Powered By Blogger

Sabtu, 11 Agustus 2012

SURATAN TAKDIR

Saya terlahir lebih dari setengah abad yang lalu dari seorang perempuan sederhana. Meski sederhana, ibu saya memberi saya banyak pelajaran hidup dengan caranya sendiri. 

Saya diajarinya mencintai bacaan. Karena itu sejak kelas satu Sekolah Dasar saya sudah mulai mengenal surat kabar juga majalah yang banyak dilanggani oleh ayah saya. Dari situ wawasan saya berkembang luas, sehingga meski saya tak berkesempatan menamatkan pendidikan tinggi saya tapi saya tetap bisa diajak bicara oleh orang lain tanpa kebingungan. Saya pun tak juga malu mengatakan bahwa saya bukan sarjana serta tak pernah menghasilkan satu karya ilmiah pun, meski bangku kuliah saya ikuti hingga akhirnya, yaitu tahun kelima di masa itu.

Saya kemudian memilih dinikahi sahabat kecil saya yang bekerja melanglang buana sebagai wakil dari pemerintah kita karena dengan cara itu saya bisa memuaskan keinginan saya menginjakkan kaki di berbagai kota besar dunia yang kerap saya baca namanya di berbagai bahan bacaan saya. Namun meski tak mengikuti jalan karier beliau hingga puncaknya, toch saya sempat juga bersentuhan dengan banyak kalangan yang bagi sebagian besar orang tak mudah untuk mendekatinya. Saya menganggap hal ini sebagai satu suratan takdir yang baik.

***

Dalam perjalanan hidup saya, seringkali saya bermasalah dalam kesehatan saya. Menjadi pasien dokter adalah hal yang rutin saya alami sejak kecil hingga kini. Saya teringat di masa SMA ada seorang teman saya yang iri karena saya seringkali diizinkan untuk tidak mengikuti pelajaran praktek olah raga, sehingga dia kemudian menyerahkan surat keterangan sakit yang dimintanya kepada seorang dokter umum kepada guru kami. Entah apa alasannya, yang jelas surat itu ternyata hanya berlaku sekali itu saja sehingga dia tetap mengiri kepada saya. 

Di masa tua, penyakit saya ini sungguh merepotkan. Seringkali saya harus beristirahat total berbulan-bulan lamanya untuk memulihkan keadaan saya. Dan ini juga menjadikan orang bertanya-tanya mengingat katanya banyak orang yang juga menderita sakit yang sama dengan saya, tetapi penyembuhannya cepat. Akibatnya banyak orang menganggap saya manja dan minta diistimewakan. Ah, sudahlah. Saya tak akan ambil pusing, toch masa-masa itu sudah lama berlalu. Kini saya bahkan tak lagi jadi bagian dari komunitas mana pun karena saya murni menjadi orang rumahan yang tak lagi diupah oleh siapa pun. 

Di balik penyakit yang merepotkan ini, secara fisik penampilan saya tak nampak sebagai orang sakit. Terus terang saja, saya memang menghindari kelihatan lunglai, kuyu tak berdaya. Jadi tak banyak orang yang mengira bahwa kini saya sedang merayu Allah untuk memanjangkan umur saya supaya masih bisa menyaksikan anak-anak saya mengepakkan sayap mereka ke luar dari sarang kami yang nyaman. Caranya, saya senantiasa tekun menjalani pengobatan saya dan anjuran yang harus saya patuhi seraya mematuhi larangan yang diterapkan kepada saya sedapat-dapatnya. Insya Allah saya berharap masih boleh memakai "nyawa sambungan" saya kembali yang dulu nyaris hilang ketika organ reproduksi dan usus saya bermasalah.

