Mengingatkan kedudukan kita sebagai hamba Allah yang harus selalu bersabar di dalam menyikapi ujian dariNya, menjadi bagian dari cara saya mendidik kedua anak saya sejak mereka kecil hingga dewasa. Bahwasannya ujian Allah itu lumrah adanya, juga saya tekankan kepada mereka agar mereka tak meratapi nasib jika tiba saatnya diuji. Dan alhamdulillah mereka semua bisa menerima serta mencernanya dengan baik.
Entah karena sikap saya demikian itu entah bukan, yang jelas saya merasa Allah jadi begitu sayang dan memperhatikan kami. Bertubi-tubi kemudahan, pertolongan, bantuan dan kebaikan-kebaikan lain tercurah di saat saya sakit selama ini, termasuk ketika saya dirawat minggu yang lalu itu.
Diam-diam saya ingat semua satu demi satu hingga saya menemukan uraian seperti ini :
1. Saya datang dari kalangan orang tidak mampu untuk ukuran pengobatan kanker payudara yang mahalnya luar biasa. Tiba-tiba, teman-teman satu organisasi saya menawari pengobatan di RS Kanker Dharmais yang tidak pernah terlintas di dalam benak bisa saya kunjungi. Bahkan sekedar membayangkan wujudnya yang berupa gedung jangkung itu saja saya tidak berani. Sebab saya tahu di situ bertugas dokter-dokter terlatih dengan ilmu yang tidak sembarangan, yang akan memungut tarif mahal bagi pasiennya.
2. Dari RSKD tadi, saya kemudian dirujuk teman saya yang kebetulan merupakan salah satu pimpinan di sana untuk berobat kepada juniornya di Bogor saja, yakni orang yang sangat saya incar tapi saya pun tak berani mendatangi kliniknya karena saya yakin tak akan sanggup menjalani kemoterapi, operasi maupun radiasi jika nantinya beliau harus melakukannya untuk mengatasi penyakit saya. Tapi tanpa diduga, tiba-tiba beliau menawari solusi yang baik, yakni mengajari saya untuk meminta dana Jaminan Kesehatan Masyarakat kepada pemerintah agar pengobatan bisa berlangsung. Dana itu akhirnya berhasil saya dapatkan, meski sayangnya tak bisa dipakai untuk berobat di RSKD yang berada di luar wilayah kota kami. Juga tak bisa dipakai membeli obat yang terbilang baru dengan harga yang amat mahal. Meski demikian, alhamdulillah obat yang dibelikan pemerintah bisa mengatasi penyakit saya, tumor saya mengecil sehingga dianggap dokter cocok untuk saya.
Setelah tumor mengecil oleh obat kemoterapi, dokter meminta saya dioperasi di Jakarta. Kali ini datang lagi pertolongannya, yakni menggratiskan biaya jasa dokter yang merupakan haknya serta teman-teman sejawat yang menjadi konsulen. Tak terduga, jumlahnya mencapai 19 juta rupiah, suatu jumlah yang fantastis untuk keluarga saya. Alhamdulillah sekali, bukan?! Biaya yang menakutkan itu datang sendiri solusinya kepada kami.
3. Setiap berobat ke Jakarta, biasanya saya memperoleh mobil pinjaman dari kenalan saya dengan mengganti sejumlah biaya yang bisa dikatakan murah. Selalu saja dia ada untuk saya, termasuk di hari libur tahun baru ketika jadwal kontrol saya tidak bisa ditunda-tunda lagi. Tapi kebetulan sekali justru di harinya saya harus menjalani rawat inap untuk dioperasi, beliau tak ada di tempat. Sebagai gantinya kami menyewa taksi meski sulit mendapatkannya. Kami bahkan sempat tertipu oleh persewaan mobil bohong-bohongan. Akibatnya ketika kami mendapat taksi, hari sudah siang sehingga kami terburu-buru berangkat. Ini menimbulkan kemalangan, dokumen RS yang justru penting untuk syarat perawatan inap tertinggal di rumah. Saya nyaris tak bisa masuk ke kamar perawatan. Akhirnya anak saya harus kembali ke rumah mengambilnya. Di saat-saat genting itu, tak terduga datang teman mantan suami saya suami-istri dengan mobilnya. Beliau kemudian bersedia mengantarkan anak saya, sehingga alhamdulillah saya bisa dirawat inap.
