Semenjak nasib mendamparkan saya di gedung Rumah Sakit Kanker Dharmais dua minggu yang lalu, pengobatan saya kini berbeda. Saya nyaris berhenti menggunakan obat sinshe dan benar-benar mengandalkan obat dokter. Selain saya takut pada efek samping masing-masing obat yang mungkin saja saling bertabrakan, saya pun sedang menunggu sinshe saya berpraktek kembali setelah cuti natal. Dulu ketika sinshe akhirnya menyarankan operasi, saya dipesankan untuk tidak menduakan obatnya dengan obat-obatan dokter tanpa sepengetahuannya. Waktu itu dia bilang dia hanya akan mengizinkan saya mengonsumsi obat-obatan antikanker darinya saja, tanpa yang lain-lain. Padahal saya selama ini diberinya antibiotik yang berfungsi sebagai pereda nyeri sekaligus, juga vitamin dan obat-obatan penguat fungsi perut karena sebagian usus halus saya dibuang beberapa tahun yang lalu. Sedihnya, obat-obat yang disarankannya untuk tidak digunakan lagi itu menurut saya adalah justru obat yang merupakan penguat kondisi saya selama ini. Banyak orang yang mengira saya sama sekali tidak sakit. Waktu berobat ke RS itu, tenaga medis di sana terheran-heran menyadari saya tak merintih kesakitan sewaktu sedang ditangani di poliklinik. Ini berbeda dengan pasien di situ yang merasakan nyeri bahkan hingga mengerang-ngerang menciutkan nyali saya.
Saya tidak menganggap pengobatan sinshe lebih unggul dibandingkan pengobatan dokter. Yang jelas sih selama makan obat-obatan herbal darinya kondisi saya selalu terjaga tetap fit, meski tumor saya tak cepat membaik. Tapi tak bisa disangkal, sebelum menjadi pecah bernanah begini tumor saya pernah dinyatakan merespons dengan baik pengobatannya. Sehingga waktu itu dia mempersilahkan saya memeriksakan diri ke dokter, setidak-tidaknya ke laboratorium untuk mengecek kadar tumor saya melalui pemeriksaan darah yang dalam dunia kedokteran dikenal sebagai tumor marker Ca-15.3.
Masing-masing pengobatan tentu ada baik-buruknya. Sisi baik dari pengobatan dokter adalah penanganannya cepat, seperti yang ditekankan oleh sinshe sewaktu akhirnya menyuruh saya berobat ke RS guna dioperasi. Kita berlomba dengan waktu, begitu katanya. Maka pembuangan payudara yang sakit diikuti terapi lanjutannya entah berupa kemoterapi maupun radiasi adalah hal yang terbaik, jika dibandingkan dengan konsumsi obat herbal yang dalam prosesnya harus dialirkan melalui darah ke seluruh tubuh. Tapi seperti sudah saya gambarkan, saya takut berobat ke dokter karena tak cukup banyak uang di tabungan kami padahal di dokter tak bisa berhutang seperti di sinshe.
Ketika akhirnya saya dibiayai teman-teman sejawat mantan suami saya ke RS Kanker Dharmais, saya pun tetap belum tenang. Tapi mereka semua telah diutus Tuhan untuk memudahkan dan membahagiakan saya, jadi saya kemudian dicarikan bantuan dari Yayasan Kanker Indonesia (YKI). Sebab di sana ternyata bergiat salah satu istri almarhum purnakaryawan duta besar yang mantan penderita kanker payudara seperti yang pernah juga saya ceritakan di laman ini dulu.
Kata ibu Megawati yang juga mengenal saya secara sepintas, saya bisa dimintakan bantuan ongkos kemoterapi sebanyak 5 juta rupiah sebulan serta pengurangan harga obat-obatan sebanyak 50% sekali pembelian. Ini akan sangat menolong kami untuk menekan biaya pengobatan yang ketika anak saya menanyakan ke bagian administrasi keuangan rumah sakit disebutkan sejak dioperasi hingga selesai kemoterapi pasien harus menyiapkan dana seratus juta rupiah. Jumlah fantastis yang selama ini selalu menghantui pikiran saya dan anak-anak.
Dana bantuan itu tentu saja tidak diberikan kepada sembarang orang. Tapi saya setidak-tidaknya bisa memenuhi kriteria penerima bantuan disebabkan saya tidak bersuami, tidak bekerja, tinggal menumpang dan menjadi beban anak-anak yang belum memiliki penghasilan tetap di rumah hasil hibah warisan dari ayah mereka. Untuk itu anak saya diminta menghubungi Pengurus Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) di tempat tinggal kami untuk meminta bantuan dikeluarkannya "Surat Keterangan (Warga) Tak Mampu" (SKTM) yang akan diserahkan kepada pengurus YKI.
