Semalam aku terbangun beberapa kali. Bukan oleh rasa sakit yang "ajaib" itu, melainkan oleh rasa pegal dan ngilu yang menjalari bekas operasiku. Dan kali ini tanpa sengatan yang tiba-tiba seperti dulu, sehingga tidak membangunkan suamiku.
Kulirik jam di HP yang senantiasa ada di dekatku karena kemampuan mataku yang buruk sejak kecil tidak mungkin menatap jam dinding besar di dekat kasur kami. Yang pertama. Baru jam sebelas lewat empat puluh lima menit. Kuubah posisi tidurku. Aku menyamping, menghadap suamiku ynag baru naik ke peraduan setelah selesai menonton pertandingan bola sepak di televisi bersama si bungsu. Rasanya belum juga pas. Masih agak kaku dan menimbulkan nyeri. Aku ingat dokter Vrettos bilang, ini akan berlangsung beberapa bulan, sekalipun pada kasusku dia menemukan suatu keajaiban karena cepatnya proses pemulihan.
Kuputar lagi tubuhku membelakangi suamiku. Kali ini terasa lebih nyaman. Aku mencoba memejamkan mata, mengosongkan semua pikiranku dengan dzikir. Aku berharap dzikirku bisa mengusir ketidak nyamanan dan pikiran yang akan melenggang kemana-mana. Di luar sana angin kencang serupa Cape Doctor yang jadi ciri khas angin teluk di Semenanjung Harapan ini menderu-deru mengerikan.
Entah berapa lama aku berdzikir ketika dia datang lagi padaku. Rasanya masih seperti dulu, tegap dan perkasa. Tubuhnya tidak tambun. Dia mengendarai mobil bapakku Fiat 124 biru tua dan siap melaju ke suatu tempat bersama ibu dan mbak Ien. "Kang, aku ikut," pintaku dari dalam kamar. "Ssstt! Jangan, jangan berisik. Mau nonton film tujuh belas ke atas," katanya pelan. "Nanti bapak bangun, kita diem-diem nih," lanjutnya sambil menutup pintu pagar belakang meninggalkan aku yang kecewa seorang diri.
Rasanya belum lama. Aku masih lima belas tahun, dan mereka akan menonton Widyawati dan Sophan Sophian membintangi "Pengantin Remaja" di Sukasari Theater. Kang Ain memang sudah lama berada di tengah-tengah keluarga kami, layaknya anak kandung orang tuaku. Persahabatan dengan mbakyuku dimulai ketika dia ingin membeli sepatu sandal platik yang di awal tahun tujuhpuluhan sedang jadi mode. Bapaknya yang memiliki Toko Sepatu Bata di dekat rumah kami, menyuruh akang melayani sendiri mbakyuku. Dari situlah persahabatan terus terjalin sampai bapakku pun tak perlu datang ke tokonya untuk mendapatkan sepasang sepatu yang diingini beliau. Cukup dengan menyebutkan model dan ukuran kaki lalu memberikan sejumlah uang, maka sepatu yang nyaman dan pas di kaki itu sudah akan sampai di hadapan bapakku.
Akang adalah sosok istimewa buat mbakyuku. Kepandaiannya menggambar dimanfaatkan mbakyuku untuk membantunya mengerjakan PR menggambar yang ketika itu masih saja jadi salah satu mata ajaran di SMA. Dan biasanya setelah itu, guru gambar mbakyuku, pak Daos namanya, akan tervcengang-cengang dan bertanya-tanya darimana kakakku mendapatkan kemampuan menggambar dengan tiba-tiba begitu. Tentu saja kakakku tidak akan menjawab dan sebagai hukumannya kertas gambar itu disobek pak Daos.
Akang kunilai sebagai lelaki yang sabar. Dan kesabarannya sering juga kumanfaatkan untuk memenuhi keinginanku. Suatu Minggu sore ketika toko-toko nyaris tutup semua -dimasa itu toko akan tutup pada hari Minggu-, aku merengek minta dibelikan piringan hitam berisi instrumentalia lagu "Bulan Pake Payung". Lagu ajaib, menurut sepupuku Netty yang seumuran denganku. Sama ajaibnya dengan selera musikku yang mengarah ke keroncong. Padahal, di usia muda anak-anak sibuk mendengarkan lagu pop yang masa itu sedang di ramaikan oleh grup-grup musik Koes Plus, Panbers, The Mercys, Favorite Group dan sejenisnya serta para penyanyi solo setenar Titiek Sandhora, Vivie Sumanti, Emilia Contessa serta Boery Marantika. Marantika, ya, Marantika, karena waktu itu dia belum menyandang nama Pessulima disebabkan dia ingin menghormati paman yang telah mengasuhnya.
