di tubuhku, aku justru akan dengan sangat bangga mengenakan serta memamerkannya. Kadang disertai ucapan, "ini barang kacangan lho.....", tapi aku tetap pe-de mengenakannya.

Aku dan keluargaku memang demikian adanya. Manusia yang apa adanya. Tapi dengan keadaan ini, justru banyak orang salah menduga dan menempatkan kami seakan-akan orang banyak duit. Amin, batinku. Maka, aku mematut diri di depan cermin, sebelum melangkah meninggalkan rumah menuju ke kantor suamiku. Di bagian belakangnya, Dharma Wanita Persatuan KJRI Cape Town yang kupimpin mendapat sepojok kantor. Tempat kami berkumpul merundingkan dan mengerjakan tugas-tugas kami istri para pegawai negeri yang dianugerahi kesempatan langka untuk turut melalangbuana ke luar negeri.

Zsizsi dan Fanny temanku yang cantik sudah lebih dulu ada disana menyalamiku dengan sapaan manis, "Assalamu'alaikum Ibu. Aduh keren banget, cardigan baru ya? Dimana tuh belinya?" "Ah, bisa' aja," jawabku, "Di Access Park, mau beli juga?" Lalu mereka mulai merabai dan mengamati baju baruku. Aku tersenyum geli. Ingat diriku ketika maih muda dulu. Sama dan sebangun, selalu senang melihat barang teman-temanku dan ada keinginan untuk juga memiliki. "Ayo beli, besok saya antar." bujukku bukan basa-basi. Mulut-mulut mereka terlongong. Mata yang bulat membola, menatapku penuh keraguan. "Nggak salah denger nih Bu?" tanya mereka serempak. "Lho, "mang kenapa?" tanyaku lagi. "Saya tulus, kalau kepengin kembaran, buat saya malah jadi kebanggaan karena saya berarti jadi trend setter, ya toch?" jelasku ringan. Kedua temanku tertawa bersamaan sambil menyusun rencana kapan kami akan kesana. Obrolan ringan pagi itu sungguh menghangatkan suasana. Menyadarkanku bahwa hidup ini memang indah untuk dinikmati.

-ad-

Kami jadi punya baju kembaran. Padahal dulu aku selalu mengatakan kepada siapapun di dekatku yang senang memakai baju kembaran sebagai penghuni asrama yatim-piatu. Namun untuk diriku, ini malah jadi suatu kebangaan. Karena orang-orang di sekitarku ternyata menghargai upayaku memilih busana.  Fanny tampak semakin berseri dengan cardigan kuning kunyirtnya, sementara Zsizsi menjadi semakin anggun dibalut cardigan hitam. "Ini, saya dapat surprisse satu," serunya berseri-seri sambil keluar dari ruang coba pakaian menenteng sebuah gaun kaus yang modis. Dilirik sepintas kesannya mewah dan berkelas. Ada dua warna di sana. Pada bagian atas sampai ke dada coklat muda sedangkan di roknya paduan garis-garis hitam dan ungu muda. "Surprisse apa? tanyaku penasaran. "Made in Indonesia." jawabnya tertawa lebar. Gigi-gigi putih yang rapi nampak berbaris padat.  "Dibeli dong," bujukku. "Ya, pasti. Siapa yang nggak bangga Bu dapat baju Indonesia di Afrika sini?" sahutnya tanpa minta dijawab. Lalu dia bergegas membayar belanjaannya.  Membuat ingatanku tercerabut lagi, lari ke masa lalu.

-ad-

Ke saat dimana aku baru menjejakkan kaki yang pertama kali di luar negeri. Kurun waktu itu tercatat dalam lembar sejarah hidupku berangka tahun 84-88. Kami pulang ke Indonesia dengan selembar baju melekat pada tubuh masing-masing berlabel "Made In Indonesia". Pesawat itu mendaratkan kami dari perjalanan panjang Kanada lewat Negeri Belanda. Anakku masih batita. Baru hampir dua tahun. Tapi otak kecilnya yang sangat kompromis mudah sekali menangkap apa yang kami ajarkan, atau apa yang sering dilihat dan didengarnya. Shalawat badar kegemaranku dan Kamiyah inang pengasuhnya, melekat erat di rekaman telinganya. Dia sudah pandai menyanyikannya walau belum dengan kalimat yang jelas. Adakalanya shalawat versi Jawa hasil kreasi pengasuh anak-anak gadisku dulu ikut dilagukannya, Lucu sekali seiring lenggak-lenggok tubuhnya. Juga lagu kebangsaan "Indonesia Raya" yang menandai dimulainya siaran TVRI satu-satunya saluran televisi pada jaman itu, adalah favoritenya. Dia bisa menyanyikannya dengan bahasa kanak-kanak yang belum lengkap "Iya ya, iya ya, merdeta.....merdeta.... tanahtu nedritu... nang tucinta........."