4. Dengan terpaksa anak-anak saya berniat menunggui operasi saya berdua saja. Mereka sengaja tak minta ditemani siapa-siapa karena sadar kesibukan orang kantoran yang tak mungkin ditinggal. Namun nyatanya, di harinya saya dioperasi teman-teman seorganisasi saya datang menemani tanpa diminta. Lebih mencengangkan lagi, salah seorang paman saya pun tiba-tiba datang mengambil alih peran sebagai keluarga pasien bersama-sama anak-anak saya. Jadi ketika anak-anak menerima penjelasan dari dokter yang mengoperasi saya, tidak ada kesedihan mendalam meski mendengar kabar yang sangat tidak sedap dari hasil pengamatan dokter. Mereka semua ada datang seakan-akan menjadi penguat mental anak-anak saya. Subhanallah!
5. Masa perawatan saya di RS sangat singkat. Saya dioperasi pada hari Selasa sore, mulai pukul 15.40 hingga pukul 19.40. Tetapi Kamis pagi saya sudah diizinkan pulang. Lamanya persis seperti rawat inap pasien operasi amandel atau apa saja yang minor. Sebab kakak saya yang menjalani biopsi dengan cara pembedahan juga menginap 2 malam di RS.
6. Selama perawatan di RS banyak keluarga, kerabat dan sahabat yang menjenguk, tetapi lebih banyak lagi yang dikecewakan karena saya sudah terlanjur pulang ke rumah. Mereka kemudian datang ke rumah sambil membawa buah tangan, bantuan serta tentu saja doa yang amat baik. Di antaranya ada bantuan dari keluarga almarhumah pakdhe saya yang disampaikan putra-putri serta cucunya.
7. Waktu akan mencari taksi untuk pulang, tiba-tiba putri budhe saya menelepon mengatakan akan segera tiba di RS. Begitu tahu saya bersiap-siap pulang, beliau malah berniat mengantar sampai ke rumah kami di Bogor sekalian. Anak-anak dilarang mencari taksi. Betul-betul berkah yang tak terbayangkan mengingat kakak sepupu saya itu tinggal di Tangerang Selatan.
8. Saya tiba lebih dulu di rumah dibandingkan kakak saya. Waktu beliau pulang kemudian, beliau bercerita bahwa sekedar untuk dibiopsi saja, beliau sudah keluar biaya sangat banyak untuk ukuran kantung pensiunan PNS berstatus guru. Sayangnya keesokan harinya tanggal 1 sehingga kalau beliau nekad mengambil uang pensiunannya, pasti loket pengambilan gaji penuh sesak. Padahal uang di dompetnya terkuras di RS.
Tanpa ragu-ragu saya ulurkan salah satu amplop pemberian saudara saya ketika di RS itu. Semula kakak saya menolak. Tapi saya memaksa, sebab saya tak ingin beliau kerepotan.
Tak dinyana, beberapa hari kemudian saya menerima kembali uang sejumlah itu dari keluarga mertua saya. Jumlah yang persis sama ini tentu saja menakjubkan! Subhanallah!
9. Kemarin saya ke RS untuk memastikan bahwa obat kemoterapi saya memang sudah disiapkan untuk digunakan minggu depan. Pulangnya di angkot kami bertemu dengan penjual lotek dan soto di dekat rumah. Dia menyapa anak saya, tapi anak saya tak hafal kepadanya sehingga pembicaraan terjadi dengan saya. Ternyata dia pun mengenali saya. Ketika akan turun di muka rumah, anak saya sekaligus membayari ongkos angkot ibu itu tadi. Tentu saja dia menolaknya, tapi anak saya memaksa. Tak dinyana, siangnya uang receh itu kembali berpuluh-puluh kali lipat, subhanallah lagi!!!
10. Kemarin pagi juga, tak disangka-sangka sahabat mantan suami saya di SMA menghubungi saya menyatakan ingin menjenguk saya setelah tahu dari adiknya yang merupakan teman saya tentang kondisi saya. Semula dia ragu-ragu apakah saya masih mengenalnya. Tentu saja saya pastikan bahwa tak mudah melupakan gerombolan sekelas mantan suami saya yang rata-rata perempuan penggemar acara rujakan di siang terik sepulang sekolah. Lalu dia pun datang sendirian, tanpa kang Dede teman saya yang adiknya itu. Katanya mudah mencari rumah saya. Sedang saya mengobrol baru sebentar, tiba-tiba datang dua orang teman sekolah saya lainnya. Yang sungguh tak dinyana adalah saudara teman saya itu juga. Jadilah obrolan mereka serunya luar biasa disertai tangis bahagia campur haru. Maklum sudah bertahun-tahun mereka tak saling jumpa. Sungguh kebetulan yang membawa berkah bukan?! Saya saksikan senyum bahagia tersungging di bibir mereka ketika melangkah pulang bersama-sama.