Akhirnya akhir pekan yang baru lalu anak saya mengurusnya. Untuk itu anak saya diminta membuat surat permohonan tertulis yang disertai foto kopi Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dirinya sebagai pengampu saya dan KTP saya. Tak lupa anak saya menyertakan foto kopi akta rumah. Pengurus RT kami yang juga amat bersimpati kepada saya menjanjikan akan membawa surat itu ke rapat Pengurus Rukun Warga yang berlangsung hari itu. Namun hingga hari ini, tiga hari berlalu kami belum mendapatkan kabar apa-apa. Hati kecil saya berpikir, mungkin kasus saya adalah kasus "extraordinary" mengingat status sosial kami dulunya, sehingga memerlukan penyidikan yang lengkap dan mendalam. Ah tak mengapa, yang penting kami sudah berupaya jujur. Jika toch nanti tidak berhasil mendapatkan, seperti biasa masih akan ada pintu bantuan lain yang dibukakan Allah untuk kami. Sebab, peristiwa dan pengalaman-pengalaman yang sudah-sudah menunjukkan bahwa Allah amat mengasihi kami, ummatNya yang sedang tiada berdaya. Saya cuma dapat berharap sambil memandang langit yang terus saja menurunkan hujan sejak semalam. Padahal, hari telah malam, dan tubuh saya yang sakit amat merindukan bulan menampakkan sinarnya serta bintang-bintang berkedipan menggoda khayalan saya seperti malam-malam biasanya.
(Bersambung)
Peluk bundaaaa....
BalasHapusDoa selalu untukmu bunda :*
Terima kasih selalu dan doa terbaik untuk mengiringi kehamilanmu ya nak Indri. Ananda sedang menantikan makhluk suci yang baik budi deh.
HapusPelukan balik yuk.
Jadi, Ibu akan mengambil tindakan operasi ? sudah ada jadwalnya kira2 Bu ? Semoga dilancarkan segala-galanya. Biarlah yang detail2 itu Allah mudah lancarkan, dan Ibu tinggal menjalani saja, tanpa beban apapun sampai sembuh kembali ya. Aamiin.
BalasHapus*Ikutan pleuk2* ^_^
Iya nak, karena sinshe nyerah. Kebetulan teman-teman mengulurkan bantuan, jadi saya berani ambil resiko. Alhamdulillah deh. :-)))
HapusTanggalnya belum jelas, dan di Karya Bhakti aja kok nggak harus ke RSKD. Jadi saya aminkan doanya ya. Semoga Allah mengijabah.
*pelukan lagi*
alhamdulillah bunda nulis juga disini. betul bunda utk operasi & terapi lanjutannya membutuhkan biaya yg banyak. smoga kita dimudahkan & dilancarkan utk melewatinya ya bun. teman bunda yg penyintas kanker menu sehari2nya apa slm chemo? krn slm 2bln sblm operasi sy hanya mkn tahu,tempe,sayur & buah2n aja tanpa protein hewani. insyaAllah pekan depan dah dijadwalkan chemo. saling mendo'akan & sama2 berjuang bunda. nama panggilan saya cici.
BalasHapusAda kabar baik lagi yang benar-benar di luar dugaan dan terjadi hanya karena Kuasa Allah. Tadi saya ditelepon kenalan lama saya, pegawai di salah satu RS di Singapura tempat saya bertahun-tahun berobat dulu. Dia dengar dari salah satu teman saya tentang keadaan saya. Lalu temannya yang merupakan seorang pengusaha di Jakarta dengar juga. Temannya yang sebetulnya saya nggak kenal itu, menawari pengobatan untuk saya di Jakarta. Dia akan antar dan temani saya berobat, dioperasi hingga selesai nantinya tanpa saya harus membayar sepeser pun. Katanya itu adalah bagian dari sedekahnya.
HapusRasanya mustahil bukan terima tawaran pengobatan gratis dari orang yang kita nggak kenal gitu? Tapi ini kenyataan, saya bingung sendiri takjub atas Kuasa Allah Swt.
Saya dulu di Singapura sering terima tetamu yang numpang menginap selama berobat di RS. Kelihatannya mereka juga sangat menjaga asupan makanan, kebanyakan memang mengurangi daging dan segala protein hewani sih. Tapi kata perawat dan dokter di RSK Dharmais justru kalau kemo kita butuh protein hewani untuk menjaga kadar haemoglobin dalam darah.
Mbak Cici berobat di mana? Iya saya doakan semoga semua bisa dilalui dengan baik ya. Saya belum ke dokter lagi untuk konsultasi lanjutan dan menetapkan hari operasi karena dokternya baru praktek di Bogor besok siang.
alhamdulillah 'ala ni'matillah tak ada yg mustahil bagi Allah bunda. saya berobat di RS Darma Nugraha Rw Mangun. Aamiin terimakasih bunda do'anya.
BalasHapus