Powered By Blogger

Jumat, 18 Januari 2013

SERENADA DALAM LEMBAH BIRU (25)

Seminggu ini hati saya benar-benar susah. Pasalnya meski saya sudah berhasil mendapatkan dokter yang membuka klinik di kota tempat tinggal saya, tetapi ternyata dia bukan solusi yang terbaik bagi pengobatan saya. Sebab di sini dia cuma berpraktek seminggu dua sore, yang jadwalnya bisa mundur sampai gelap malam. Pasiennya pun lumayan banyak, sebab sepertinya dia satu-satunya dokter ahli kanker di kampung kami sekarang ini.

Ketika berkunjung hari Sabtu (12/01) yang lalu seharusnya saya sekaligus dibiopsi untuk meneliti secepat mana sel kanker saya berkembang. Berhubung hari sudah malam sedangkan ada tiga pasien lagi yang sudah siap dibiopsi, saya minta waktu lain. Waktu itu dokter bingung menetapkannya. Katanya hari Rabu dan Sabtu minggu berikutnya beliau tidak akan membuka klinik sebab ada operasi besar yang akan ditanganinya. Tapi khusus untuk biopsi saya seorang, beliau mengizinkan saya menghadap ke kliniknya Rabu (16/01)sore hari sebelum beliau mengoperasi pasien. Maka pulanglah saya  untuk kembali lagi di Rabu sore. Kebetulan hari Rabu itu obat-obatan saya akan habis, sehingga tepat waktunya dengan jadwal pemberian obat.

Seharian Rabu cuaca agak kurang bersahabat, meski tidak berhujan ketika saya pergi ke RS pada pukul setengah empat sore. Ternyata pasien di kliniknya banyak juga, tak seperti katanya. Saya mendesak minta izin dibiopsi karena saya ingat sudah berjanji dengan dokter itu tapi ditolak petugas bagian pendaftaran. Akhirnya petugas klinik yang ingat mengizinkan sehingga saya duduk bersama para pasien lainnya menunggu giliran. Baru sekarang saya tahu bahwa di Indonesia para dokter tak pernah punya jadwal dan rencana kerja yang tepat, contohnya ada pada dokter yang mengobati saya sekarang ini. Padahal di luar negeri sana, bahkan termasuk di Singapura, pemeriksaan pasien sudah terjadwal sejak hari pemeriksaan terakhir. Artinya, sebelum pulang, pasien diminta menghadap perawat untuk menetapkan tanggal pemeriksaan berikutnya. Cuaca muram dan gelap sore itu membuat saya ingin menangis dan kecewa. Tapi saya malu menyaksikan banyak pasien yang tidak muram di ruang tunggu rumah sakit itu.

Satu dua pasien keluar-masuk ke ruang praktek di sebelah dokter yang akan saya kunjungi. Ternyata mereka pasien dokter kebidanan dan kandungan. Sudah banyak yang dipanggil di sana, tapi klinik dokter onkologi tetap adem-ayem, padahal sebentar lagi waktu maghrib tiba. Sejurus kemudian zuster senior yang mengasisteni dokter onkologi itu mengumumkan bahwa dokter kami masih berada di Jakarta. Saat itu kami belum tahu Jakarta agaknya mulai diganggu banjir. Mengingat saya akan jadi pasien terakhir lagi malam itu, maka saya putuskan untuk pulang saja. Rasanya saya tak sanggup ke luar dari rumah sakit setelah hari benar-benar gelap. Hati saya terlanjur murung.

Akhirnya saya terpaksa menjadwal ulang kunjungan saya ke dokter, yang ternyata tidak dapat dilakukan karena harus menunggu agenda dan kesiapan dokter. Tapi anak saya diminta meninggalkan nomor telepon genggamnya ke tangan perawat agar bisa diberitahukan kelak. Lalu kami melenggang pulang menuju ke praktek sinshe, sekedar untuk menginformasikan perjalanan pengobatan saya ke rumah sakit sambil diterapi dengan totok syarafnya. 

