Tak seorang pun siap untuk menerima kehilangannya yang tiba-tiba. Tak juga pada keluarga almarhum meski mereka tahu bahwa sang pemuka agama kecintaan ummat sedang dalam keadaan sakit. Meski juga di dalam akun twitternya beliau sempat mengingatkan manusia bahwa jika di dalam kehidupan terjadi kejenuhan, maka sebaik-baik tempat untuk mengatasinya adalah kembali kepada Allah Subhanahu wa Taala. Jadi apa pun yang menjadi pertanda bahwa ajal sudah dekat, tetap saja manusia tak akan siap menghadapinya.
Sebaliknya, bagi pasien penyakit-penyakit berat, meski dokter mengatakan penyakitnya sukar disembuhkan tetapi jika Allah masih belum memanggil, maka umur panjang masih tersedia baginya untuk memperbaiki diri dalam pertaubatan. Sebaliknya, sekalipun si pasien nampak macam orang sehat dan kuat menjalani rangkaian pengobatannya, namun jika Allah menghendaki untuk kembali, tak ada kata lain selain berserah diri kepada takdir dan sabar.
Begitu hasil obrolan saya dengan para sepupu yang kemarin pagi sengaja datang menengok dari Bekasi dan Tangerang Selatan beramai-ramai. Mereka nampaknya ingin membuktikan sendiri sejauh mana "keperkasaan" saya di dalam melawan penyakit kanker yang mengharuskan saya menjalani kemoterapi yang amat menyakitkan. Mereka tak puas hanya menyaksikan foto saya yang dibagi-bagikan oleh anak-anak saya kepada kerabat dan keluarga di akun jejaring sosial yang mereka miliki. Saudara-saudara saya tetaplah ingin menjadi saksi mata keadaan saya yang tangguh dan semakin membaik. Mereka ingin menjadi saksi yang menguatkan pendapat bahwa pengobatan medis yang dipadu dengan pengobatan herbal terbukti dapat membawa manfaat bagi pasien kanker.
Adinda Rohmatin yang sudah kehilangan uni Elly kakak iparnya akibat sengatan kanker payudara mengatakan beliau dulu sempat dioperasi dan dikemoterapi juga. Seperti halnya saya, tubuh almarhumah Elly gemuk, tidak menjadi kurus. Tetapi meski demikian ia tak bertahan lama. Asisten apoteker yang sudah menjadi warga Jakarta asli itu akhirnya pergi untuk selama-lamanya setelah menderita kesakitan yang amat sangat.
Begitu pula dengan Yuni, sahabat karib sepupu saya ini. Bahkan Yuni yang masih melajang hingga akhir hayatnya, nampak tak mampu menyembunyikan ketakutan dan kesedihannya menderita kanker payudara yang kemudian menyebar hingga ke tulang belakangnya. Ketika banyak teman bersimpati dan ingin membantu mengatasi penyakitnya, almarhumah Yuni memilih berkurung diri sebab merasa dirinya bukanlah perempuan yang dulu lagi setelah dia kehilangan sebelah "mahkota kewanitaannya". Separuh hatinya merasa berbeda dari wanita lain, separuh lagi putus asa atas penderitaannya. Begitu keluhannya ketika Titin sepupu saya nekad mengunjunginya di suatu hari. Menurut Titin, Yuni kelihatan kurus kering dan sama sekali tak bernafsu makan. Mungkin pikirannya yang sedih telah mengakibatkan dia kehilangan gairah hidupnya.
Menurut dik Titin, kedua pasien itu sangat jauh berbeda dibandingkan saya yang kala itu duduk berdampingan dengannya dan kerap dipandanginya dengan sepenuh cinta di kedalaman matanya. Sehabis dikemoterapi keduanya kesakitan. Mual hingga muntah, pusing, perut kembung, diare dan konstipasi bergantian ditambah sariawan menyerang mereka. Akibatnya, tentu saja mereka tidak mendapat asupan gizi yang cukup sehingga semakin melemah lalu tak lagi mampu melawan penyakitnya. Sedangkan saya, meski kemoterapi saya sudah berlangsung dua kali, tetap bergairah dan tak mengalami keluhan macam-macam kecuali berkurangnya nafsu makan, gangguan di perut yang berganti-ganti seperti almarhumah Elly dan Yuni serta rasa panas di tubuh saya yang anehnya tak pernah dikeluhkan orang.