"Ayo dong kang, anter beli "Bulan Pake Payung", rajukku sambil menggenggam erat bagian belakang kemeja akang. "Besok, sekarang semua toko tutup, tahu?" balas akang tegas. "Nggak mau, aku mau sekarang, kalo nggak akang jangan main kesini lagi," lagi-lagi aku merajuk. "Ni anak, nggak mau tau aja," katanya gemas. Namun tak urung dia mengantarku juga mengunjungi Toko Irama Nusantara milik pak Sungkar yang kala itu masih belum jadi tetangga kami. Aku tersenyum puas, dan piringan hitam itu betul-betul jadi favoriteku sampai suaranya rusak bergoyang-goyang karena permukaan piringan hitam tergores-gores tidak karuan. Kebaikan dan kesabaran akang selalu jadi panutanku. Menyebabkan aku tak ingin meniru sifat mbakyuku yang cenderung tidak sabaran dan pemarah . Duluuuuu, itu duluuuuu ketika kami masih sama-sama muda. Rasanya Bulan Pake Payung selalu hinggap di telingaku sampai kapanku, juga pada tidurku malam tadi yang berlanjut pada keadaan terjaga untuk yang kedua kalinya.
-ad-
Tubuhku terasa lemah. Cramp dan ngilu pada bekas operasiku menggigit lagi. Aku kembali terbangun, mencermati sakit yang mengoyak mimpiku tadi. Bayangan kakang dengan segala kesabarannya masih ada di benakku. Tiba-tiba kuingat mbakyuku sendiri pernah menelurkan testomony bahwa dia bukanlah istri yang berbakti. "Aku kan udah capek kerja di kantor, masa' tiap dia pulang ngantor aku harus siap di depan pintu menyambutnya dengan segelas air dan handuk bersih segala?" tanya mbakyuku ironis. "Ya, lah," jawabku. "Jangan lupa mbak, kewajibanmu sebagai istri adalah melayani kebutuhan suami dengan ikhlas disertai senyummu," jawabku sok tua dan menggurui. "Hmmmm, mau'nye" timpal mbakyuku nakal sambil mencubit kakang. Aku tersenyum sendiri mengenangkan kepolosan dan kehangatan mereka. Kakang cuma tersenyum dan memincingkan matanya nakal menatapku. "Bener Lie, kan kewajiban dia mah di dalem rumah," serunya sambil berlari menjauh. Kami semua tertawa bersama. Kakang dan keluarga kami adalah suatu kesatuan. Nyaris tak ada rahasia dan rasa sungkan, sebagaimana yang diajarkan orang tua kami, bapak dan ibu.
Berpuluh tahun kakang membina rumah tangga dengan mbakyuku dalam damai. Setidak-tidaknya mencoba untuk senantiasa saling mencari kedamaian. Walaupun tak kunafikan hidup memang sering diterpa gelombang, tapi alhamdulillah bahtera mereka tak pernah sampai terbalik maupun karam.
Mereka pernah tinggal di dalam rumah yang sangat sederhana. Berlantaikan semen yang sudah mengelupas disana-sini, berdindingkan separuh bambu. Disitulah Anneke kemenakanku yang putih dan bulat menggemaskan lahir. Tapi mbakyuku tidak pernah mengeluh, sehingga mas Dj pernah berujar. "bahagianya kang Ain, punya istri yang penuh pengertian." Ketika itu kami belum lagi menikah. Mas Dj dan aku masih sama-sama mahasiswa yang sibuk menyusun masa depan. Akang berkerja di suatu pabrik tekstil sebagai kepala teknisi mesin rajut, sedangkan mbakyuku sudah mengabdikan diri di kantor seorang notaris wanita sebagai sekretaris. Tapi kuingat jelas, dalam keadaan yang serba terbatas itu, mereka berdua adalah insan-insan yang tangguh dan mandiri. Mereka tak pernah menadahkan tangan. Tidak juga mengeluhkan keterbatasan mereka, kecuali suatu hari kakakku menceritakan ironinya dia pergi ke kantor. "Aku mesti naik kendaraan dinding terbuka. atap terpal seperti mobil Dinas Kesehatan yang dulu dipakai memberantas malaria. Bersama kambing-kambing, lagi........" paparnya dengan senyum. Giginya yang sedikit gingsul menyembul memikat hati. Tapi sekali lagi kukatakan mereka adalah makhluk-makhluk yang tawakal. Bahkan di hari raya mereka senantiasa rela berbagi dengan kami. Dia selalu mengulurkan dua potong bahan pakaian yang dibelinya dari pabrik untuk kami berdua. Senantiasa dibuat kembaran. "Ongkos jahitnya minta sama ibu ya?" pesannya sambil menyarahkan dua helai kain bergambar pemain golf ke tangan kami. "Aku pilih yang ijo ya mas," pintaku. Mas Dj yang waktu itu masih saja setia jadi sahabatku mengangguk mengiyakan "terserah, aku dikasih juga udah untung kok, terima kasih dari kami berdua," katanya sambil melipat kembali kain itu. Lalu, di hari lebaran kami bisa jalan ke makam ayah mas Dj berdua dengan pakaian yang seragam cuma beda warna. Semuanya membekas indah, mengingatkan aku bahwa hidup adalah rangkaian kesabaran dan kasih sayang belaka.