Untung sore itu sinshe sepi pasien. Agaknya mendung tebal telah menyurutkan langkah para pasiennya. Saya segera diterimanya. Dia justru menganjurkan saya untuk tidak terburu-buru dibiopsi, karena katanya, meski biopsi hanya menggunakan teknik yang sangat sederhana, akan tetapi perlukaan bekas jarum biopsi bisa mengakibatkan sel kanker mengganas. Ngeri juga saya mendengarnya, meski saya mempercayakan penanganan saya sekarang ke dokter sesuai anjuran sinshe saya ini. Maka sampai saat ini hati saya masih diliputi kebimbangan.

***

Semalaman itu tidur saya tak nyenyak, memendam kekecewaan dari rumah sakit. Paginya hujan memorak porandakan suasana hati saya. Saya tatap langit yang hitam, disertai derasnya tetesan hujan meski tanpa guruh dan halilintar. Televisi pun kelihatan mengabarkan Jakarta banjir bandang. Saya menatap sedih layar kaca kami sambil menghirup secangkir kopi tubruk. Tak ada bagus-bagusnya pagi Kamis (17/01) kemarin. Anak saya ada di Jakarta, tak jauh dari salah satu lokasi langganan banjir yang digambarkan di TV.

Tapi kami beruntung, karena ternyata daerah anak saya termasuk aman. Bahkan dia punya tugas di luar kantornya, yakni melayani kliennya di sebuah hotel yang tak masuk wilayah banjir. Malah dia menginap di sana hingga akhir pekan, sehingga tak sempat pulang ke rumah menengok saya. Namun dia sudah memasrahkan saya ke tangan adiknya lewat komunikasi telepon di antara mereka berdua. Beginilah kami, saya termasuk ibu beruntung yang dikarunia anak-anak yang saling memperhatikan dan saling menyayangi yang amat merasa memiliki saya sebagai satu-satunya harta berharga mereka sekarang ini.

Rabu malam itu saya mengontak teman saya anggota DWP Kemenlu yang menjadi jalan untuk pengobatan saya di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Dia seorang direktur di sana, yang ditempatkan di unit perawatan paliatif, yang bertugas memberikan dukungan moral bagi pasien dalam kategori parah serta keluarga mereka. Intinya, tugas teman saya ini adalah memberikan pendampingan berupa dukungan moral kepada pasien yang karena ketidak berdayaannya mengalami guncangan serta tekanan mental. Saya menyampaikan bahwa saya tak jadi dibiopsi karena saya tak yakin dokter yang merawat saya akan datang. Padahal sekarang obat saya habis, sehingga dapat dipastikan saya tidak akan makan obat selama beberapa hari berikutnya. Karena SMS saya tak berjawab, maka saya susuli dengan E-mail berisi laporan selengkapnya. Keesokan harinya barulah saya terima jawaban bahwa dia akan berupaya menghubungi temannya, yang dokter saya itu untuk minta obat supaya bisa dikirimkan ke tempat saya karena rumah dokter saya itu tak seberapa jauh dari tempat tinggal saya. Sayang ternyata hari itu dokter saya tidak nampak berkantor di RSKD sehingga saya harus merelakan keadaan ini.

Gelisah lagi-lagi melingkupi hati saya mengingat tanpa obat pemati rasa, setidak-tidaknya itu, sakit saya akan mengganggu aktivitas dan ketenangan saya. Tapi saya tak bisa berbuat lain selain hanya mengadukannya kembali kepada Allah di atas sajadah dan mengharap penyelesaian yang terbaik dariNya. Dalam pada itu anak saya pun nampak prihatin melihat keadaan saya. Dari balik layar PC nya yang sedang dipakai mengerjakan tugas atau menghibur diri, kegelisahan itu tetap nyata. Sebentar-sebentar dia melirik ke pembaringan di mana saya berada.

Hari Jumat cuaca buruk masih saja terjadi. Tapi saya nekad menghubungi teman saya lagi menanyakan apakah beliau hari itu bisa menemui dokter saya di kantornya di RSKD. Sayang jawaban yang saya terima, teman saya ini sedang berada di gedung Kementerian Kesehatan untuk sebuah rapat dinas. Jadi dia tak bisa menemui dokter saya. Lengkap sudah kesusahan saya. Seharian kemarin saya benar-benar tidak makan obat lagi. Tapi sebagai gantinya saya nekad menelan obat-obatan jejamu pemberian sinshe saya yang sudah saya stop berdikit-dikit. Tak ada rotan, akar pun jadilah, begitu prinsip saya sambil membayangkan wajah dokter muda yang ramah tamah itu mendengar laporan saya sejujurnya.