Mereka berdua kata adik sepupu saya, semata-mata bersandar kepada pengobatan dokter. Sedangkan saya mendobeli pengobatan dokter dengan pengobatan herbal dibarengi totok syaraf. Selain itu saya pun mengikuti aturan diet ketat yang dianjurkan sinshe yakni menghindari segala macam daging serta mengutamakan makan sayur serta buah-buahan yang mengandung antioksidan tinggi. Akan halnya dua pasien tadi, sepupu saya tak tahu benar apakah dulu mereka juga menjalani diet ketat seperti saya atau tidak. Yang jelas katanya, sepanjang kemoterapi berlangsung mereka dianjurkan makan protein banyak-banyak untuk menjaga stamina yang terganggu oleh obat kemoterapi yang sebetulnya hanya dimaksudkan untuk membabat habis sel-sel kanker yang jahat.
Zaitun sepupu saya yang lain menceritakan tetangganya yang juga menderita kanker payudara. Sama halnya dengan saya, kanker payudara tetangganya mencapai kelenjar ketiaknya sehingga membuat lengannya bengkak. Itung menanyai saya, apakah saya tidak merasa kesakitan di tangan seperti tetangganya? Pasalnya dia melihat saya seperti orang sehat duduk dengan nyaman tanpa beban apa pun di tangan saya, sedangkan tetangganya itu selalu memilih duduk di kursi yang memiliki sandaran lengan supaya bisa meletakkan tangannya yang terasa sakit di situ. Tentu saja saya menjawab sakit. Akan tetapi saya masih mampu menanggungnya. Maka baik ketika duduk maupun tidur, tangan saya bebas bergerak atau mengarah ke mana saja, hanya terasa sakit ketika saya gerakkan ke atas. Saya pun lantas teringat seorang pasien yang sempat saya jumpai di RS dengan kondisi yang persis sama dengan yang diceritakan sepupu saya Itung. Waktu itu karena di ruang tunggu klinik tak ada kursi bersandaran lengan, maka pasien itu mencari sederet bangku kosong untuk membaringkan tubuhnya. Namun dia tetap nampak tidak nyaman dan meringis menahan sakit hingga perlu ditenangkan anaknya yang mengantar ke RS. Itung menambahkan, tetangganya bahkan selalu tidur dalam keadaan duduk sebab menahan rasa nyerinya. Beruntunglah saya tidak mengalami apa yang dirasakan pasien itu.
Silahkan cari siapa yang dinyatakan sakit di foto ini
***
Sepulangnya kerabat saya, iseng-iseng saya membuka internet untuk mencari informasi mengenai kemoterapi. Ternyata secara mengejutkan saya membaca banyak pasien yang jadi semakin menderita karena kemoterapi, persis cerita sepupu saya. Di antaranya tertulis demikian, "Rasa mual itu selalu ada, bersamaan dengan pengobatan itu sendiri. Kanker menghadirkan rasa sakit yang tidak jelas, tapi kemoterapi merupakan serangkaian ketakutan yang mencekam tiada akhir, sampai aku mulai berfikir bahwa pengobatan itu sama buruknya, atau bahkan lebih buruk lagi, dari penyakit itu sendiri ……"
Bahkan secara lebih spesifik, disitir pula ungkapan seorang menteri penerima cangkok hati yang pernah amat menderita akibat kemoterapi yang dijalaninya karena kanker hati. Keluhannya begini, "Setelah dikemo itu, rasanya luar biasa tidak karuan. Sakit, mual, mulas, kembung, melintir-lintir, dan entah berapa jenis rasa sakit lagi menjadi satu. Sampai-sampai saya tidak bisa memisah-misahkan bentuk sakitnya itu terdiri atas berapa macam rasa sakit." Beliau bahkan menyatakan lebih baik mati saja daripada harus dikemoterapi lagi. Untungnya permintaan beliau ini tak dikabulkan Allah, hingga sekarang beliau bisa berbuat banyak untuk bangsa dan negara ini.
Agaknya semuanya tidak salah. Yang salah adalah saya. Sebab saya betul-betul perkecualian. Tak aneh jadinya kalau saya sampai menimbulkan decak kagum tenaga medis hingga menginspirasi mereka untuk menjadikan saya sebagai motivator bagi pasien lainnya. Tapi sudah barang tentu kondisi ini patut disyukuri. Begitu menurut saya.
