Powered By Blogger

Jumat, 04 Januari 2013

SERENADA DALAM LEMBAH BIRU (22)

Kondisi fisik dan mental yang prima adalah unsur utama di dalam menunjang kesembuhan para pasien kanker. Begitu yang saya rasakan selama sakit ini. Jujur saja, saya memang mudah menjadi tersinggung akhir-akhir ini ditambah perasa. Maksudnya, pikiran saya tentang kenyamanan anak-anak sungguh berat. Adalah tak mudah bagi kedua anak saya menanggung beban merawat dan mencari pengobatan untuk saya pada saat mereka belum mandiri begini. Pasalnya dana yang ada di kantung mereka terbatas, sedangkan biaya pengobatan kanker dengan metoda yang mana pun baik medis empiris maupun herbal tak ada yang murah. Sebagai perbandingan komponen biaya pengobatan ke Rumah Sakit akan terdiri dari biaya tindakan pembedahan, penyinaran dengan radioterapi yang tidak bisa dilakukan di sembarang rumah sakit serta pemberian obat kemoterapi. Katanya satu seri radiasi akan makan waktu 30 kali. Begitu juga dengan seri kemoterapi akan berkali-kali. Dengan demikian ongkosnya tidak sedikit. Tak seberapa jauh bedanya dengan pengobatan herbal Cina yang saya ikuti selama ini. Pasien harus datang membeli obat setiap minggu tanpa boleh terputus, karena akan mengganggu efektivitas kerja obat. Obat-obat jamu tersebut jumlahnya sangat banyak dengan harga yang tidak murah karena diproses sedemikian rupa untuk menghilangkan bau serta rasa pahit-getirnya. Pasien harus tahan mengonsumsinya selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.

Keadaan seperti itulah yang membebani pikiran dan batin saya, sehingga sulit untuk saya memelihara kesehatan mental saya. Terlebih-lebih lagi, alur kehidupan keluarga saya memang tak bisa mulus-mulus amat disebabkan guncangan yang pernah menimpa keluarga kami. Tentu saja sebagai akibatnya kami kesulitan menjaga kondisi mental saya agar tetap stabil.

Tambahan lagi, ketika akhirnya penyakit saya semakin meruyak, badan saya semakin menyusahkan anak-anak saya. Bau tubuh yang sangat tidak enak karena penyakit itu ditambah emosi saya yang sering meledak-ledak, saya akui menjadi faktor pengganggu mental anak-anak saya walau sebagaimana pun juga baiknya mereka. Tak bisa dikatakan apakah mereka jengkel dan jenuh menghadapi tugas-tugas mereka merawat saya. Saya hanya bisa merasakannya sendiri dengan mengamati dan membaca tingkah mereka melalui mata batin saya.

***

Semasa baru saja terdeteksi, dokter yang pertama saya datangi menyebutkan tumor saya sebesar biji alpukat. Untuk mengetahui jenisnya tentu saja perlu diambil dan diperiksa kultur jaringannya di laboratorium pathologi klinis. Hal semacam itu sudah barang yang biasa untuk saya sehubungan dengan pembedahan pada bagian organ reproduksi saya. Hasilnya baru bisa diambil satu atau dua minggu kemudian. Kalau jinak, maka saya beruntung tak harus diterapi lebih lanjut. Berbeda halnya dengan tumor atau kista ganas yang memerlukan kemoterapi atau penyinaran (radiasi). Pasien akan jadi "sakit" karenanya. Tubuh mengurus disebabkan rasa mual dan pusing akibat efek obah-obatan yang diberikan. Belum lagi kulit menjadi hangus menanggung panas yang berkekuatan maha dahsyat. Ngeri sekali membayangkannya. Biasanya dipastikan pasien akan kehilangan mahkota di kepalanya, rambut yang indah itu.

Dari sisi pengamatan tenaga medis yang menolong pasien mereka akan sangat memperhatikan psikologis pasien itu. sebab sesungguhnya pasien 'kan baru saja kehilangan "citra keperempuanannya" baik itu berupa sepasang payudara maupun organ kandungan yang memberinya kesempatan mempersembahkan buah cinta kepada pasangan hidupnya. Pokoknya keganasan tumor merupakan momok yang mengerikan sekaligus menyedihkan.

Saat dokter menyebutkan harus dibedah, saya langsung menolak membayangkan aspek materi yang harus saya tanggung. Ongkos pembedahan dan obat-obatannya itu tidaklah murah dan harus disediakan seketika. Sebagai penganggur semacam saya tentu mengerikan. 

Karenanya waktu itu saya memilih mencari pengobatan alternatif yang menurut saya masuk akal. Pertama ada yang menganjurkan memakai parutan singkong Sao Pedro Petro/SPP yang beracun itu. Caranya konon singkong itu diparut lalu dibalurkan ke daerah yang sakit sambil ditutup supaya tidak berjatuhan. Katanya sih kandungan air di dalam singkong parut itu akan menyembuhkan tumor. Saya sendiri memang pernah melihat terjadi pada salah seorang kakak kandung saya ketika beliau sakit di tahun 1970-an. Waktu itu beliau berobat langsung ke dokter penemu pengobatan dengan SPP ini. Sayang sekarang dokter itu sudah tiada, sedangkan penemuannya tak pernah lolos uji di World Health Organization.