-ad-
Aku tak tahu kapan akhirnya aku mulai tertidur lelap. Yang kusadari hanyalah kantuk yang tiba-tiba hilang berganti perasaan segar. Aku membuka mataku lebar-lebar. Jam empat tigapuluh empat menit pagi. Aku menggeliat malas. Di luar angin sudah senyap, tapi hujan belum juga reda. Bahkan hingga kini ketika aku mengetik catatan harianku hari ini. Catatan sederhana yang tidak layak dibaca oleh siapapun. Tapi aku yakin, ada maknanya untuk kedua kemenakannku Indra dan Anneke. Bahwa, kesabaran itu adalah sesuatu yang dicontohkan orang tua mereka untuk mencapai riddha Illahi. Ya Allah, ampunilah dosa-dosa dan kekhilafan kakangku, serta tuntunlah mbakyuku untuk melalui hari depannya dengan kebaikan sebagai buah atas kesabaran mereka.
(Dedicated to kang Ain and mbak Ien. Be a guidance to you, dear Indra).
..
BalasHapusga tau hrs bilang apa
bunda apsti lbh tau apa yang harus bunda lakukan dan rasakan
semangad bunda
aku juga binggung mau bilang apa? ... andai rasa nyeri dan ngilu itu bisa dibagi kepadaku ... mungkin aku juga bisa merasakan , apa yg kini Bunda rasakan.
BalasHapussabar ya..Bunda . Do'a-ku semoga segala rasa "itu" segera hilang atau paling tidak berkurang .... ya Allah sembuhkanlah Bunda-ku ... peluk hangat.
Apa ya yang bunda rasakan? Cepet amat loe njawab!! Thank's ya nak!!
BalasHapus:)
BalasHapussy tau, syga akan bs merasakan apa yg bundaarsakan
tp saya tau, bund atau apa yg harus bundalakukan dan fikirkan
heheh
sok tua sy ni bunda..
Tengkyu teh! Surprise amat! Bagian postingan gw yang diary doang pada cepet replynya yak? Hua...ha...ha..... Padahal mah diary kan nggak harusnya diewer-ewer ya?
BalasHapusAku kudu ngapain nak? Sok tua ya gpp. Buruan kasih tau yak?
BalasHapuswah justru itu sy yg ga tau bunda
BalasHapusgmn si..
xixixixixixixi lucu loe ye? Weks!
BalasHapusSemoga Allah selalu mendekap bunda dalam balutan kasih sayangNya..
BalasHapusSemoga setiap rasa itu datang Bunda sabar dan tawakal pdNya ya.. Krn DIA sendiri berjanji setiap sakit yg diderita anak cucu adam adalah penggugur dosa2 mereka, dan dinaikkan dalam derajat Sabar..
InsyaAllah Bunda ku kuat kok.. :)
*Hug*
Semoga Allah selalu memberi kekuatan dan kesabaran ....
BalasHapuspeluk hangat dari kami di Qatar ....
saya mengaminkan Doa ibu dan teman2 lain saja...
BalasHapusYg sepatu BATA dan para grup penyanyi serta penyanyi single yg ibu sebutkan itu mengingatkan saya ke masa kecil. Bapak dan emak juga seneng banget sama mereka, dirumah tiap hari nyetelnya kaset mereka melulu, emak juga nyanyinya lagu2 mereka melulu,, yg "" ma ma ma ma ma tolong ma, belikan ku baju yg baru ma, ma ma ma ma ma tolong ma tuk kupake di hari minggu ma,,,,, hehehe,,,,
tapi pak sopan sopyan kan juga sudah almarhum bu,, kecelakanna di kampungnya pas naik motor gede ( saya baca dikompas begitu sih)
turut mendo'akan n meng-Aamiin-kan do'a teman2 buat teteh-ku yg hebat ini... *peluk sayang*
BalasHapuspengalaman manis yg membawa kesan ya teh....
teh, aku juga bekas ceasar-nya sikembar sampai sekarang kalo dingin masih suka cenut2... ihks, aku coba angetin pake bantal anget, lhasilnya umayannnn, apakah bisa ya bekas operasinya teteh di coba diangetin kaya aku... ????
semoga bunda selalu kuat dan sabar...
BalasHapusBuat nak Siti, nak Mina, jeng Ilah, terima kasih doa dan moral supportnya. Insya Allah Tuhan memberikan kesabaran yang banyak dan kebaikan buat saya berkat doa ananda semua. Semoga Allah juga memberikan kenikmatan kepada ananda semua atas kebaikan ananda mendoakan saya. Amin, amin, amin.
