Pengobatan saya akhirnya akan menuju ke prosedur yang benar. Bersamaan dengan bengkak yang menimbulkan nyeri di lengan saya, akhirnya dokter yang merawat saya menghendaki kemoterapi saya dilaksanakan sesegera mungkin. Apalagi mengingat obat yang sudah saya konsumsi selama sebulan ini tak menunjukkan hasil apapun. Tak ada perbaikan. Tumor saya tidak mengecil bahkan menjadi semakin besar, sehingga dokter menyimpulkan bukan disebabkan aktifnya hormon di dalam tubuh saya.
Hari ini saya kembali kontrol ke rumah sakit meski hasil pemeriksaan Patologi Anatomi sel kanker saya belum selesai. Menurut janji pihak laboratorium RSKD di Jakarta yang merupakan pusat rujukan penyakit kanker nasional mereka memerlukan waktu 4 hari kerja untuk permintaan pemeriksaan yang cepat. Namun ternyata ketika saya mengecek dengan telepon seperti permintaan pihak RSKD, tak ada seorang pun yang menjawabnya. Di hari kedua akhirnya saya menggunakan jasa teman saya yang kebetulan berdinas di RS itu untuk menghubungkan saya dengan pihak laboratorium. Melalui beliau barulah saya memperoleh jawaban bahwa hasilnya belum ada. Saya merasa gelisah mengingat jadwal kontrol dokter saya sudah dekat. Saya takut keadaan ini akan mengganggu resimen terapi saya.
Benar saja, tadi dokter menyatakan kekecewaannya. Beliau bahkan membandingkan dengan laboratorium RSUPN yang katanya cepat. Seharusnya saya kemarin itu tidak memeriksakan ke RSKD melainkan ke RSUPN supaya cepat. Tapi berhubung sejak semula saya sudah berobat di RSKD maka saya lebih suka untuk ke sana lagi, sekalian kontrol merawatkan luka tumor saya kepada ahlinya di bagian klinik perawatan luka dan stoma. Dari seorang keluarga pasien yang juga menjadi pasien RSKD seperti saya, diperoleh pengalaman yang sama. Pemeriksaan istrinya memerlukan waktu tiga minggu lamanya. Duh, luar biasa, batin saya. Empat hari diulur sesukanya menjadi dua puluh satu hari alias lima belas hari kerja. Saya terpaksa mengucap istighfar menyadari kesabaran yang belum juga lulus ujian ini.
Tapi tadi dokter sudah langsung bertindak lanjut. Sebagaimana yang saya lihat serta dengar dari para pasien kanker yang sudah dikemoterapi, menjelang kemoterapi diperlukan serangkaian pemeriksaan laboratorium dan fisik. Tadi saya diminta ke laboratorium untuk memeriksakan darah saya secara lengkap serta urine. Tujuan pemeriksaan darah ini adalah untuk memantau apakah saya memiliki kadar haemoglobin yang cukup dan sebagainya sebab jika tidak kemoterapi akan sangat menyulitkan dan tentunya jadi tak bisa dilaksanakan. Sedangkan pemeriksaan urine entah apa gunanya, saya tak sempat menanyakan. Khusus pemeriksaan urine ini juga berbeda dari apa yang biasa kita lakukan di waktu kita melakukan general check up. Pasien dibekali sebuah kantung plastik anti pecah besar yang bertutup. Kantung khusus itu dipakai untuk menampung urine pasien selama 24 jam yang dimulai sejak pukul delapan malam hari ini hingga pukul delapan malam besoknya. Untuk itu tentu saja saya harus melakukannya di rumah, baru diserahkan nanti.
Setelah itu saya diharuskan memeriksakan kondisi rekam jantung saya. Pemeriksaan yang dikenal sebagai Electrocardiography (ECG) ini sudah umum diketahui orang. Dada pasien dipasangi kabel-kabel yang bermuatan listrik untuk merekam detaknya melalui perantaraan sebuah mesin. Di situ saya harus bertelanjang dada. Karenanya saya ditawari apakah ingin ditangani oleh dokter perempuan atau mau sembarang dokter. Tentu saja saya memilih dokter perempuan itu. Sayang dokter itu baru akan praktek hari Selasa, tiga hari lagi, jadi saya pun harus kembali ke RS di hari itu pagi-pagi sekali sesuai jadwal prakteknya. Tapi ah tak mengapa, toch saya pun juga harus kembali ke laboratorium untuk menyerahkan urine saya.
Pemeriksaan ini saya kira akan sangat berkaitan dengan tindakan medis yang harus diambil sewaktu dikemoterapi nanti. Dokter jadinya akan dengan mudah menangani saya seandainya terjadi gangguan pada irama jantung atau tekanan darah saya sewaktu menjalani kemoterapi, karena beliau sudah memiliki rekaman detak jantung saya itu.