Andrie-ku, buah cintaku dengan mas Dj. Harapan kalbuku selalu. Waktu cepat berlalu. Dia memang ada, tapi dia sudah punya dirinya sendrii. Dia menjadi bagian dari kehidupan luas di luar rumah tangga kami. Buru-buru kususut air mata bening yang menggenangi pelupuk mataku. kerinduanku padanya merebak kembali. "Ibu, aku ini milik bangsaku. Sekalipun aku terlahir sebagai Canadian, tapi daraah dan jiwaku adalah nusantara," begitu katanya dulu ketika kami memintanya menetapkan pilihan belajar. "Aku tidak mau belajar di Kanada sekarang, sekalipun bapak mampu mengongkosiku," katanya tegas. "Apa alasanmu?" tanya ayahnya penuh selidik. "Aku belum punya cukup pengetahuan mengenai bangsa kita. Sedangkan hidup dan matiku hanya akan kusumbangkan untuk negeri ini, tunggulah setelah aku selesai dengan strata satuku di dalam negeri," ucapnya memberi penjelasan yang menggetarkan batinku. "Kau tak jauh-jauh amat dari semangat bapakmu dulu," sambutku spontan. Kuingat jelas, di dalam buku harian kami ketika remaja ada tertuang niat dan cita-cita suamiku "bantulah aku mewujudkan harapan menjadi insan yang berguna dengan mengabdikan diri pada nusa, bangsa dan negara." Niatan seorang idelais murni yang tidak kuduga, sekarang menitis tajam kepada darah daging kami. Maka air mata itu meleleh pelan mencari sangkutan di kerudungku.

-ad-

"Wah, ayo, ibu tiba-tiba kangen bapak ya?" duga teman-temanku. Di situ, di balik dinding bangunan di seberang toko baju ada arena bermain suamiku. Mungkin mereka menduga aku teringat suamiku dengan hanya melihat badminton hall itu. Aku tidak menjawab. Menyembunyikan semua kerinduanku di dalam bilik yang rapat. Kerinduanku tidak hanya kepada suamiku, melainkan juga kepada anak lelakiku yang sulung. "Kuatkanlah hatiku," sambatku, "agar aku dapat mendampingi belahan jiwaku si biji mata menggapai cita-citanya yang begitu agung dan mulia." Lalu air mata itu menggenang kembali, menggigiti seluruh bilik jantungku dan hati yang sepi. Tanpa mereka, tanpa mas Dj yang masih dua-tiga hari lagi baru akan kembali ke sisiku, dan pada Andrie harapan hidupku.

(Dedicated to the one I love, with lots of love)

PS : Zsizsi, sebaris khayalku akan menjadi penutup yang manis dari kebersamaan kita kemarin. Terima kasih atas kehangatan persahabatan yang kau tawarkan padaku.

22 komentar:

  1. semoga semua selalu Allah jaga dalam kebaikan

    BalasHapus
  2. aku cinta buatan Indonesiaaa .... (jadi nyanyi nih bu)
    kadang suka heran, ada teman yang bilang, "wong udah ke luar negri, kok beli pakaian indonesia, rugi"
    padahal menurut aku, bahan dan model pakaian kita lebih bagus dibanding buatan india atau china ...
    dan kalau bukan kita yang menghargai hasil karya negeri sendiri ... ssiapa lagi ..???

    BalasHapus
  3. Betul nak Siti. Ayo pada nyanyi, kalo kata nak-anak saya justru kita beli produk Indonesia di LN itu dapet kualitas nomor satu, wong bukan barang sisa eksport. Lha kalo belinya di kampung saya di Bogor sana, ya wis jelas dapet barang jelek-jelek wong yang ada hanya sisa ekspor. Mari kita beli produk Indonesia di LN?!

