Powered By Blogger

Kamis, 21 Februari 2008

KEJUTAN MANIS. KENANGAN MANIS

Multiply memang penuh kejutan. Tak henti-hentinya aku terkejut karena keberadaan multiply, "ajang gaul makhluk gaul". Dulu aku tidak mengerti apapun tentang dunia maya ini. Maklum akhu terlahir di jaman mesin ketik pun masih berupa besi besar dan berat yang dilengkapi tombol-tombol huruf sebesar kancing baju. Aku ingat, dulu waktu aku  belajar mengetik untuk pertama kalinya, banyak tombol-tombol itu yang sudah "menganga" dan kadang-kadang disumpel sekenanya dengan kancing baju sungguhan. Ah, kenangan lagi.

-ad-

Tujuanku belajar mengetik sesungguhnya adalah untuk memperlancar tugas-tugasku sebagai Kerani di kepengurusan Dewan Kerja Cabang Penegak dan Pandega Kota Bogor, di pertengahan tahun 70-an. Waktu itu calon suamiku meninggalkan jabatan juru tulis tersebut untuk melanjutkan pelajaran di Bandung. Akibatnya, dengan tanpa ampun, aku didaulat teman-teman yang jumlahnya memang tidak banyak untuk mengambil alih tugas kerani. Alasan mereka, berkas-berkas masih belum sempat diserahterimakan dari tangan pacarku kepada Pradana DKC yang sebetulnya juga sudah "mangkir" karena alasan studi di luar kota itu juga. Dengan menyerahkannya padaku, aku bisa mengambilnya dengan mudah dari kamar kerani lama yang memang bisa kumasuki setelah minta ijin terlebih dulu kepada ibundanya yang sangat sayang padaku. Maklum pacarku anak tunggal, sehingga aku seakan-akan jadi putri si ibu.

-ad-

Dari sekolah kami di Jalan Ir. H. Djuanda menuju tempat kursus mengetik "Dasakara' tidak jauh. Aku bisa berjalan kaki. Kira-kira seratus dua ratus meter saja, sampailah kami ke Jalan Kantor Batu, yang karena kematangan usianya tinggal menyisakan tulisan "Jl. ....or Ba.." sebagai penanda. Di situlah rumah oom Micky  Di sini aku memakai kata kami, sebab aku mengajak serta dua orang temanku untuk mengambil kursus mengetik.

Lina, gadis cantik yang mirip bintang film Indo bilang dia mungkin akan bekerja selepas SMA. Setidak-tidaknya bekerja jadi sekretaris junior selepas dari ASMI di Pulo Mas. Sedangkan Marlianti tegas-tegas mengatakan akan langsung cari kerja. Semua punya motivasi yang berbeda, tapi jelas semuanya punya kebutuhan untuk bisa mengetik. Maka jadilah kami setiap siang beriringan ke rumah Oom Micky, duduk-duduk sebentar di terasnya menunggu rombongan pagi menyelesaikan kursusnya. Ada kalanya para perwira muda AURI bertemu kami juga di situ. Tapi alhamdulillah, tak ada satupun yang nyangkut jadi teman karena niatan kami memang cuma kursus.

Rumah oom Micky berdekatan dengan perusahaan permadani "Java Carpet Works' yang sekarang entah kemana. Juga hampir berendengan dengan Panti Asuhan "Tjandranaja" yang mengasuh banyak teman-teman SDku. Aku ingat, mereka selalu datang beriringan dengan baju yang sama setiap hari sekalipun waktu itu di sekolah kami, Yayasan Pendidikan Kristen "Satu Bhakti" keharusan berseragam hanya ditetapkan untuk murid-murid SMP dan SMA.

Anak-anak itu semua riang gembira. Para lelaki berjumlah lebih dari lima orang. Rata-rata keturunan Tionghoa yang di "PHK" dari sekolah Cina Tjeng Tung di Gang Mantarena. Entah apa sebabnya, mereka tidak pernah nampak seperti anak-anak susah. Selalu ada tawa dan canda serta kenakalan kecil di tengah-tengah mereka. Ango yang tertinggi, nampaknya pemimpin mereka. Kami menjulukinya "burung bango" karena dia memang smart dan matanya tajam di samping posturnya yang menjulang melebihi kami semua. Saingannya yang sama cerdas hanya satu, Soen Tjai si lelaki kecil mungil dan cenderung serius. Dia pendiam, tapi punya otak cemerlang. Lain-lainnya biasa-biasa saja. Tapi tetap aku dapat mengenangkan mereka satu demi satu. Karena masing-masing mereka punya pribadi yang hangat, walau dibalut kesederhanaan yang melilit di seragam warna khakhi mereka.

-ad-

Kantor Batu yang senyap menyenangkan sekali untuk belajar. Terlebih-lebih jika gurunya oom Micky sendiri. Dia tidak pernah marah, tidak pernah kehilangan kesabaran, menghadapi murid yang lamban dan koppig pula. Aku tidak pernah dibentaknya karena tidak kunjung mengerti perintahnya, dan tidak mau menuruti petunjuknya. Sebab, kuakui, kalau aku sudah jenuh, maka aku akan mengetik dengan gaya sebelas jari, yaitu a la ayam mematuk jagung. Selagi oom Micky sibuk di meja murid lain tentunya.

