Powered By Blogger

Sabtu, 27 September 2008

JANGAN BIARKAN AKU MERINDUKANNYA

Jum'at malam kemarin menjadi hari terakhir bagi kami komunitas muslimin Indonesia di Cape Town melaksanakan tarawih dan buka puasa bersama. Biasanya bersama kami hadir juga komunitas muslimin Afrika Selatan yang memang sudah menjadi seperti saudara kami sendiri. Mereka kami dudukkan sebagai Imam dan Khatib, sementara kami "tetamu" di tanah mereka patuh menjadi makmum sekaligus tuan rumah acara.

Sebentar lagi kebersamaan ini akan segera berakhir. Menyudahi kemesraan kami yang seakan tiada batas.

Aku menghitung sisa hari di kalender Ramadhan yang kuperoleh dari super market di dekat rumah. Tinggal empat hari lagi sampai ke hari yang fitri, Pantas saja toko-toko muslimin sudah penuh sesak. Orang-orang datang dan pergi membawa kendaraan yang tiba-tiba akan jadi penuh muatan, keranjang-keranjang besar warna-warni.

Ingatanku segera melayang ke masa lalu. Ketika aku baru ditetaskan dari rahim ibuku. Ada yang kurindu disitu. Keranjang rotan ibu yang kokoh serta segala isinya. Nenas, sirsak, gula pasir, mentega Palmboom, terigu, telur serta entah apa lagi. Juga daging segar yang cukup banyak serta serbuk putih yang kuingat namanya sendawa atau salpeter. Hmmmmmmm, terbayang harum dan gurihnya daging corned beef yang kelak akan dihasilkan ibuku.

Ibuku seorang wanita sederhana. Bukan perempuan sekolahan yang punya daya untuk mencari uang, sehingga beliau harus pandai-pandai menggunakan gaji ayahku sekedar membahagiakan kami anak-anaknya di Hari Raya itu. Itulah sebabnya ibuku senang membuat corned beef sendiri, sekalipun aku tahu ada dijual corned beef siap santap di toko-toko besar.

-ad-

Biasanya ibuku akan sibuk membuat makanan sekitar lima hari menjelang hari raya. Yang kuingat, kami semua diwajibkan membantunya. Mbakyuku yang tertua ditugasi mengupas nenas serta membuatnya menjadi selai sebelum ibu mengolahnya menjadi kue kering bersama mbakyuku yang kedua. Juga ibu akan membuatnya menjadi dodol bersama dengan sirsak yang jika beruntung merupakan hasil panen di halaman muka rumah.

Mbak Wiek sangat piawai menggurat-gurat permukaan nenas yang telah dikupas dan mencungkili satu demi satu mata nenas untuk menghasilkan buah yang bersih. Lalu dia akan memarutnya. Setelah itu dibaginya menjadi dua untuk proses yang berbeda. Si dodol akan dimasaknya kemudian, setelah dia menyelesaikan selai kebutuhan ananastaart ibuku yang dibumbuinya dengan cengkih dan kayumanis hingga harumnya menggugah selera.

Adapun dodol-dodol itu nanti, akan dibungkusinya dengan kertas minyak warna-warni, merah, kuning dan hijau. Aku sangat suka membantunya, sebab dia mengijinkan tangan-tangan kecilku memilini satu demi satu bungkusan dodol itu sambil menyolek sedikit adonan dodol di washkom blirik abu-abu email kami. "Lilik!" bentaknya, "tanganmu kotor, jangan lakukan itu!" matanya menegang menatap padaku sementara mulutnya mengatup runcing menimbulkan kengerian. Aku buru-buru mengelap jariku di rok lalu meneruskan membungkusi dodol home-made itu,

Di meja dapur sana, barisan loyang kaleng ibuku sudah berjajar dipenuhi kue-kue berbentuk bunga yang dihasilkan pencetak kayu yang disorongkan ke dalam tabung kaleng dengan ujung meruncing, Lalu oven tua kami yang entah memang warnanya hitam atau sudah menghitam dimakan usia, bolak-balik berbunyi berkeriut dibuka-tutup untuk mengganti isinya dengan adonan yang belum dipanggang. Api di bawahnya yang dihasilkan oleh kompor butterfly ibu menjilat-jilat membiru.

Kenanganku di rumah tua itu tak akan berhenti sampai di situ. Sebab menjelang malam takbiran ibu sudah menyuruhku memanggil mang Usup tukang kebun kami untuk memotong ayam-ayam peliharaan ibu guna dimasak opor. Lalu semalaman itu ayam tadi dikuliti dengan cara direndam dalam air mendidih dan dicabuti bulunya. "Diwedangi," begitu istilahnya. Itu adalah tugas mang Usup yang kemudian akan mendapat sebagian dari daging ayam itu kelak sebagai upahnya. Aku sendiri sudah menunggu dengan tidak sabar untuk mengatakan bahwa besok aku akan minta bagian hati ayam dan ampelanya, atau kepala sekalian.