Terakhir saya diharuskan memeriksakan fisik saya ke dokter ahli penyakit dalam. Saya mengerti bahwa tekanan darah saya akan dipantau, juga kondisi fisik saya pada umumnya. Sebab jika tekanan darah saya tinggi atau sebaliknya terlalu rendah, maka saya tidak bisa dikemoterapi. Begitu pun jika dokter spesialis penyakit dalam menemukan adanya kelainan di organ dalam tubuh saya, itu artinya saya harus diobati dulu supaya sembuh.
Kemoterapi memang begitu adanya, meski obat kemoterapinya hanya berupa obat yang dimakan (per oral). Efek sampingnya konon seringkali menyiksa pasien yang sudah lemah. Ini saya saksikan sendiri pada beberapa pasien yang pernah menginap di rumah dinas mantan suami saya di Singapura ketika mereka numpang berobat. Juga pada pasien yang saya jumpai untuk kesekian kalinya sepanjang saya berobat sekarang.
Istri jurnalis yang saya temui di kantor Dinas Kesehatan tempo hari nampak amat sakit. Dia sudah dikemoterapi cukup lama dengan menelan obat-obatan. Penyakitnya yang persis sama dengan penyakit saya, sebetulnya baru mencapai stadium II. Tapi entah mengapa, dia kelihatan amat layu. Tubuhnya kurus kering, pucat dengan kulit kusam yang cenderung tidak segar. Waktu pertama bertemu dengannya, dia juga sudah dalam keadaan demikian. Saya perhatikan jalannya pun lambat, mencirikan tubuhnya lemas. Kata suaminya waktu itu, kalau malam dia tak bisa tidur sebab kesakitan. Sama dengan saya. Lalu nafsu makannya pun hilang, tak jauh beda dengan saya.
Hari ini pasien itu lebih menyedihkan lagi. Sampai-sampai saya membayangkan diri saya menjadi seperti itu, menyusahkan hati dan hidup orang banyak terutama anak-anak saya yang menjadi pendamping saya. Dia nampak sedang duduk di muka ruang klinik menunggu giliran waktu saya datang. Hari ini jadwal praktek dokter kami memang "istimewa" bisa sesuai dengan jadwalnya, pukul sebelas siang. Padahal sebelum-sebelumnya saya selalu dikecewakan dengan praktek sore yang kemalaman.
Suaminya yang sudah sangat hafal dengan anak saya menebar senyum. Lalu saya menyapa istrinya, menggapai lembut tangannya yang kelihatan amat lemah seakan-akan saya takut mematahkan tulang-tulangnya yang bertonjolan itu. Dia membalas salam saya dengan senyum yang dipaksakan. Katanya dia baru keluar dari ruang perawatan. Sudah delapan hari dia tidur di RS karena tangannya bengkak. Lalu diperlihatkan tangannya itu. Ya Allah, persis tangan saya, cuma kondisinya lebih parah. Bengkaknya jauh lebih besar dibandingkan tangan saya. Jadi soal sakitnya wah, tentu berlipat ganda.
Perempuan itu mengatakan dia tidak bisa tidur di waktu malam disebabkan rasa sakit yang diakibatkan bengkaknya itu. Saya pun membenarkannya. Saya ceritakan kondisi saya yang nyaris serupa, cuma saya tertolong oleh obat pemberian sinshe. Dan dengan obat itu saya berharap bengkak saya tidak semakin menjadi-jadi, bahkan bisa mengempis seperti janji sinshe.
Belum puas saya mengajaknya bicara, perempuan itu sudah dibawa suaminya dengan gandengan tangan yang amat penuh kasih ke klinik dokter bedah umum. Katanya dokter bedah umum sudah menunggunya untuk disuntik. Entah suntikan apa pula. Yang jelas semua itu untuk mengobati bengkak di tangannya. Saya tahu sendiri kini, bahwasannya perempuan itu tak lebih membaik dibandingkan ketika pertama kali dokter mendiagnosa penyakitnya. Artinya, seperti halnya diri saya, dia juga sudah mengalami penjalaran sampai ke kelenjar ketiak. Itulah yang kemudian menyakiti lengan dan tangannya. Jari-jari sawo matang yang cenderung gelap itu kemudian berlalu meninggalkan saya, menuju ruangan klinik dokter bedah umum. Saya cuma bisa berharap semoga Allah menguatkannya. Sempat saya bisikkan bahwa kami berdua harus bisa bertahan melawan semua penyakit ganas ini sebab ada orang-orang yang masih sangat mengharapkan kasih sayang kita di dunia ini. Suaminya sempat tersenyum selagi dia sendiri menggangguk-angguk membenarkan.