Tapi menjelang sore tiba-tiba saya terpikir untuk mencari tahu sarana kontak beliau. Maka saya segera menyalakan PC saya dan memasukkan namanya di mesin pencari. Alhamdulillah, saya menemukan nomor telepon genggam beliau. Lalu tanpa malu-malu saya berkirim SMS menyatakan keadaan saya.

Sekali lagi alhamdulillah, beliau langsung menjawab SMS saya dengan kata-kata yang amat santunnya, sehingga saya merasa jadi orang terhormat. Padahal, siapa lah saya ini........

Beliau mengizinkan saya untuk menghubungi dokter lain penggantinya di RSKB Bogor yang sebetulnya dokter spesialis Bedah Umum. Semua pasiennya dititipkan di situ, katanya. Maka, tadi pagi-pagi sekali, selesai sembahyang subuh saya dan anak bungsu saya bergegas ke RS untuk berobat Tujuan penting saya cuma minta obat saja dulu. Sebab saya takut penyakit saya menjadi-jadi kalau saya lalai minum obat. 

Untung RS masih sepi. Dan lebih untung saya jadi pasien pertama di klinik dokter bedah itu. Apalagi, yang tak terduga, saya diizinkan dibiopsi oleh beliau saja di situ. Jadi, meski tanpa persiapan dari rumah, saya beranikan diri untuk mengikuti prosedur sederhana yang sebetulnya cukup membuat saya gentar. 

Saya dibaringkan di atas tempat tidur pemeriksaan pasien dengan disuntik obat bius sedikit. Suntikan ini yang saya takuti. Soalnya saya tidak makan obat pereda sakit, dokter akan menyuntik luka-luka terbuka di tumor saya. Tapi saya kan ingin segera terbebas dari semua penyakit saya, syukur-syukur kalau diberi anugerah sehat kembali. Jadi, saya beranikan diri menjalaninya dengan memalingkan wajah saya ke arah samping.

Selepas disuntik, dokter kemudian membuka peralatan berupa jarum yang ditusukkan ke dalam jaringan tumor. Tentu saja seharusnya saya sudah tidak merasakan apa-apa karena terbebas oleh efek obat yang kalau saya tak salah dengar namanya "lidocaine" yang disuntikkan sebagai pemati rasa itu tadi persis seperti ketika dokter akan mencabut gigi. Tapi rasa ngeri menimbulkan sedikit ngilu sehingga akhirnya saya mengonsentrasikan pikiran dan ucapan saya hanya untuk minta pertolongan dan menyebut nama Allah semata.

Prosedur ini tidak lama. Dokter pun mengerjakannya dengan hati-hati, mengambil sampel jaringan yang sakit berdikit-dikit melalui bantuan jarum yang kemudian dipindahkan ke semacam tabung suntikan yang akan dipindahkan lagi ke dalam sebuah tabung berisi cairan bening untuk dibawa ke laboratorium pathologi. Kira-kira lima tabung diisikan, kemudian biopsi selesai tanpa meninggalkan rasa sakit menyengat. Pasti obat itu telah menjalankan fungsinya dengan baik.

Dokter kemudian menyuruh saya membawanya ke laboratorium yang ternyata memerlukan waktu seminggu untuk menganalisanya. Lalu saya duduk mengantri obat di apotik rumah sakit. Tak sampai satu jam semua selesai, hingga saya pun bisa kembali ke rumah serta menikmati hari Sabtu yang santai tanpa gangguan hujan seperti hari-hari yang lalu.

Betapa ternyata Tuhan memudahkan semua jalan untuk saya bukan? Saya harus menyampaikan kesyukuran saya lagi, sambil tak lupa untuk terus memujiNya. Keagungan Tuhan memang tiada tara. Jadi untuk apa kita menyesali permainan nasib kita? Tak pada tempatnya kita mengumpat Allah Sang Maha Pengasih, Penyayang serta Maha Pemurah begitu.