Di belakang sana, Dasiman dan bibi Dasikem pembantu kami anak-beranak sedang menganyam ketupat dari daun kelapa yang diambil mang Usup dari pohon di belakag dapur. Kuingat, Dasiman sering membuatkanku ketupat berbentuk ayam jago sebagai pengganti ayam jago kami yang telah menjadi opor di panci. Dia memang istimewa disamping kelanan jiwanya. Sebab takdir telah menjadikan dia dan maknya sebagai penderita schizophrenia yang mengakibatkan kami harus memasukkan ke RS Jiwa.

-ad-

"Bu, kenapa kita harus makan ketupat di hari raya?" tanyaku kepada ibu suatu hari disaat aku sedang melaksanakan tugasku mengisi duapertiga kelongsongan ketupat dengan beras jatah pegawai negeri. Ibuku berhenti memasak lalu menatap padaku. Dicermatinya kesungguhan wajahku, seakan beliau tidak percaya akan pertanyaanku yang nampaknya sepele itu.

"Negeri kita sangat luas anakku. Membentang dari Barat ke Timur, Utara ke Selatan. Dan di bumi yang maha luas ini kita punya banyak saudara berlainan suku. Raulina kawanmu orang Batak, Marlon dari Maluku, kita sendiri orang Jawa, jadi kita harus bisa menjadi satu."

"Apa hubungannya dengan ketupat?" potongku tak mengerti. Ibu menelan ludahnya sambil melanjutkan jawabannya. "Sekalipun Indonesia luas dan rakyatnya beragam, tapi kita harus menyatu. Ketupat ini dibuat dari daun kelapa yang tumbuh di semua penjuru bumi nusantara serta dijalin untuk menunjukkan bahwa ktia adalah sama-sama bangsa Indonesia yang bersaudara satu sama lain sekalipun berlainan daerah. Lalu dibentuklah sebuah bujur sangkar yang melambangkan empat penjuru tanah air. Di dalamnya dimasaklah beras putih menjadi semacam kue yang padat, sebagai pertanda bahwa kita harus senantiasa bersatu padu dan saling menjaga kerukunan dengan pikiran yang bersih suci, seputih beras ini,' tutup ibuku sambil mengelus kepalaku. "Kamu mengerti sekarang?" tanyanya lembut seraya meyunggingkan senyum yang menampakkan gigi-gigi gingsulnya.

Aku mengangguk, mencerna semua penjelasan ibuku. Kupikir kini ibuku perempuan pandai yang tahu apa saja dan sangat bijaksana. Aku bangga kepadanya. Di binar-binar mataku terpancar betapa aku mengagumi sosok ringkih di balik balutan kebaya kanstof serta kain batik sogan yang dibelinya di Toko Terang Bulan, Yogyakarta itu.

Ketupat-ketupat yang sudah kuisi kemudian dibawa mbakyuku ketiga ke dapur belakang untuk direbus di atas tungku kayu yang asapnya membumbung keluar dari cerobong batu di atap dapur. Perebusnya adalah dandang tembaga sangat besar yang seingatku bisa memuat sekaligus duapuluhlime buah ketupat sekali masak. Aku ingat, ibu membawanya dari sebuah toko di Pasar mBrengkelan. Purworejo, kampung halaman mertuaku dimana pada akhirnya justru kakek kandungkulah yang menghabiskan masa tuanya disana. Ya, seingatku toko itu bernama Toko Bogowonto sesuai dengan nama kali yang melintasi kota Purworejo. Dan hingga akhir tahun tujuhpuluhan aku masih sering berbelanja di toko itu atas suruhan ibuku atau calon mertuaku.

-ad-

Hari Raya itu akan ditandai dengan acara sungkeman, mencium lutut kedua orang tua kami sebagai tanda bakti dan mohon maaf. Biasanya ibu dan bapak akan duduk di sofa ruang tamu. Lalu kami adik-beradik berbaris bergantian membungkuk berlutut di hadapan mereka seraya mencium kedua lutut mereka. Ibu dan bapak mengusapkan tangan mereka yang tak pernah kenal lelah membesarkan kami , di atas ubun-bubun kepala kami. Bersamaan dengan itu terlontar doa-doa untuk kami yang sering diikuti oleh isak tangis tertahan. Kami seperti menyesali semua sikap kami yang telah lampau, sementara orang tua kami memaafkannya dengan ikhlas.

Lalu hidangan ketupat, opor, sambal goreng hati, telur pindang, kering tempe dan dendeng ragi di meja makan segera kami nikmati bersama, diakhiri dengan menyantap asinan Bogor buatan mbak Ien, mbakyuku nomor empat. Segar sekali.