***
Tak lama kemudian giliran saya dipanggil masuk ke klinik. Dokter yang menunggu dengan senyuman mengembang mempersilahkan saya duduk. Lalu beliau menanyai keadaan saya. Setelah saya jelaskan beliau bersedia memeriksa tumor saya dari luar saja melalui rabaan. Tapi khusus kelenjar ketiak dan lengan saya dipegang-pegang dan diamatinya baik-baik. Itulah akhirnya yang membuat dokter memutuskan untuk segera mengganti obat yang sedang saya makan dengan obat kemoterapi yang lebih kuat.
Yang saya puji dari dokter muda simpatik ini adalah kepedulian sosialnya terhadap pasien. Sebelum menuliskan perintah pemeriksaan laboratorium dan sebagainya beliau menanyai saya mengenai Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang akan saya minta. Saya pun terpaksa berterus terang menyatakan bahwa menurut dokter Kepala Puskesmas di kampung kami, sudah terlambat jika saya mengurus sekarang. Sebab anggaran Jamkesda tahun 2013 sudah berjalan. Itu artinya saya diharuskan menunggu untuk tahun anggaran berikutnya. Namun kenyataan pahit itu alhamdulillah akan teratasi, sebab teman-teman saya dari Dharma Wanita Persatuan sudah mengumpulkan dana yang cukup guna mendanainya. Subhanallah! Ternyata di dunia ini banyak tangan-tangan kasih yang terulur untuk saya.
Saya pun melipat tangan saya di dada, mengucap syukur atas kebaikan Allah melalui mereka semua keluarga Korps Pejambon Enam yang budiman. Tak lupa saya panjatkan doa semoga mereka semua dibalas dengan keberkahan yang banyak berupa nikmat sehat dan rizki yang barokah. Semoga Allah mengabulkan doa saya. Kini satu demi satu wajah-wajah sahabat saya yang kebanyakan terpisah jarak ribuan mil di seberang lautan kembali memenuhi benak saya. Betapa saya merasa dikelilingi sejuta hati yang penuh cinta semata. Alhamdulillah!
(Bersambung)
kalo baca tulisan di sini rasanya pengen nangis :)
BalasHapusbunda sangat sangat sabar dibandingkan aku yang selalu saja mengeluh.. ntah darimana semangat itu muncul..mungkin dari rasa ikhlas yang seluas samudra...
tulari sedikit semangatmu ya bun..
dan semoga Alloh selalu memberikan kekuatan pada bunda...memberikan yang terbaik.. sehat ya bun..!
Mbak Ay, terima kasih sudah menjadikan saya sebagai teman ya.
HapusSebelum saya nulis di sini, teman-teman lain udah pada nangis duluan gara-gara jurnal-jurnal saya di Empi hihihihihi........
Saya sudah terlalu sering dicoba Allah dengan macam-macam hal, jadi sakit yang sekarang untuk saya adalah tambahan aja dari semua cobaan yang saya terima. Pasti ada tujuan Allah memberikan penyakit ini, yaitu memperbaiki kualitas hidup saya lahir dan batin. Saya percaya itu, dan alhamdulillah sekarang ibadah saya semakin mantap. Padahal tadinya sih belang bentong.
Semoga kisah-kisah saya ada manfaatnya ya mbak. Ayo kita sama-sama melawan penyakit ini. SEMANGAT!!!
bun, salut banget. bunda masih sempat memperhatikan dan menyemangati pasien lain.
BalasHapusjadwal kemo bunda kapankah? semoga langkah2 yang harus bunda lakukan sebelum proses kemo lancar semua ya bun, amien...
terus semangat bunda...
salam dan doa dari jauh,
/kayka
Iya kak Ika, saya kasihan banget lihat pasien yang satu itu. Padahal secara moral dia jauh lebih beruntung dibandingkan saya. Punya suami yang setia menemani nganter ke sana-sini dan merawat dia dengan sepenuh hati. Tapi nampaknya dia gampang mentally down, jadi kelihatan sangat kesakitan gitu deh.
HapusSoal persiapan kemo terganggu deh nih. Sejak kemarin sore saya muntah-muntah, semalaman sampai sepuluh kali. Karena nggak ada isi perut, yang keluar cairan asam lambung yang pahit asam itu. Saya terus ngontak sinshe. Dia nggak bisa kasih jalan ke luar, saya bilang saya mula-mula kena sariawan di belakang lidah, dia bilang itu panas dalam. Terus saya disuruh kerokan, disuruh makan obat lambung yang dari dia padahal udah. Belakangan dia bilang, kalau pake batuk-pilek-demam udah biasa, karena ini musim pancaroba. Saya ketawa di dalam hati, gitu aja sih nggak usah dikasih tahu saya juga ngerti. Dia bilang saya disuruh kerokan, ya udah gitu aja akhirnya. Kayaknya sinshe juga bingung mesti ngapain lagi.