***
Jika kita kembalikan kepada perintah agama, maka sabar dan rasa ikhlas menghadapi suatu cobaan adalah kewajiban ummat Islam. Sebab semua itu datang dari Tuhan dengan tujuan untuk menjadikan ummatNya menjadi insan yang tawakal guna meraih surgaNya. Sudah merupakan ketetapan Allah bahwa Dia akan menguji ummatNya dengan berbagai cobaan dan musibah. Tentu saja di antaranya adalah lewat penyakit berat. Tujuannya adalah untuk melihat siapakah di antara mereka yang sabar, serta yang manakah di antara mereka yang berbalik kepada kekufuran (mengingkari Allah) saat ditimpa musibah. Kufur di sini bisa berupa perasaan putus asa karena tak kunjung datangnya pertolongan Allah atau merasa sedih karena hartanya habis lenyap tak bersisa. Saya akui, saya pun pernah mengalami hal ini karena saya terlalu sering sakit sehingga tabungan kami habis terpakai biaya pengobatan saya. Untunglah saya ingat bahwa semuanya datang dari Allah, sehingga wajar jika diambil kembali olehNya untuk pengobatan saya. Waktu itu saya tersadar akan sebuah ayat di dalam Kitab Al-Qur'an yang menjadi landasan untuk senantiasa bersabar, yang bunyinya begini, "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ~ Innalillahi wa innailaihi raji'un. ~ Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.S. Al-Baqarah 155-157)
Karenanya dari waktu ke waktu selagi mengalami ujian kesehatan yang nyaris tiada henti saya senantiasa menengadahkan wajah ke arah Allah semata. KepadaNya saya serahkan diri seraya memohon Pertolongan. Teringatlah saya akan perintah Tuhan di ayat sebelumnya yang berbunyi demikian, "Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan mengerjakan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (Q.S. Al Baqarah 153).
Di sini manusia diingatkan untuk meyakini bahwa Pembimbing bagi orang-orang yang sabar adalah Allah Swt. Akan tetapi tentu saja manusia harus menegakkan shalat yang menjadi tiang agama. Dengan demikian Allah akan ridha kepadanya lalu menambah keimanannya sebagai modal utama di dalam mencapai JannahNya.
Shalat itu sendiri jika dilakukan dengan khusyu dan dihayati makna ayat-ayat yang wajib dibaca, akan meresap ke dalam kalbu manusia sehingga memimpin jiwanya menetap pada kebaikan yang kekal. Jika kebaikan itu selalu melekat padanya, tak pelak pertolongan Allah akan senantiasa menyertainya sehingga dia pun akan dihindarkan dari kekejian dan kemungkaran yang senantiasa mengintai di muka bumi ini. Itulah yang saya yakini hingga hari ini, yang menurut hemat saya telah membawa saya menjadi pasien yang dianggap orang istimewa. Ya, tidak ada lain yang bisa menolong menyelamatkan dan menyembuhkan diri kita selain pertolongan Allah yang kita Kasihi dengan setulus jiwa nan penuh pengabdian. Insya Allah, siapa pun yang melakukannya akan terselamatkan dari renggutan penyakit yang menakutkan. Saya berharap keyakinan saya ini tak akan salah.
(Bersambung)
dalam keadaan sakit bundapun masih bisa menjadi inspirasi bagi yang lain... tapi bagaimanapun semoga pengobatan bunda selalu berjalan lancar dan segera sembuh.
BalasHapusbtw, kalau disuruh nunjuk mana yang sakit diantara foto itu, hehehehe nyerah deh aku ya setahuku bundalah yang sakit karena sudah sering baca ceritanya, tapi kalau temen bunda, aku ga tahu hehehe.
Hehehehe....... iya, kan nggak ada yang kelihatan kayak orang sakit tuh. Tapi lihatlah kepalanya, yang kayak Sun Go Kong, itulah dia yang nggak sehat.
HapusTapi senyumnya masih secerah biasa kok...
HapusJustru gitu itu yang bikin orang yang nengok jadi kebingungan sendiri. Mereka baru percaya setelah lihat bungkusan obat-obatan saya. :-D
Hapus