Di luar sana teman-teman kecilku sudah menanti mengajak aku berkeliling kampung. Kami bertandang mengucap salam dari satu rumah ke rumah berikutnya. Menciumi tangan para pemiliknya yang sudah cukup tua sambil mengharap sedikit uang receh dari mereka. Setidak-tidaknya kue-kue dari meja tamu mereka.

Umumnya pakaian kami nyaris seragam mengikuti trend mode. Pernah di suatu tahun kami semua keluar rumah dengan baju berpotongan seragam kelasi yang kami sebut sebagai model matros. Kemudian tahun berikutnya kami mengenakan baju bermotif polka dot yang kami istilahkan sebagai baju totol-totol berleher lidah, yang memang menjulur mirip lidah mengikuti trend mode yang dipelopori Titiek Sandhora di TVRI. Sepadan dengan itu, kaki-kaki kecil kami menginjak sandal Lily yang terbuat dari plastik warna-warni. Ehm sangat menawan, sebagaimana ketika kami kemudian menjahit baju dari kain bercorak kotak-kotak yang kami sebut sebagai baju cele dan baju bercorak rintik-rintik hujan.

Uang lebaran kami kemudian jadi milik para pedagang balon, es dan makanan lainnya, bahkan juga jadi milik bah Hien Lung yang menjual limun nansan serta sarsaparila. Nikmat sekali rasanya sampai kami lupa bahwa orang tua kami di rumah menunggu untuk pergi bertandang ke rumah sanak-saudara dan kerabat.

Ah lebaran itu, begitu menggugah kenangan. Seperti keriuhan bedug yang biasa ditabuh orang di dekat rumah kami pada malam takbiran. Allahu Akabar wa lila ilhamd. Aku memuji keagunganmu ya Allah, mengapa gema takbirmu tak mampir kemari? Jangan biarkan aku merindukan semua itu.

Perlahan-lahan air mataku turun. Di pelupuk mataku jelas terbayang rombongan peziarah melewati rumah kami menuju pemakaman umum di daerah belakang kampungku tempat anakku juga berbaring untuk selamanya.......... Aku merindukannya. Ah, jangan biarkan aku merindukannya.

29 komentar:

  1. Turut menemani bunda di keheningan Ramadhan.. Selamat mencicipi hidangan istimewa dari Allah yg tinggal 3 hari ini..

    BalasHapus
  2. Tante Julie, indah sekali Idul Fitri-nya. Idul Fitri penutup bulan pahala. di hari itu keharuan menyelinap di hati yang menang tapi menanggung duka rindu. semoga kita sampai di Ramadhan tahun depan. amin.

    BalasHapus
  3. Kenangan yang indah Bunda Julie..
    Selamat Idul Fitri...
    Semoga kebahagiaan senantiasa melingkupi keluarga Bunda...

    BalasHapus
  4. indahnya kebersamaan...selamat menyambut hari raya ya bunda

    BalasHapus
  5. some memories r live forever, mak..

    BalasHapus
  6. Terima kasih, mari kita sama-sama mendoakan semoga sisa hari Ramadhan kita bisa terlampaui dengan baik dan menjadikan kita menerima nikmatNya.

    Selamat jalan ke Bandung ya teh Ni. Salam hormat untuk si Aa dan salam sayang untuk putra-putranya.

    BalasHapus
  7. Semoga dikabulkan. Amin. Ramadhan setelah saya menjadi tua punya arti lain lagi dalam hati. Yaitu sebagai pengingat bahwa dosa saya semakin menggunung dan butuh penyucian diri.

    Selamat jalan ke Jawa Tengah mbak Rike. Selamat menikmati kebersamaan di tengah-tengah orang-orang tersayang.

    BalasHapus
  8. Sayapun mendoakan yang sama. selagi ayahanda masih sugeng, semoga Idul Fitri menjadi perekat cinta kasih antara mbak Niken dengan beliau ynag akan membawa barokah buat mbak Niken sepanjang hayat.

    Selamat jalan ke kampung halaman.

    BalasHapus
  9. Iya, nduk. Terima kasih dan sama-sama sekalipun aku tahu ananda nggak mungkin mudik (seperti diriku juga wlauoun dengan alasan yang berbeda).

    Kudoakan semoga ananda sabar menjalani hidup yang tidak mudah ini di rantau orang, dan Allah memberikan pahala banyak untukmu seorang.

    Selamat menikmati hidup di rantau, nak Mina.

    BalasHapus
  10. You'll feel that when you grow older and nobody's with you again.

    Ayah, Ibu, dan semua kenangan masa kecilmu akan bermunculan begitu saja bagaikan sebuah dogeng yang berloncatand ri buku-buku dogeng kanak-kanakmu.

