Konon terentanglah tali dengan ujung-ujung yang tiada terkait. Lalu dua dunia tak lagi saling menyapa : kiri dan kanan
Pada sebuah perjumpaan gemintang menggantung di angkasa. Dua dunia bisu. Permata malam jadi saksi. Ada sisi gelap dan terang sebuah rumah.
Tak ada lagi anak kuncinya. Tertutup rapat semua pintu. Terkunci jendela serta cerobong asapnya sekali.
Begitulah hidup harus dilakoni. Setegar hati tanpa gentar. Bahkan nyawamu tiada lekat pada sebuah rumah yang tunggal. Pentas sandiwara yang senantiasa siap merenggut harga diri.
Ibarat suatu sisi kelam dunia yang terputus : akan mengalir air mata yang mengantarkan kearifan. Penuntun ke alam abadi. Bersihnya sebuah diri yang diisi jiwa murni, semata pengabdian kepada petunjuk Illahi.
Allahu akbar! Tuhan Maha Agung! Hiduplah untuk-Nya! Untuk sebuah nyawa yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya! Kelak di rumahmu yang akan datang, di istana agung itu!
Vienna, 01.25.1994
Renewed in Cape Town, 04.11.2009
bahasanya berat banget... kok ada yang dikunci-kunci?
BalasHapusIya, karena ada yang lagi marahan hehehe.....
BalasHapuswaks... marahan aja jadi puisi bagus gini, patut dicoba nih buat mengendalikan emosi ^_^
BalasHapusbenar sekali Bun..makasih :)
BalasHapusmet pagi Bunda sayang..pa kbrnya :)
tentang apakah ini bunda,, kata2nya keren bngt..
BalasHapusIya mbak Rin, daripada pake teriak-teriak 'kan mendingan gini ya? Ayo ditiru, boleh juga lho.
BalasHapusKabar baik kok. Eh, pake HS ini keren banget lho. Kepengin nyowel pipinya yang ada lesung pipitnya itu. Maniiiiis banget. Jangan lepas jilbab lagi nduk. Tampillah begini di HS-mu. dijamin kami makin seneng dateng ke site mu.
BalasHapusTentang pasangan vertengakr bang Ayay. Biasalah, susah tuh kalau sama-sama keras kepala hehehe...... jangan ditiru ah.
BalasHapus