Powered By Blogger

Senin, 08 Oktober 2012

SERENADA DALAM LEMBAH BIRU (9)

Pasien kanker kelenjar getah bening kedua yang saya temui, adalah pemuda berumur sekitar dua puluh delapan tahun kemenakan kakak kelas saya dan mantan suami saya. Keluhannya lain lagi. Dia merasa sangat kesakitan di bagian perutnya yang diperkirakan dokter di Jakarta penyakit pada hati. 

Saat dia datang mendadak ke tempat kami, saya sendiri dalam persiapan menjalani pembedahan yang kesekian kalinya. Kali itu dokter akan mengangkat salah satu indung telur saya, yang ternyata berakhir dengan operasi lebih besar lagi yakni pemotongan sebagian usus halus saya keesokan harinya, hanya berselang dua hari sejak kedatangan eksekutif muda bank swasta nasional tersebut.

Dia bisa berjalan sendiri meski terbungkuk-bungkuk kelihatan menahan nyeri. Kata ibundanya yang mengantar, sakit anaknya sudah berlangsung cukup lama namun tak ada dokter yang bisa menyembuhkannya hingga akhirnya mereka memutuskan untuk mencari pendapat kedua kepada dokter di Singapura.

Siang itu juga pasien kami antar ke Mount Elizabeth Hospital berobat pada dokter yang saya ceritakan sangat terkenal di kalangan pasien Indonesia itu. Ternyata benar, sejak di Jakarta pasien ini sudah mengincar akan berobat kepadanya setelah mendengar informasi dari seseorang. Segera juga pemeriksaan dilakukan dengan cermat, sehingga berdasarkan ultrasonografi dicurigai adanya tumor pada bagian perut. Malam harinya diputuskan pasien menjalani kolonoskopi, yakni peneropongan ke dalam saluran cerna. Lensa yang super mini itu menghasilkan gambaran adanya tumor yang menyumbat di dalam rongga perut bagian bawah. Maka keesokan harinya diputuskan untuk membedah pasien dengan bedah terbuka (laparotomi) bukan hanya dengan bedah laparoskopi yang cuma menggunakan sayatan kecil pada tiga titik. 

Selanjutnya pasien tinggal di Rumah Sakit tak kurang dari seminggu dilanjutkan dengan radioteraopi dan kemoterapi karena hasil pemeriksaan kultur jaringan di laboratorium menunjukkan kondisi keganasan atau kanker kelenjar getah bening. Sayang saya tak bisa mengikuti perkembangan terinci mengenai penyakit si pasien sebab saya sendiri terpaksa harus menginap di Intensive Care Unit (ICU) Raffles Hospital untuk kondisi saya yang tak kalah buruknya. Yang saya ingat justru pasien itu menyempatkan diri menjenguk saya di rumah sakit sekeluarnya dari perawatan di rumah sakit yang lain.

Mengenai pasien yang satu ini, saya yakin penyakitnya diperoleh secara turun-temurun (herediter). Sebab kakek dan neneknya yang kebetulan dimakamkan berdampingan dengan makam ayah saya, dulu meninggal karena penyakit kanker juga. Si nenek adalah penderita kanker rahim sedang si kakek mengidap kanker prostat. Sedangkan sepupu pasien ini yakni putri teman saya meninggal di usia remaja karena kanker otak.

Penyakit pasien ini membuka mata saya bahwa rasa nyeri, gangguan dan tumor pada bagian perut (abdomen) tidak berarti selalu tumor usus besar (kanker kolon), melainkan dapat juga berarti kanker kelenjar getah bening. Ini adalah salah satu di antara sejumlah gejala kanker kelenjar getah bening yang juga disebut Non-Hodgkin's Dissease. Itu sebabnya pasien tidak merespons dengan baik pengobatan yang dilakukan di Jakarta pada sejumlah dokter di rumah sakit yang terbilang besar serta modern. Dokter ahli pun bisa salah diagnosa, begitu agaknya.