    Salam sayang, semoga kau menikmati Idul Fitrimu penuh kebahagiaan selagi masih lengkap ada mamak dan bapakmu. Apa kabar mamak? Kudoakan semoga semakin membaik dan dapat tetap menjaga kesehatannya.

    BalasHapus
  11. Gara2 baca blog nya bunda, aku jadi makin kangen sama lebaran di rumah... nuansa yang digambarkan ga beda jauh dengan yang sering aku alami loh bunda, cuma bedanya yang suka bikin ketupat si papah dan aku... skarang mungkin cuma papah sndirian yang bikin ketupat...hiks..hiks..hiks.. jadi pingin nangis... :(

    btw aku baru tau tuh fungsi ketupat... dulu pernah seh nanyain pertanyaan seperti itu, cuma belum dapat jawaban yang nge pas aja di hati... nuhun nya bunda untuk tambahan ilmu nya... hehheehe

    BalasHapus
  12. makin tersa hawa lebarannya.................
    huhuhuhuuu

    BalasHapus
  13. Barangkali ibu saya gnarang aja. Tapi di benak saya, karangannya kok nyantel banget sama kondisi rakyat kita di Indonesia, ya?

    Jangan nangis yu Devi. Jalani aja hidup di rantau dengan nikmat. Apalagi di negara Islam semua orang juga merayakannya walaupun mungkin nggak semeriah di Indonesia.

    Selamat Idu Fitri, maaf lahir batin.

    BalasHapus
  14. Sini yuk Ai lebaran di rumah tante buat nemenin si Harry.........

    BalasHapus
  15. kyaaaaaaaaaaaa
    asyikkkkkkkkkkkk
    *packing bwt seminggu di aprika*

    BalasHapus
  16. Seminggu mah kurang atuh........
    Secara disini banyak banget yang bisa dikunjungi.

    BalasHapus
  17. leborko cuman seminggoooooooooooooo
    huhuhuhuuhuhu
    *nanges2 heboh*

    BalasHapus
  18. Taqaballahu minna wa minkum...alhamdulillah KBRI Singapura sudah membuka image-nya bagi WNI di ramadhan kali ini , Bu. Dua kali kami diundang berbuka puasa.

    BalasHapus
  19. Cup....cup....cup.... sayang, anakku manis.

    Sini, sini mak usap air matamu...........

    BalasHapus
  20. Ikut senang ya mbak. Bukannya dulu setiap malam ada tarawih bersama di masjid Istiqomah? Apa nggak pernah datang ya mbak? Kita selalu makan sekalipun cuma ta'jilan di masjid beramai-ramai. Baru nanti tengah puasa sepi lagi....... Biasa datang hawa malasnya sebab di masjid kan panas setelah orang penuh sesak.

    Semoga Idul Fitri mulia ini mengembalikan kita kepada kemurnian jiwa kemblai ya mbak. Maaf lahir batin. Selamat Idul Fitri. Nggak mudik nih?

    BalasHapus
  21. Alhamdulillah ya mbak, semoga seterusnya begitu. Tapi dari dulu perasaan setiap malam ada tarawih untuk semua orang di masjid Istiqomah. Disana kita memang cuma makan ta'jilan dan bakmi atau makanan setengah berat lainnya. Serta senantiasa ada masyarakat yang datang sambil ikut membawa share makanannya juga. Suka datang nggak mbak?

    Moga-moga image KBRI semakin baik setelah periode sekarang ini. Saya ikut bangga dan bahagia.

    Semoga Idul Fitri mulia ini membawa kita kembali kepada kesucian diri dan kemurnian jiwa ya mbak. Selamat Idul Fitri, maaf lahir bain. Nggak mudik ya?

    BalasHapus
  22. Ternyata arti ketupat spt itu ya bul? Br sekarang aku tahu lewat mp bul bul. Bul, minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir batin ya bul..

    BalasHapus
  23. Ikut terharu juga,karena bayangan masa kecil kami di Solo,terulang kembali.Selamat Idul Fitri Jeng............Maaf Lahir Batin.

    BalasHapus
  24. katanya sih gitu, tapi mungkin juga beliau ngarang 'kali ya? Yang jelas dalam bayanganku cerdaslah ngarangnya itu!

    BalasHapus
  25. Semoga berkenan dengan serpihan kenangan saya mbakyu. Sama-sama mohon maaf lahir-batin.

    BalasHapus
  26. Bulik, minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir & batin, semoga Allah SWT melimpahkan rahmatNya untuk bulik sekeluarga

    BalasHapus
  27. Sama-sama ya nak. Semoga kita mendapat kebaikan dari kemenangan di hari yang mulia ini. Maaf lahir batin juga.

    Gak mudik karena gak ada "penjaga gawang" dengan panci gudegnyakah?

    BalasHapus

Pita Pink