(Bersambung)


18 komentar:

  1. sabar bunda
    prosedur untuk pasien onkologi memang antriannya panjang. seingat saya dulu waktu masih kuliah prakter di RSD Kariadi. Para pasien sengaja rawat inap dulu karena nomor antriannya yang berpuluh-puluh kadang beratus. nomor antrian itu diambil beberapa bulan sebelum kedatangan mereka. biasanya setelah prosedur tindakan atau pemeriksaan terakhir mereka segera daftar untuk pemeriksaaan 6 bulan ke depannya lagi.

    semoga cepat sembuh ya bunda
    terima kasih sms nya tadi siang
    *kiss2*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di daerah saya, kayaknya jarang sekali onkologis. Jadinya tetangga desa saya itu seperti barang berharga yang dicari dan dibutuhkan masyarakat. Untung beliau sangat baik, responsif sekali terhadap pasien yang bawelnya nggak ketulungan seperti saya. Tadinya saya malah nekat mau nyari sopir beliau ke rumah sang sopir yang kebetulan kenalan keluarga saya, biar dihubungkan ke dokter itu. Tapi ternyata nggak perlu deh. Syukur alhamdulillah.

      Kiss-kiss....... throwing kisses ya.........

      Hapus
  2. salam kenal bunda, kemarin saya terdampar di multiply bunda karena tulisan bunda ttg bogor. bogor yang pernah begitu dekat dengan hati saya krn disana saya bertemu cinta pertama saya. dan bogor meninggalkan luka yang sangat dalam ketika sang cinta pertama meninggalkan saya begitu saja. begitu banyak kenangan terukir walau hanya dua tahun disana (1988-1990).

    tak terasa sampai larut malam jadi melanjutkan membaca tulisan2 yang lain juga. dan dilanjutkan keesokan harinya. begitu mengalir begitu jujur. entah berapa kali saya harus mengusap air mata dan hidung saya bunda. bunda begitu kuat dan tegar. bunda memiliki kualitas yang tidak saya miliki, kekuatan, ketegaran dan kejujuran kepada diri sendiri. banyak hal yang bunda tulis seperti membuka mata dan memberikan saya kekuatan. terima kasih bunda telah berbagi. teriring doa dari jauh semoga bunda bisa menang melawan penyakit yang mengintai dan ditakuti kaum hawa ini...

    lanjutkan menulis ya bunda. sejak kemarin bertambah lagi satu pembaca blog bunda :)

    salam,
    kayka

    BalasHapus
    Balasan
    1. "salam kenal bunda, kemarin saya terdampar di multiply bunda karena tulisan bunda ttg bogor. bogor yang pernah begitu dekat dengan hati saya krn disana saya bertemu cinta pertama saya. dan bogor meninggalkan luka yang sangat dalam ketika sang cinta pertama meninggalkan saya begitu saja. begitu banyak kenangan terukir walau hanya dua tahun disana (1988-1990)."

      Salam kenal kembali adinda.

      Terima kasih sudah baca isi rumah maya saya. Saya cuma menulis sepenggal kenangan aja kok, soalnya mumpung saya masih ada, biar anak-cucu saya tahu aslinya kampung kami dulu seperti apa. Kebetulan lho antara 1988-1990 saya juga sedang tinggal di kampung, waktu itu rumah saya di daerah dekatnya Kompleks PDK Cibuluh. Maaf ya untuk komen di Mp memang harus punya akun dulu, makanya banyak keluarga, sahabat, teman maupun kerabat lainnya yang sengaja buat akun hanya supaya mereka bisa baca apa yang saya tutup khusus untuk para kontak saya, maupun yang terbuka untuk umum. :-D Anda telah menggunakan lahan yang tepat untuk bisa menghubungi saya, terima kasih ya.

      Hapus
    2. "tak terasa sampai larut malam jadi melanjutkan membaca tulisan2 yang lain juga. dan dilanjutkan keesokan harinya. begitu mengalir begitu jujur. entah berapa kali saya harus mengusap air mata dan hidung saya bunda. bunda begitu kuat dan tegar. bunda memiliki kualitas yang tidak saya miliki, kekuatan, ketegaran dan kejujuran kepada diri sendiri. banyak hal yang bunda tulis seperti membuka mata dan memberikan saya kekuatan. terima kasih bunda telah berbagi. teriring doa dari jauh semoga bunda bisa menang melawan penyakit yang mengintai dan ditakuti kaum hawa ini..."

