Di langkahku terpatri tekad
Maju terus pantang mundur
Hari masih terlalu pagi untuk mengucap selamat tinggal
Pada sebentuk kenyataan yang pahit
Di bulat bumi yang berputar
Sejuta genta dendang beraneka
Mengiba tanya mengapa bisa begini
Yang sarat semakin padat
Yang kerontang tinggal belulang?
Di sorot mataku terpancar kilat benderang
Aku tidak akan mundur
Sebelum nasibku beranjak dari :
Kemarau kering dan hujannya air mata
Lebih tiga puluh tahun aku di sini
Di persada nusa kureguk harapan
Yang menyembul dari angan-angan melelahkan
Melahirkan dusta
Dan jeriitan semata
Kita hidup di rumah makan bernama cinta
Yang menyoisakan tulang untuk kaum jelata papa
Setelah tersantap habis hidangan kaum mulia
Penghuni nirwana bumi
Tekadku masih bulat
Meraih keadilan makmur merata
Menebus kelamnya kisah dahulu
Waktu tidur tak boleh lagi bersantai
Dan kemalasan harus diperangi
Demi kelangsungan hari-hari perjuangan
Untuk menghadiahkan kebahagiaan
Kepada harta karunku
Sang generasi penerus
(Wien, sepuluh Juni sembilan tiga)
Penuh semangat, mbak Julie...
BalasHapusTekad adalah magnet terbesar yang akan membawa kita menuju cita-cita.
Ayooooooo.....