Semula saya mau ngebel dokter supaya dikasih obat anti muntah atau disuruh ke IGD. Eh, tapi takutnya lha nanti malah disuruh dirawat. Repot nggak ada yang ngurusin rumah mendingan saya nggak jadi telepon deh.
Eh, masya Allah, begitu selesai sujud subuh langsung muntah lagi nggak ada yang bisa keluar sampe lemes deh. Tapi, ya saya akan terus memelihara semangat saya. Kasihan sama anak-anak soalnya.
Terima kasih doanya lagi-lagi ya kak.
duh jadi pengen nangis deh bacanya bunda... :( dimata saya bunda beruntung sekali, memiliki putra2 dan orang2 disekeliling bunda yang begitu menyayangi bunda...
Hapusbun, apa kalo ketemu sama dokternya lagi minta ditulisin obat anti mual juga, buat jaga2 aja. jadi kepikiran apa bunda udah bisa minum atau makan sesuatu untuk pengisi perut spy jangan terlalu kosong. bunda perlu tenaga...
salam dan doa dari jauh..
/kayka
Saya dulu dikasih obat anti muntah, eh malah muntah-muntah, jadi saya takut make obat itu lagi. Mungkin bener mbak Cici di bawah, saya mesti ganti merek.
HapusSaya seharian ini makan buah-buahan aja sama crackers. Alhamdulillah nggak muntah sih.
alhamdulillah senang membacanya bunda. mudah2an bertahan didalam ya bun *amien yra*
Hapusdicoba aja kali ya bun siapa tau cocok. gak bisa ngebayangin betapa lemesnya bunda. wong waktu saya dapet kliyengan itu muntah cuma dua-tiga kali aja letoi bun...
salam
/kayka
Kemarin alhamdulillah udah nggak muntah, tadi pagi juga saya coba makan nasi sangat lembek bisa. Tapi sekarang siang-siang gini kok kayaknya mulai mual dan pusing lagi nih. Payah deh.........
Hapusbunda sdh coba mnm vometron? sy klo sblm kemo di suntik vometron alhamdulillah ga mual & muntah. plngnya jg di br vometron tablet. minum susu nutricant dicampur ensure bunda agar badan siap utk kemo. ketika hati kita menerima nikmat sakit ini maka tubuhpun akan bangkit untuk sembuh. pokonya pengalaman bunda menghadapi skt & Rs jauh lbh banyak dr saya. saya tdk prnh skt apalagi di rawat....sekalinya skt ya ini ca mammae hrs mastectomi & rangkaian terapi lanjutannya. bunda memang banyak melihat efek kemo dr tmn2 bunda yg bermacam2, maaf saran sy bunda tlng yakini di hati & pikiran bahwa bunda tdk akan spt mrk, bunda akan lbh kuat & lbh baik dlm menerima obat kemo. semangat bunda....peluk erat
BalasHapusDear mbak Cici cantik, iya saya belum makan obat. Saya nggak dikasih sih sama dokter. Tapi saya pernah juga makan obat anti muntah, bukan merek itu. Hasilnya saya malah muntah-muntah sehingga saya kapok makan obat anti muntah itu.
HapusInsya Allah saya bertahan kok, soalnya lihat anak-anak saya dan teman-teman satu korps yang begitu gigih memperjuangkan nyawa saya kok rasanya jadi malu hati andaikata saya mesti nyerah.
Kita saling doakan ya mbak. *salaman*
yups bunda saling mendo'akan dan menyemangati *salaman & cipika-cipiki*
HapusNak Cici, aku sedih banget hari ini. Tadi mau di echo cardiac. Masa' ternyata jantungnya udah ketutupan tumor yang masif jadi nggak bisa kerekam. Wah......... :(((
HapusIstighfar ah.......... sambil terusnya cipika-cipiki juga.
masyaAllah bunda *peluk* sblm ini sdh mammo, usg & foto blm? smoga dokter cpt mengambil tindakan & bunda bs tenang. dengan pengalaman hidup bunda slm ini sy yakin bunda bs melaluinya *usap air mata* sedihnya jgn lama2 ya bunda sayang ;-)
HapusUdah mbak Cici. Itu justru langkah pendahuluan. Semuanya alhamdulillah baik-baik aja. Makanya sekarang saya dipersiapkan kemo, nggak pake mastectomy. Barangkali belakangan baru dimastectomy kalau masih perlu dan bisa.
HapusAlhamdulillah sih paru-paru dan tulang saya ~itu dua bagian yang paling sering kena metastase ca mammae~ bersih. Itu sangat saya syukuri mbak Cici.
Alhamdulillah...ikut senang jg bunda. insyaAllah jdwl kemonya bs lbh cpt & mematikan smua sel kanker jg memprkecil tumornya.
HapusWow langsung diaminkan berkali-kali dengan ucapan semoga dikabulkan. Terima kasih, kita tetap saling mendoakan ya mbak Ci.
Hapus