      Begitulah saya adanya. Saya orang yang selalu terbuka, jujur dan seringkali malah menjadi korban dari kejujuran itu sendiri. Tapi, sepanjang saya bisa membawa manfaat atau kebaikan untuk orang lain, untuk saya nggak masalah kok. Karena itu, semua tulisan saya apa adanya. Maafkan saya kalau sudah bikin susah ya. Memang apa sih yang dibaca?

      Terima kasih juga sudah menjadikan saya sebagai sumber bacaan lagi. Tapi tolong diingat ya, saya nulis sebisa-bisanya, bukan blogger yang bisa menghasilkan buku seperti teman-teman saya yang lain. Meski saya akui, untuk kalangan blogger Multiply kayaknya saya dianggap ngetop sih hihihihi........ *lebay.com*

      Salam kenal sekali lagi, salam hangat dari Bogor yang sedang sejuk. Sekarang tinggal di mana?

      Hapus
    3. bunda terima kasih balasannya :)

      tahun 88-90 saya kost di darmaga bunda, bogor coret :) jadi kemana2 naik angkot. tapi gak setop bundaaa ;) bisa jadi nih bun kita pernah duduk sebelahan tanpa pernah tahu kalau sekarang jalannya dipertemukan :) konon begitu dari yang pernah saya baca.

      gak ada tulisan bunda nyusahin saya, malah sebaliknya.
      mungkin kalo saya cerita sedikit bunda jadi mengerti kenapa. hidup saya tidak mudah bun. seingat saya jalannya gak pernah datar2 aja, lewat tanjakan berbatu2 terus. tempaan demi tempaan dalam hidup saya membuat saya menarik diri. saya menjauh dari yang sifatnya pribadi krn tidak ingin dikasihani. jadilah diluar kelihatannya ok2 saja bunda. padahal dada saya penuh isinya.

      akumulasinya empat bulan lalu operasi besar pengangkatan miome (beratnya seukuran bayi delapan bulan)dan rahim. saya tahu ada yang tidak beres bunda tapi saya takut utk memeriksakan diri, takut mendengar sesuatu yang saya tdk siap untuk mendengarnya. akhirnya saat perut saya terasa semakin sesak saya memberanikan diri untuk mengatakan kepada dokter disini kalau perut saya keras. saya dimarahin dokter bunda. krn miome adalah penyakit biasa yang biasa diderita kaum wanita. andai aja cepat ketahuan, gak bakalan sebesar ini dan bisa punya anak. yasut bunda semuanya udah terlambat. mana sekarang umur saya juni ini 45 tahun itu sebab saya gak keberatan dan menyesal rahimnya diangkat. saya merasa belum betul2 sehat. bekas sayatan saya 30 cm panjangnya dan daerah perut saya mati rasa. saya belum merasa sehat betul. mungkin harus segera memeriksakan diri lagi. pelan2 daerah perut yang mati rasa itu udah mulai agak terasa kalo dicubit. dan saya sudah mulai melakukan gymnastik ringan. tapi sesudahnya suka jadi agak2 nyeri termasuk pergelangan kaki saya. apakah ini akibat gerakan yang saya lakukan atau lainnya. nah ini yang bikin saya masih berpikir2 apakah saya siap mendengar yang lainnya ini?

      saya kadang sering merenung bun. apapun yang terjadi adalah izin yang diatas. mesti ada maksudnya. mesti karena saya banyak kesalahannya. ditambah dokter bilang kalau saya harus menjauhi stress. mungkin ada benarnya. bisa jadi saya menuntut terlalu banyak melebihi jatah dan kapasitas yang diberikan kepada saya. walaupun kedengarannya klise tapi sejak kejadian itu saya terus berusaha untuk mensyukuri apapun yang saya terima. yang penting saya sudah berusaha sebaik2nya. kalau toh hasilnya tidak sesuai seperti yang saya harapkan, artinya mungkin apa yang saya harapkan itu tidak baik untuk saya. mungkin sebaliknya apa yang tidak saya harapkan itulah yang terbaik untuk saya.