Saya bersama Nida Djajadi, Elly Latief dan Chairudin
11. Sore harinya sedang saya dijenguk kemenakan saya, masuk panggilan dari nomor tak dikenal ke ponsel saya. Secara refleks saya terima. Seorang perempuan menyapa saya hangat. Nomor yang tak saya kenali itu ternyata berasal dari kenalan saya, isteri seorang petinggi di jajaran legislatif DKI. Dia sendiri aktivis wanita yang tertarik mengamati kehidupan saya. Yang lebih mencengangkan lagi, dia bilang dia bersaudara ipar dengan teman saya di SMP yang beberapa hari yang lalu datang menengok saya. Siang itu keluarga besar mereka sedang berkumpul. Secara iseng teman saya menceritakan kegiatannya minggu lalu termasuk menengok saya. Diperlihatkannya foto saya terakhir kepada iparnya itu. Tak disangka-sangka, iparnya yang kenalan saya langsung mengenali saya. Dia memeras habis kisah sakitnya saya yang memang tak pernah saya ceritakan kepadanya. Lalu serta merta dia menghubungi saya sambil mengisak di telepon, yang katanya karena haru.
Hari ini kembali dia menghubungi saya. Dikiriminya saya doa yang indah-indah. Serta dimintanya untuk terus menjalin hubungan dengannya. Sungguh indah semua kebetulan ini, bukan?!
Ketahuilah, semuanya terjadi atas kehendak Allah juga. "In ahsantum ahsantum wa anfusikum," jika kita menolong seseorang dengan ikhlas, Allah akan menolong kita kembali, demikian kalau tak salah bunyi seruan seorang ustadz di televisi di suatu pagi dulu. Tak terasa, kiranya saya ditolong orang sesuai dengan pendapat teman-teman yang dulu asyik mengamati kehidupan saya, yakni katanya karena saya juga menolong dirinya yang membutuhkan bantuan. Insya Allah akan saya teruskan kebiasaan itu kepada anak-anak saya nantinya. Sungguh cantiknya Permainan Allah ini, saya bahagia sekali karenanya.
Kalo kita baik sama orang, orang pun pasti akan baik terhadap kita...sepertinya tergantung bagaimana kita bersosialisasi di masyarakat atau pun pertemanan...
BalasHapusAlhamdulillah teman bunda baik semua, itulah kemapa aku yakin bunda pun pasti baik dengan mereka.. :)
Ayo sembuh bun..!
Eniwei, mohon maaf lahir bathin ya bun...marhaban ya ramadhan...semoga seluruh doa bunda di bulan penuh rahmat ini diijabah Alloh..amin..
*peyuuk*
Mbak Rin, perasaan sih saya nggak sebaik yang dikatakan orang-orang itu. Tapi kalau kata televisi semalam, sesungguhnya kita tidak pernah bisa menilai diri kita sendiri.
HapusSaya upayakan untuk sembuh ya. Kan saya ingin membahagiakan mereka semua yang sudah jadi moral support saya selama ini. Terutama dokter muda yang budiman itu.
Terima kasih salam Ramadhannya, saya pun minta maaf ya nak, semoga kita semua lulus dalam ujian bulan suci ini dan menerima berkah yang banyak.
Selamat maghrib!
kalu iklas balasannya berlipat ya mbak.. bahagia..
BalasHapussenang deh bacanya dikunjungi kerabat lama pun sahabat lama.. jadi ajang reuni..
itu judulnya bukan serenada lagi deh.. tapi masih satu cerita.. yang ibu walikota ga dimasukin mbak?
Begitu sih kata ustadz yang saya tonton di TV. Kebahagiaan itu nggak ada duanya deh, besar banget.........
HapusIni memang bukan serenada kok, terlepas dari serial itu. BTW ibu Walikota ada di dalam serial serenada, nggak tepat kalau masuk di sini.
Halo, Bunda Julie...apa kabar? :)
BalasHapusSemoga selalu dikaruniai keberkahan, kemudahan dan kebahagiaan oleh Gusti Allah agar Bunda Julie lekas sembuh yah...:)
Assalamu'alaikum mbak Nana, saya alhamdulillah gitu-gitu aja. Maksud saya untung nggak memburuk.Terus terang saya memang nggak bisa ikutan puasa seperti tahun lalu sih.
HapusTerima kasih doanya. Itulah Karunia Allah yang sering saya dapatkan :-))
Teriring salam hangat dari kota hujan.