Kedua ada yang menginfokan mengenai pengobatan dengan obat herbal oleh seorang dokter umum dari Fakultas Kedokteran sebuah Universitas swasta di Bandung yang mendatangkan gelar Profesor pada si penemunya itu dari ITB. Sesungguhnya pengobatan ini menurut saya amat masuk akal sebab berupa jamu. Tapi sayang terlalu jauh dari tempat tinggal saya sehingga saya pun menolaknya. Yang jadi alasan tentu saja kerepotan menjangkau tempat pengobatan itu. 

Ketiga masih menggunakan metode herbal juga yang dilakukan oleh sinshe yaitu seorang juru pengobatan Cina. Yang ini mudah dijangkau dari rumah karena berada di dalam kota. Apalagi ada teman lama saya yang mengakui dirinya sudah berobat tujuh tahun lamanya dan kini nyaris sembuh sama sekali. Cara bicaranya yang amat meyakinkan sewaktu kami berhubungan telepon membuat saya percaya lalu memutuskan untuk ikut-ikutan berobat. Inilah yang saya pakai hingga saat ini ketika dia belum "mengusir" saya secara halus ke rumah sakit. Sebab saya pun cocok dengan semua teorinya yang mengatakan bahwa gaya hidup tidak sehat adalah pemicu kanker. Selain itu pikiran yang tidak tenteram merupakan racun yang merangsang kanker untuk tumbuh cepat serta ganas. Ditambah satu lagi teori yang menyebutkan bahwa kanker harus dibasmi dengan cara menelan obat-obatan bukan menyinarinya dengan radiasi karena radiasi hanya tertuju kepada salah satu bagian tubuh pasien yang sakit, sedangkan obat-obatan yang ditelan bisa menjangkau seluruh tubuh lewat aliran darah. Radiasi menurut teori sinshe justru seringkali merusak jaringan sehat di sekitar yang sakit tanpa disengaja.

Keempat ada satu metoda lagi, yakni penggunaan sebuah alat temuan ilmuwan di Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) yang berisi radiasi listrik statis. Harga pengobatan ini sangatlah murah. Hasilnya pun banyak diceritakan media massa. Hanya saja saya tak berminat sebab bertentangan dengan prinsip pengobatan di sinshe yang melarang tumor ditekan-tekan dengan menggunakan alat apapun.

Sayang saya tak bisa mengikuti syarat sinshe saya untuk tak berpikir yang berat-berat dan tak menggunakan tenaga saya. Soalnya kehidupan saya sehari-hari di dunia nyata memang berat. Ini mengakibatkan tumor saya pada akhirnya justru semakin membesar dan mengganas. Sehingga mau tak mau saya menyerah berobat ke dokter yang melalui serangkaian alat pemeriksaan yang canggih mendiagnosa tumor saya sudah mencapai stadium III-B yang entah bagaimana bisa sama persis dengan deteksi sinshe saya.

Akibatnya setelah saya kehilangan uang dalam jumlah yang tak sedikit dan memboroskan waktu percuma, saya harus bersiap-siap mencari dana lagi guna pengobatan saya di dokter. Sebab serentetan tindakan medis harus saya lakukan dengan dana yang tak sedikit. Ada ongkos pembedahan sekitar 20-35 juta rupiah, ongkos perawatan pasca operasi 5 juta, ongkos obat dan perawatan dari luar RS sebanyak 5 juta juga, ditambah dengan ongkos kemoterapi yang tak bisa disebutkan sebab tergantung obat yang dibutuhkan. Ini pun sangat mahal, sehingga secara kasar kurang lebih pengobatan itu menghabiskan dana sekitar seratus juta. Belum-belum saya sudah berkecil hati memikirkannya. Namun tak bisa tidak, saya tetap harus menjalaninya yang untungnya selalu terjadi keajaiban anugerah Tuhan. Saya tak harus menanggungnya sendiri. Ada saja tangan terulur bagi saya yang tak berdaya. Subhanallah! Tak terkira sayangnya Allah kepada saya dan keluarga. Alhamdulillah!

***

Untung kami keluarga PNS di Kementerian Luar Negeri merupakan satu kesatuan yang amat kokoh. Dalam kesulitan begini, teman-teman kedinasan mantan suami saya yang menggunakan tangan-tangan istri mereka menolong saya. Termasuk para istri purnakaryawan. 