      oiya bunda maaf jadi melantur kemana2. udah hampir setahun ini saya tinggal di sebuah kota kecil gak begitu jauh dari frankfurt. sebelum itu hampir delapan tahun saya tinggal di salah satu negara di eropa utara. kejadian yang merubah hidup saya itu saya coba tuliskan didalam blog saya. soal detail dan kejujuran, duh gak ada secuilnya bunda deh. sampai2 saya juga begitu pengecutnya untuk tidak memperlihatkan identitas saya yang sebenarnya. padahal itu blog saya. ya gitulah bunda saya masih malu untuk berterus terang bahwa saya kesusahan. suatu hari bunda, suatu hari saya berharap bisa melepaskan segala rasa malu dan lain2 ini bun. setiap orang pasti punya masalah kan ya bun. bedanya ada yang terus terang saja mengakuinya ada yang memendamnya saja. dan saya golongan kedua bunda. nah itu sebab saya jadi terpikat dengan tulisan bunda. bunda saya bukanlah tipe yang terpikat dengan segala blog heboh. blog dengan tema yang bunda tulis adalah blog pertama dalam bahasa indonesia yang saya temukan. sebelumnya tema2 ini hanya saya baca dalam bahasa di eropa utara tsb dan sekarang blog dalam bahasa jerman. kenapa coba bunda? yaitu seperti tulisan bunda, apa adanya tentang kehidupan. hidup itu up and down gak hepi2 terus. baca blog yang isinya hepi2 terus malah bikin saya stress bun, membuat saya berpikir betapa tidak hepinya saya...

      sudah tengah malam di indonesia. tidur yang nyenyak ya bun.
      Gute Nacht und Schlaf gut!

      salam,
      kayka

      Hapus
    4. "tahun 88-90 saya kost di darmaga bunda, bogor coret :) jadi kemana2 naik angkot. tapi gak setop bundaaa ;) bisa jadi nih bun kita pernah duduk sebelahan tanpa pernah tahu kalau sekarang jalannya dipertemukan :) konon begitu dari yang pernah saya baca."

      Oh, berarti adinda dulu kuliah di IPB ya? Saya justru terbuang ke luar kota karena nggak ada tempat untuk saya di kampus sebagus IPB.

      Hapus
    5. iya bun betul sekali.

      saya terdampar di bogor krn gak keterima di jakarta. tapi jadi pengalaman berharga sekali. sejak itu saya jadi lebih mandiri.

      salam,
      kayka

      Hapus
  3. Sekarang adinda terdampar di Skandinavia kah? Di pelosok Denmark atau malah nyebrang lebih ke utara lagi? Selamat menikmati winter yang katanya sedang hebat, semoga selamat, nggak pake jatuh. Sakit dan mahal soalnya.

    Salam hangat dari Bogor yang alhamdulillah nggak hujan lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. selamat sore bunda,

      gak bun sekarang saya tinggal di jerman, disalah satu kota kecil gak jauh dari frankfurt. disini hampir gak pernah liat salju bun, kalo turun salju langsung lumer. baru minggu ini aja saljunya tinggal agak lama.

      ngomong2 ujan di bogor jadi inget dulu kemana2 harus bawa payung lipet bun :)

      salam dari jauh dan selamat menikmati sisa hari minggu untuk bunda sekeluarga.
      /kayka

      Hapus
    2. Oh iya, saya akhirnya blogwalking dan baca-baca di situ. Di Belgia juga jarang lho ada salju numpuk. Tapi anginnya kan kenceng kayak di Belanda.

      Selamat petang, selamat minum teh ya.

      Hapus
    3. terima kasih bunda. terima kasih udah mampir ke rumah maya saya yang sederhana.

      iya bun keuntungan tinggal di skandinavia, kita bisa olahraga musim dingin tanpa harus pergi jauh2.

      oiya bun misal bunda lagi mut mau dong diceritain bun. tukang soto babat kaki lima di surya kencana seberang bioskop (gak ngerti lagi apakah masih ada bioskop disana). dulu rame banget bun sampe harus ngantre2. tahun 2004 sebelum meninggalkan indonesia saya sempat mampir tapi udah dialihin keanaknya bun. entah saya yg dateng kesiangan atau memang sejak bukan bapaknya yang handel, pelanggannya sepertinya berkurang...

      terima kasih sebelumnya bun dan selamat beristirahat.

      salam,
      kayka

      Hapus
    4. Saya tahu itu yang di Gang City dekat Sekolah Kesatuan kan ya? Tapi maaf saya nggak pernah jajan ke sana, kejauhan sih dari rumah saya, jadi ngurangin mood makan saya.