BalasHapusBuat teh Tina, terima kasih juga atas kasih sayangnya yang tulus dan hangat. Sakit bekas operasi di perut bukan senut-senut lagi. Tapi udah segala rupa karena perut saya udah dibuka (jangan kaget ya, saya berani sumpah! ane dzudzur!!) 4 kali plus 3 kali dengan teknik key hole surgery plus satu curet. Jadi? Bingung........ Jadi dipanasin pake buli0buli udah nggak ngaruh teh Na. mesti dilihat aja ada apa di dalemnya. Karena rasa sakit saya datang bukan diwaktu dingin. Tapi diwaktu saya banyak jalan ngalor-ngidul atau ngangkat-ngangkat barang. Gitu.......... Sekali lagi terima kasih atas perhatiannya. Peluk hangat kembali (dengan erat).
BalasHapusBuat jeng Driyah. Itu lagunya The Mercy's. Dia minta baju baru untuk ulang tahunan, he...he...he.... seumuran ya berarti ibunda dengan saya? Nah, pak Sophan Sophian memang meninggal di kampungmu tanpa sakit. Itulah nasib orang ya? umur di tangan Tuhan. Semoga Allah menjagamu selalu di rantau orang.
BalasHapusMbak Julie.....*meluk erat*
BalasHapusSemoga Mbak Julie bisa melalui hari2 ini dengan kesabaran dan ketabahan.
Abdi ngiring ngadoakeun, mugi2 Mbak Julie sing sehat dan bisa ceria lagi seperti biasana.
Mbak Julie....
BalasHapusMasih sakit ? Masih nyeri ?
Ku doakan segera cepet baikan yaaaa....
Juga saling doakan agar kita diberkahi kesabaran menjalani hidup dan keikhlasan menerima ketentuan ALLOH yaaa...
Salam peluk hangat dari Indonesia...
Nuhun de Senny. Sumuhun abdui ge terang rerencangan di Pejambon sadayana ngiring ngadu'a pikeun abdi sanaos teu dicarioskeun. Komo waktos abdi bade lebet ka kamar operasi sareng saparantosna kaluar, mbak Irma teras we ngsmskeun pidu'ana, membuat saya terharu dan ingin memeluk erat lagi semuanya. Sekali lagi terima kasih atas doa dan persahabatan yang indah ini.
BalasHapusIya mbak Na. Tinggal sisa-sisa ("njarem"nya) dan alhamdulillah dari hari ke hari semakin berkurang. Hari ini saya lihat lebam di daerah ynag sakit sudah berkurang kira-kira tinggal sebesar tutup vicks saja. Padahal semula sebesar telapak tangan. Tuhan sayang sama saya karena doa-doa teman dan tetangga di tanah air serta dimana saja nggak putus-putus. Saya juga mendoakan semoga mbak Na sehat selalu. Amin.
BalasHapusturut mengaminkan doa yang lain........
BalasHapuspeluk hangat dari belgia ......
ah Bulik.... setelah baca seri akhir perjalanan itu dan rangkaian kesabaran ternyata papa itu orang yg baik & mama bersyukur bisa jodoh sama papa ya... Papa pasti senyum2 di sana bul, liat bulik nulis kenangan bulik tentang papa :)
BalasHapusBul, jd speechless liat semua tulisan bulik... terima kasih ya bul, thank you so much :)
Maaf, kembaran Jandra22 yang jawab ya dik Lelly, saya mengucapkan terima kasih atas simpati dan doa tulusnya. Peluk hangat juga dari Cape Town yang dingin.
BalasHapusMaaf juga, ini kembarannya jandra22 yang jawab. Semua yang bulik lihat di depan mata hanyalah yang baik tentang seseorang. Tentang dirimu? Begitu juga. Semua orang ada kelebihan dan kekurangannya. Galilah kelebihan seseorang, maka kau akan menutupi dengan sendirinya semua kekurangan orang itu.
BalasHapusgak pernah bosen baca blog ini....
BalasHapusTerima kasih. Bosen ya gpp kok jeng, saya tau banyak juga yang nggak suka baca blog saya. Tapi memang saya bikin blog bukan buat manggil orang suruh bac, gitu. Ya sekedar nulis apa yang ada di pikiran saya aja. Ya untuk yang suka baca, silahkan, saya seneng aja kok diatengin. Ma kasih ya.......
BalasHapuspeluk sayang dan cium hangat dari jauh semoga bisa jadi pengobat hati dan rasa cenut2nya bunda Julie ya....
BalasHapussaya juga lagi sedih bunda...wiken lalu baru ngalamin sedikit musibah.....but life must go on kan ya bun...
courage ya bunda Julie...big hugs....