Berlainan halnya jika tante tua alias oma ibunda oom Micky yang kebagian mengajar. Beliau akan sangat marah mendapati kami yang  mengetik semaunya. Padahal, kami sudah berusaha mencari-cari alasan dengan mengatakan belum hafal letak huruf yang dimaksud berhubung mesin tik mereka sudah terlalu tua dan tidak jelas lagi hurufnya. Oma selalu mengomel panjang lebar tanpa ampun.

-ad-

Tapi omelan oma, kini justru berbuah manis. Aku bisa mengetik seperti para pegawai kantor itu. Dan aku tidak merasa rugi telah melewatkan makan siangku di kala belajar megetik padanya. Padahal, kalau dipikir-pikir tanpa makan siang sangat bahaya bagiku, sebab sebagai seorang penderita asma ditahun 70-an obat-obat asma masih berupa obat telan yang diramu dari berbagai macam obat oleh dokternya. Dan tanpa menelan obat itu, batuk serta sesak nafasku tidak akan mereda. Jadi kesimpulannya, pada waktu itu makan siang justru merupakan kegiatan wajib bagiku.

Entah kenapa, kebiasaanku ketik-mengetik menjerumuskanku pada multiply site. Lalu aku seperti menemukan banyak nama yang aku kenali sebelumnya. Dimulai dari situs seorang ibu yang memajang foto-foto teman seangkatanku. Kemudian dari situs orang muda yang namanya sama dengan nama teman anak sulungku. Berlanjut lagi ke seorang muda lainnya yang aku yakini sebagai salah satu sahabat anak keduaku. Dan masih ada beberapa kebetulan lagi, sampai puncaknya, hari ini (21/02) aku bertaut lagi dengan sahabat karibku di SMA yang kemudian jadi guru salah satu anakku.

-ad-

Semua berawal dari kursus mengetik itu belaka. Kursus yang menggunakan mesin-mesin tua dengan merek "Royal' serta "Smith Corona'. Kursus yang belum mengenal "Brothers", "Underwood" dan sejenisnya. Dua merek yang terakhir ini merupakan generasi baru yang modern. Dilengkapi dengan tombol penghapus.

Dan mesin ketik tua itu pula yang telah menciptakan seorang pemimpin di rumahku. Suamiku lulus sekolah berkat jasa "Royal' edisi jaman sebelum perang yang gedenya sealaihim gambreng dengan jendela kaca pada sisi-sisinya. Mesin bersejarah itu kini ngendon entah dimana, karena kami kelupaan membawanya pulang setelah selesai kuliah di Bandung. Padahal dari segi jasa dan memory tentu sangat berarti. Mesin itu di jaman "jaya"nya jarang menginap di CV Argo perusahaan reparasi mesin tik di Jalan Dewi Sartika samping kantor Bank Rakyat Indonesia. Ah, tak mengapa. Yang penting kami sudah bisa mengetik dan dari ketik-megetik itu banyak keberuntungan yang kami peroleh.

Siapa menyangka, ketik-mengetik membawa teman? Siapa menyangka, multiply juga mempererat hubungan persahabatan? Saya tidak tahu, siapa ya?! Ayo yang merasa diuntungkan multiply boleh unjuk jari.

8 komentar:

  1. Haha... jaman ibu memang masih susah ya, tapi salut dengan semangat belajarnya.
    Kalau saya dapet pelajaran mengetik ketika kelas 2&3 SMP, dan kepake terus. Paling seneng deh pelajaran mengetik. Kepake buat bikin laporan juga sewaktu jadi sekretaris Osis selama 2 tahun.

    BalasHapus
  2. saya unjuk 2 jari bu,, sejak ikutan MP saya juga jadi merasa punya teman tidak "kesingsal maneh". BTW tentang mesin ketik itu saya juga ngalamin belajar mengetik bu sampe jari2nya pada berdarah karena tuts-nya keras2 tapi sudah mesin ketik yg biasa sih bukan yg segede gambreng hehehe

    BalasHapus
  3. Awal tahun tujuhpuluhan, di SMP cuma dapat pelajaran administrasi yang isinya teori surat-menyurat. Orang dikenalkan kepada pos dan macam-macam jasa pos. Disuruh nulis surat di kertas surat, kartu pos dan warkat pos (tau nggak yang mana barangnya/) serta diajarin kirim wesel. Selain itu biasa ajalah tata administrasi perkantoran termasuk mengenali nama-nama alat kantor. Makanya, lucu dengernya kalo ada orang seangkatan saya nyebut stappler sebagai "jegregan" dan perofator sebagai "pembolong kertas". Apa dulu dia nggak sekolah di SMP gitu ya? Pokoknya dulu itu nggak ada pelajaran ngetik, jadi kudu kursus di luar. Beda kan pengalaman kita?

    BalasHapus
  4. Betul! Tuh asyik kan orang ngempi? Thank's to Mp.

    BalasHapus
  5. Beda generasi memang beda tantangan ya Bu Julie, aku salut dengan generasi ibu yang bisa ikutin generasi kita. Itu tidak mudah, tapi semangatnya yang hebat. Ok.. diacungin jempol:-)

    BalasHapus
  6. Terima kasih jeng Minet. Tanpa ngikutin apa yang jadi trend generasi muda, saya nggak ngerti kemauan anak-anak saya sih.

    BalasHapus
  7. tangan kanan ke atas bu...!!!:

    :)

    BalasHapus
  8. Bagus, anak sopan dapat ciuman deh.........

    BalasHapus

Pita Pink