Saya dihubungkan dengan istri seorang purnakaryawan Duta Besar yang kebetulan merupakan mantan penderita kanker lalu mengabdikan dirinya di Yayasan Kanker Indonesia (YKI). Beliau mengatakan untuk para pasien tidak mampu yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus RT dan RW di tempat tinggalnya tersedia bantuan keuangan yang lumayan. Pasien itu akan diberi potongan harga obat 50% ditambah tunjangan pembelian obat kemoterapi lima juta rupiah sebulan. 

Senang sekali saya mendengar ini meski saya pesimis untuk mendapatkan surat keterangan sebagai warga tidak mampu ini mengingat saya tinggal di sebuah rumah layak huni dengan anak-anak saya. Tapi ibu yang terhormat itu menegaskan, berhubung status rumah kami adalah milik anak-anak saya yang berasal dari pemberian ayah mereka maka saya adalah orang tidak mampu. Di rumah itu saya hanya menumpang tinggal sekaligus menumpang makan dari penghasilan anak-anak yang tak menentu. Beliau benar. Harus saya akui saya memang menumpang makan dan hidup dari anak-anak saya yang belum cukup mandiri. Maka kini saya seakan-akan melihat segores sinar menembus kegelapan hidup saya. Lalu saya akan mengikutinya, insya Allah menuju kesembuhan yang disediakan Allah nantinya. Semogalah!

(Bersambung)

12 komentar:

  1. selalu ada jalan tuhan mbak.. lewat mana saja.. siapkan mental dan pikiran yang positif..
    susah ya kalu kitanya sakit untuk berfikir positif, adanya marahmarah terus.. pengalaman deh mbak kalu daku sakit juga semua dipikir yang jelekjelek aja, padahal pikiran sehat walupun badan sakit, efeknya jauh lebih sehat jadinya, bikin kita semangat dan sekitar kita juga semangat..
    pelukpeluk m.julie..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe........ iya mesti mikirnya yang positif terus, padahal itu nggak sesuai dengan keseharian kita. Jadi susah 'kan?!

      Tadi sore teman-teman kuliah saya bertiga belas datang nengok ada yang dari Bandung, ada yang dari Tangerang, ada yang dari Tangsel, ada yang dari Bekasi, ada juga yang dari Bogor sendiri. Seorang di antaranya mantan penderita kanker, nasehatinnya juga gitu, mana mudah saya turutin 'kan?! Kondisi saya dan dia beda banget gitu lho.

      Pelukan lagi ya.

      Hapus
  2. assalamu alaikum bunda...alhamdulillah dah update lagi di BS, tapi saya juga dah baca updatetan di MP. yuk bunda kita saling memberi semangat dan saling menguatkan. tgl 27/12/12 kmrn sy baru slsi mastectomi sekarang sy sedang mempersiapkan mental & badan saya untuk proses pengobatan selanjutnya. semangat ya bunda sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh... maaf saya baru tahu, iya saya doakan semoga bisa menjalani kemo dengan baik ya. Kalau ingat teman-teman saya yang dulu ikut berobat dari tempat tinggal saya di Singapura saya agak ngeri membayangkan kemo. Soalnya kebanyakan nggak pada doyan makan. Mbak di mastectomy, bukan di lumpectomy ya? Perawatannya di RS berapa hari? Sharing dong mbak untuk saya.

      BTW mbak kontak saya di Mp ya? Id nya apa sih, saya kok nggak bisa nebak.

      Hapus
    2. saya operasi mastectomi kamis dan pulang hr minggu (4hr), saya ga punya id MP .

      Hapus
  3. Oh sekian hari, jauh lebih singkat daripada hysterectomy. BTW saya surprise mbak Fauziah masih bisa mengikuti serial ini yang versi Mp nya. Hanya mbak satu-satunya lho yang bisa mengikuti tanpa loggin di Mp. Selamat ya!

    BalasHapus
  4. Sebenarnya bukan hanya tumor (atau kanker) atau penyakit lainnya, kestabilan mental sangat diperlukan untuk mempercepat kesembuhannya.

    Semangat terus bunda Julie. Jangan berpikir yang berat. Allah SWT pasti memberikan jalan terbaik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehehe....... iya nak Umar bener deh. Insya Allah semangat ah. Soalnya sesekali "ngomel-ngomel" juga menghadapi kenyataan hidup, duh......:-(

      Hapus
  5. Semoga Ibu, dan harapan itu memang yang akan selalu menumbuh hidupkan semangat yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan sakit apapun.Segala penyakit ada obatnya, dan saya percaya, dengan kemurahanNYA dan semangat Ibu, akan ada obat terbaik untuk kesembuhan Ibuku tersayang.
    Keep smiling Bunda ^^, mohon maaf baru sempat bersilaturahmi. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya terharu didatangi ananda cantik yang juga cantik budinya. Terima kasih sekali lagi atas dorongan semangatnya. Insya Allah saya terus berjuang. BTW Mpnya udah ditutup ya? Saya sih tetap curhat utama di sana, ini sampingan aja.

      Hapus
  6. Balasan
    1. Daleeeemmmmm......

      Pelukan balik. Sehat 'kan nak In?

      Hapus

Pita Pink