Pasca keluar dari rumah sakit, pasien ini harus mengonsumsi makanan yang khusus serta serba lembut. Tentu saja demikian, karena dia baru menjalani operasi besar pada bagian perutnya. Susahnya pasien ini tidak tinggal di rumahnya sendiri, sehingga dia memerlukan jasa caterer untuk memasak menu makanannya. Tapi sedihnya hingga saat ini usaha jasa seperti itu tak pernah terpikirkan oleh para pelaku niaga, sehingga akhirnya salah seorang teman yang menetap di Singapura berbaik hati melayaninya. Darinya saya ketahui bahwa pasien kanker ini banyak berpantang. Segala daging-dagingan dan telur tidak boleh dikonsumsi, juga makanan yang digoreng. Karena itu saya beroleh pengalaman bahwa mengatur menu sehat untuk penderita kanker memang tak mudah. Itu juga yang dikeluhkan oleh kawan saya, sehingga akhirnya dia menyerah lalu mundur teratur membiarkan pasien semakin menderita di rantau orang. Saya tak paham entah mengapa rumah sakit tak menawarkan ahli gizi untuk menyuplai makanan bagi penderita yang dirawat di luar rumah sakit dalam masa pemulihan. Jadi, pengobatan di luar negeri itu nyaman-nyaman susah rupanya.

Kabar selanjutnya mengenai pasien yang satu ini tak pernah saya ketahui selain dia menikah. Apakah penyakitnya benar-benar bisa teratasi, saya tak paham benar. Apalagi saya kebetulan pindah juga dari Singapura menuju ke negara lain yang jauh di seberang lautan. Tapi sebelum pindah, saya masih menemukan beberapa kasus lain lagi tentang penyakit menakutkan dan mematikan ini. Kanker, saya harus bisa melawannya, sebelum dia yang menaklukkan saya!

(Bersambung)

10 komentar:

  1. Semangat Bude....... Makasih bude udah sharing mengenai kanker :)

    BalasHapus
  2. Insya Allah, hari ini saya lagi sakit banget. Tapi hari ini kebetulan juga sinshenya mau praktek, setelah hari Rabu kemarin dia bolos karena melayani panggilan pasien di luar Jawa.

    Saya tulis semua di sini untuk siapa pun yang bersedia baca, karena ternyata kanker itu banyak disalahpahami orang tentang penanganannya.

    BalasHapus
  3. bunda julie.... tok tok tok... ^_^. *maaf baru berkunjung ke situsnya ya bund ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Silahkan masuk nak Suci, semoga silaturahmi kita terus terjaga ya. Terima kasih.

      Hapus
  4. Bundaaa.. Alhamdulillah kita ketemu di sini .. maaf baru berkunjung, baru ngeh ada kotak2 di samping site ku hehe.. telat yaks :)
    Seneng baca bunda masih semangat dan menuju arah kesembuhan, semoga umur panjang kita bisa bertemu lagi.. amin :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kangen ceu Tuty,

      Iya ini saya, maaf ya langsung nyelonong masuk ke rumah ceu Tuty habis ketemu di rumahnya ceu Samsiah sih terus jadi tertarik pisan kontak lagi.

      Terima kasih doanya. BTW dengan menundukkan kepala saya kasih tahu ya, ibu mertuanya ceu Fetry (ambu Bintang) akhirnya meninggal dunia semalam karena kanker payudara juga lho. Innalillahi wa innailaihi raji'un, Alfatihah!

      Hapus
  5. Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit beserta obatnya. Bersabar dan ikhtiarlah, Saudaraku-saudaraku. Sesungguhnya bukan kesembuhan tolak ukur sebuah keimanan, karena kematian adalah sebuah kepastian ( yang dirahasiakan ) namun keikhlasan, kesabaran dan ketabahan menjalani ujianlah yang membedakan, mana orang yang beriman dan mana yang bukan, dan perbedaan ini yang ( juga ) akan menentukan, surga atau neraka sebagai tempat kembalinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas saran pengingatnya ya pak. Apa kabar? Lama nggak kelihatan dan lama juga kita nggak saling berinteraksi ya? Semoga semua sehat selalu.

      Hapus
  6. mbak juliiiiieee.., ga dikasih tahunnya gitu ketemu pemuda 28 tahun ini di singapur?

    kayanya kalu saya perhatiin, kanker itu turunan loncat satu generasi ya.. kakek nenek nurunin ke cucu.. bukan ke anak? genetis gitu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak ah, tahunnya nggak penting, yang penting penggambaran unsur genetis. Mungkin gitu ya, loncat satu generasi, yang jelas kalau ada bakat dari sono-sononya mulai muda kita mesti waspada.

      Hapus

Pita Pink