    BalasHapus
  4. mari-mari.....
    pi..kalo disini rata2 harga-nya mahal. Jadi kalo pas pulkam mesti borong baju yg banyak.

    BalasHapus
  5. Aku tidak menjawab. Menyembunyikan semua kerinduanku di dalam bilik yang rapat. Kerinduanku tidak hanya kepada suamiku, melainkan juga kepada anak lelakiku yang sulung. "Kuatkanlah hatiku," sambatku, "agar aku dapat mendampingi belahan jiwaku si biji mata menggapai cita-citanya yang begitu agung dan mulia." Lalu air mata itu menggenang kembali, menggigiti seluruh bilik jantungku dan hati yang sepi. Tanpa mereka, tanpa mas Dj yang masih dua-tiga hari lagi baru akan kembali ke sisiku, dan pada Andrie harapan hidupku.

    dapat ku bayangkan perasaan Ibu ,Peluk Ibu Hangat....juga sun sayang dari anak2-ku. Renny

    BalasHapus
  6. Biar mahal,, tapi mutunya bagus, bo!! Nggak rugi deh. Sepatu Adidas anak saya aja awetnya nggak ketulungan, sampe udah nggak muat di kaki masih juga belum rusak. Karena, kita 'kan belinya "barang lolos ekspor" ya toch? Ayo, ayo beli!!

    BalasHapus
  7. oh gitu ya Bu, TFS ya... nti' aku beli disini aja dech!

    BalasHapus
  8. Memang berat menahan rindu bila tidak berdampingan ya bu Julie, tetapi untuk mencapai cita-citanya, ibu rela untuk berpisah dengan anak serta do'amu selalu mengiringinya. Subhanallah..



    ketika aku dibelai
    kasih sayangmu terindah
    kau tersenyum bila
    melihat diri ini

    kiniku telah dewasa
    kasih dirimu tak berbelah bahgi
    hanya pada diriku

    seharum bunga indah
    pelukanmu itu sayang
    bak awan biru melindungiku

    # hanyalah kasihmu
    yang aku perlu
    tiada duanya untukku
    bandingkan darimu
    hanyalah kasihmu
    oh ibu
    biarlah bersemadi dalam hati
    buat selamanya

    kau tak ternilai bagi diriku
    kesugguhanmu mendewasakanku
    andai semua berpura akhirnya
    sinarmu hilang selamanya

    BalasHapus
  9. Begitu menyentuh dan menggetarkan jiwa. Dan akupun menangis karena syair dan lagumu. Subhanallah mbak Minet. Semoga Allah merahmatimu dengan kasih sayngNya yang tulus dan besar. Terima kasih banyak.

    BalasHapus
  10. Wa sukurillah. Sekarang saya mau tidur................

    BalasHapus
  11. Semoga mimpi indah ya bu Julie. Menanti esok yang lebih cerah. Amin..:-D

    BalasHapus
  12. Di sini jam 8.53 am bu di sana jam berapa?

    BalasHapus
  13. Wow, sorry ya jeng Minet, semalem kira-kira jam sebelas malam say pergi tidur. Jadi putus hubungan. Mau saya sambung di mimpi kok nggak bisa sich? Gimana ya, caranya dunk...... kasih tau!

    BalasHapus
  14. Halah.. buka web ini ada musiknya... tambah merinding aja... jadi inget mamaku di Bandung

    BalasHapus
  15. Nuhun teteh. Sami-sami hayu rnag paeukeup-keukeup.

    BalasHapus
  16. Itu kerjaan orang yang kepengin gasih ilustrasi mbak. Kalo merinding nanti aku keukeupan, mau?

    BalasHapus
  17. hehehe keduluan, bu, saya lagi di keukeupin ama 4 anak yang masih kecil2, apalagi yang bayi, ga mau lepas-lepas ...

    BalasHapus
  18. Ha....ha..... gpp. Nikmati aja mumpung emreka masih mau nempel sama kita. Wilujeng atuh ayi.

    BalasHapus
  19. buatan indonesia tapi belum tentu di indonesia sendiri di jual bu. aku cinta buatan indonesia.

    BalasHapus
  20. Ada juga dijual di Indonsia, tapi berupa BS alias Barang Sisa Ekspor.

    BalasHapus

Pita Pink