***

Di luar sana, banyak teman dan kerabat saya yang ternyata punya nasib lebih menyedihkan dibandingkan saya. Seorang teman lama, harus kehilangan suaminya di awal Ramadhan tahun ini ketika dirinya sendiri tengah terbaring di ICU karena kanker yang menyerang paru-parunya berkolaborasi dengan tingginya kadar gula darah di dalam tubuhnya. Padahal kepergian mendadak suami teman saya itu juga cukup menyedihkan dikarenakan serangan jantung yang tiba-tiba saja terjadi. Namun kini, teman saya ternyata mampu melawan penyakitnya dan sudah berada kembali di rumahnya meski tentu saja masih dalam keadaan lemah.

Duka yang menerpa saya tak cukup hanya itu. Anak saya menyampaikan cerita yang menguras emosi dan air mata dari dalam kampus kami. Minggu ini, sedang berlangsung prosesi wisuda para lulusan baru di Universitas Padjadjaran. Sayang suasana yang seharusnya dihiasi kebahagiaan itu tersaput mendung akibat meninggalnya salah seorang wisudawati tepat di hari dan jam wisuda fakultasnya akibat pendarahan otak yang terjadi tiba-tiba.

Ginda Firdaus, demikian namanya, mahasiswi asal Jambi yang diceritakan anak saya, lulus dalam usia 21 tahun dari Jurusan Teknik Informatika FMIPA UNPAD. Hanya sehari sebelum diwisuda, gadis cerdas itu terjatuh pingsan di kampusnya dengan keluhan sakit kepala. Kedua orang tuanya yang sudah tiba di Sumedang dan teman-temannya segera melarikannya ke RS Santo Borromeus di belakang Kampus Utama kami. Di situ diketemukan telah terjadi pendarahan otak masif padanya sehingga dia koma. Selanjutnya dalam keadaan koma, keesokan harinya kawan-kawannya berhasil memohon kebijaksanaan Rektor dan Dekan FMIPA untuk mewisuda almarhumah di pembaringannya di ICU. Dengan mengenakan toga dan atribut lengkap lainnya, almarhumah mengikuti prosesi wisuda dikelilingi teman-teman serta keluarganya yang terdiri dari ayah dan ibunya. Lalu sejenak kemudian dia meninggalkan dunia ini menuju alam keabadian.

Saya menganggap ini semua adalah suratan takdir yang tak bisa dielakkan. Tapi percayalah, jika kita termasuk orang yang beriman, maka Allah akan mengganjar kita dengan sejuta kebaikan pada akhirnya.

Ya, soal kematian suami teman saya, menurut saya adalah merupakan hal yang tepat karena teman saya sendiri kini sudah tak berdaya untuk menjalankan tugasnya sebagai istri dan ibu rumah tangga. Sedangkan soal kematian Ginda, si mahasiswi cemerlang, ini adalah cara Allah untuk mencarikan tempat yang terbaik di surga sebelum dia terkontaminasi oleh kekotoran polah manusia di dunia yang kini semakin menjadi-jadi.

Ya, sekali lagi itulah takdir. Kita manusia hanya diminta untuk mengikuti alur kehidupan ini sebagaimana yang dikehendaki Allah semata. Semoga saya tidak salah duga.

Salam hangat dari Kota Kenari.

Julie Utami

4 komentar:

  1. semua sudah tertulis di lauful mahfudz..tak ada yang bisa mengelak takdir

    minal aidzin Bunda, maaf lahir batin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nak Zen. Sama-sama, maafkan semua salah dan khilaf saya lahir dan batin. Semoga ujian di masa Ramadhan yang lalu akan membawa kita kepada tingkat keimanan dan ketaqwaan yang lebih tinggi lagi.

      Selamat idul fitri.

      Hapus
  2. syafakillah bundaaaaaaaaa

    o iya bunda blm follow bs saya :D
    http://knitknotlove.blogspot.com/

    selamat hari raya idul fitri bunda
    mohon maaf lahir batin ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nak Indrie, pangapurane ya. Iki nini-nini isih nanak-nunuk nang kene. Saya tak ke TKP sekarang deh.

      Sekali lagi saya pun minta maaf lahir batin. :-D

      Hapus

Pita Pink