      Hapus
    5. selamat sore bunda,

      iya betul sekali bun.

      gapapa bun saya paham :)

      bun mau ngabarin aja kalo baru dapat kabar pagi ini sepupu saya kena kanker payudara. dia akan dioperasi di rscm dalam waktu dekat ini. duh bunda betul2 seperti mimpi buruk saja. saya hanya bisa mengirimkan doa dari sini. semoga sepupu saya bisa menang melawan penyakit ini bun :(


      salam
      /kayka

      Hapus
    6. Saya ikut doakan untuk sepupunya ya mbak. Kemarin pagi ada acara talkshow di B Channel TV yang membahasa cancer survivor lho. Intinya jangan nyerah ngadepin penyakit ganas ini, dengan cara selalu berpandangan positif dan hati disenang-senangin. Gitu sih katanya.

      Mereka yang bicara itu komunitas Pink Shimmer Inc, isinya para cancer survivor dan kerabatnya yang mendukung penuh missi mereka.

      Hapus
    7. terima kasih bunda doanya...

      wah bagus sekali ya bunda di indonesia ada komunitas cancer survivor-nya juga sekarang.

      sepertinya memang begitu bun. dari hasil baca2 dan liat acara2 serupa, yang menang melawan penyakit berat ini rata2 memang yang positif dan semangat hidupnya tinggi bun. perkumpulannyapun tidak hanya menyemangati penderita tetapi juga keluarga penderita bun. karena mereka mesti gak kurang sedihnya.

      salam
      /kayka





      Hapus
  4. Netesair mata waktu baca ini :

    Beginilah kami, saya termasuk ibu beruntung yang dikarunia anak-anak yang saling memperhatikan dan saling menyayangi yang amat merasa memiliki saya sebagai satu-satunya harta berharga mereka sekarang ini.

    Salah satu hikmah dari sakitnya Ibu ini bisa menyaksikan anak2 shalih yg begitu cinta dan berbakti kpd bundanya. Dan ini bekal luar biasa yg sadar atau tidak akan mewarnai hidup mereka ke depan yg penuh berkah. Ibu tak usah khawatirkan apa2 lagi ttg mereka, dgn apa yg mereka buktikan hari ini utk Ibu, akan Allah ganti dengan sebesar-besar rahmatNYA pd hidup mrk kelak.

    Turut terbawa kesedihan saat membaca Ibu hrs terombang-ambing dgn jadwal kerja dokter yg tdk menentu, tapi mungkin itu cara Allah utk memindahkan ibu pada dokter lain yg lebih baik yg berhasil membiopsi Ibu. Apapun hasil pemeriksaan bagian Patologi Anatomy nanti pasti itu yg terbaik utk Ibu, kita ikuti saja jalan yg ingin Allah kita melaluinya dengan sepenuh keikhlasan. Krn disitulah letak keindahan yg sesungguhnya.

    Salam santun buat Ibu. ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya menyadari itu, mereka mencari kebaikannya sendiri untuk masa yang akan datang, sehingga saya nggak perlu khawatir kalau nanti tiba saatnya kami berpisahan.

      Iya, di saat saya kebingungan, senantiasa ada jalan dari Allah untuk menyelesaikannya termasuk soal kehabisan obat itu. Biopsi sih saya malah nggak begitu mementingkan, yang penting obat yang sedang dicobakan aja dulu jangan sampai saya putus.

      Tadi alhamdulillah lagi, ada acara sharing para penderita kanker di B-Channel dengan host Indra Herlambang. Secara nggak sengaja saya nonton di kamar anak saya. Padahal asalnya saya lagi tidur-tidur ayam karena nunggu jam makan obatnya sinshe hihihihihi....... alhamdulillah pas kebangun deh. Habis gitu ada saudara yang datang nengok dari Jakarta pula. Selalu saya beruntung rasanya.

      Salam hangat dari Cimanggu!

      Hapus

Pita Pink