Powered By Blogger

Rabu, 01 Mei 2013

SERENADA DALAM LEMBAH BIRU (54)

Lagi-lagi saya merasa menjadi orang yang sangat beruntung. Peristiwanya terjadi kemarin siang ketika saya pergi mengurus Surat Keterangan warga Tidak Mampu (SKTM) saya ke Dinas Kesehatan Kota (DKK). Sebab di sana kebetulan saya duduk bersebelahan dengan sesama penderita kanker payudara stadium III dengan luka pecahan di tumornya. Perempuan itu lebih muda dibandingkan saya, datang dengan anak lelakinya yang lasak berumur sekitar enam tahunan. Anak yang tak mau diam itu, tentu saja menyita tenaga ibunya yang saya tahu sudah nyaris habis terkuras kemoterapi. Apalagi katanya dia dikemoterapi sebanyak 6 kali menjelang dioperasi. Tapi subhanallah, menakjubkan, perempuan itu masih sanggup menggendong anaknya! 

Saya jadi malu karena perempuan itu. Sebab, selain dia menerima kemoterapi lebih banyak daripada rencana kemoterapi saya, dia harus mendanai sendiri ongkos kemoterapinya. Begitu yang saya dengar ketika dia menanyai saya soal ongkos kemoterapi saya.

Perempuan yang tak saya ketahui namanya itu tinggal di Kecamatan yang berbeda dari tempat tinggal saya. Semula dia berobat sudah sangat terlambat seperti halnya saya, karena ketiadaan biaya, ke RS TNI. Setelah ditangani seorang onkologis, dia bilang dirinya disebutkan menderita tumor ganas. Tapi dia tak tahu bahwa tumor ganas itu adalah kanker, sehingga ketika saya beritahu bahwa saya mengurus SKTM untuk kemoterapi kanker payudara saya, dia katakan dirinya lebih beruntung karena dirinya cuma menderita tumor ganas namun dengan luka pecahan. Miris saya mendengarnya. Dengan senyum kecut saya mencoba menjelaskan bahwa kanker itu sebetulnya adalah nama lain yang lebih menakutkan untuk kondisi tumor ganas yang dideritanya. Dalam hal ini saya terpikir bahwa tingkat pendidikan seseorang jelas berkorelasi dengan tingkat pengetahuannya. Walau alhamdulillah, penjelasan dokter justru membuatnya merasa lebih nyaman dan tenang di dalam mengikuti pengobatannya.

***

Obrolan kami dimulai ketika saya mencoba mencegah anak lelakinya mempermainkan tombol lampu di ruangan kerja petugas DKK yang dinyala-matikannya sehingga dia kena hardikan petugas. Si ibu yang kebetulan duduk di samping saya meminta maaf dan menjelaskan bahwa dia terpaksa membawa serta anaknya karena tak ada yang dititipi di rumah. Lalu dia menyapa saya, menanyai mengenai urusan saya dan siapa yang sakit.

Tentu saja saya menunjuk diri saya sendiri yang walau kelihatan sehat dan gagah, tapi sejujurnya merupakan penderita kanker payudara grade agresif stadium III-B yang sedang dicoba dihambat dengan kemoterapi. Demi mendengar jawaban saya, dia lalu ingin tahu di sebelah mana yang terserang. Lagi-lagi tanpa malu-malu saya menunjukkan letak yang sakit, disambut pertanyaan lanjutan darinya, apakah luka atau tidak. Waktu saya jawab luka, dia kembali bertanya lebih jauh tentang bau pada luka itu. Senang hati saya pamerkan bahwa berkat pengobatan yang saya jalani, luka saya terawat tidak menimbulkan bau seperti sebelumnya ketika saya cuma mampu datang ke pengobat alternatif yaitu sinshe. Perempuan itu penuh rasa ingin tahu menolehkan kepalanya menyelidik ke dada saya seperti ingin menyaksikan balutan luka semacam apakah yang saya kenakan. 

Ternyata perempuan itu juga penderita kanker payudara yang lukanya sudah tidak lagi berbau, namun itu dikarenakan dia dikemoterapi sebanyak enam kali. Sayang kemudian dia ditinggalkan dokternya yang merupakan seorang tentara selama setahun bertugas ke luar kota, sehingga dia dipindahkan atau dirujuk ke dokter lain di wilayah kabupaten yang saya tahu merupakan dokter kedua di RS tempat saya berobat itu. Jadi katanya, kelak dia akan dioperasi oleh dokter itu yang menurutnya memang spesialis bedah tumor ganas. Betul sekali, sebab onkologis tak lain dan tak bukan adalah spesialis bedah tumor. Selagi dokter saya merupakan PNS di RSK Dharmais, maka dokter yang satunya lagi PNS di RSUD. Kedua-duanya sama-sama ahli kanker yang tak diragukan kemampuannya, cuma saja induk RS nya berbeda. Sehingga ketika saya memerlukan pemeriksaan penunjang yang canggih dan lengkap serta ruang operasi (theater) yang fasilitasnya baik, saya akan dirujuk ke RSKD tempat pertama saya dibawa berobat oleh teman-teman DWP saya, sedangkan pasien itu akan dibawa ke RS lain menurut penunjukkan dokternya.

Pasien itu menanyai saya mengenai mual-muntah dan lemas lunglai. Sebab menurutnya, dia amat tersiksa oleh mual-muntah itu sehingga lemas. Padahal seringkali tak ada yang bisa dimuntahkan perutnya kecuali air liur yang diludahkan saja. Sehingga tentu saja menyiksa sekali. Dengan jujur saya katakan bahwa saya tak mengalami rasa mual apalagi muntah itu, namun saya mengalami konstipasi yang berganti-ganti dengan diare sehingga perempuan itu menganga seperti terheran-heran. Padahal saya tahu, kelemahan saya memang di daerah usus dan pencernaan ke bawah begini sehingga saya pernah didakwa dokter menderita Sindroma Iritasi Perut. Tak cukup sampai di situ dia kemudian ingin tahu soal rambut saya. Dengan cekatan saya singkap jilbab saya untuk menunjukkan rambut yang saya gunduli disebabkan rontoknya tak terkatakan. "Wah, persis sama, cuma saya biarkan rontok sendiri," begitu serunya seraya ikut-ikutan menyingkap kerudung hitamnya yang cantik karena tak kebanyakan ornamen. Kami pun saling tersenyum. Hanya, dia lebih beruntung dibandingkan saya karena kepalanya tak ditumbuhi benjolan bisul yang menyakitkan dan nampak kurang prestisius. Lha coba dipikir sendiri, sekedar bisul gitu lho hihihihihi..........

***

Tak berhenti pada gejala kemoterapi yang kami alami, perempuan itu kemudian menanyai saya mengenai ongkos-ongkos obat kemoterapi yang mesti saya tanggung. Sekali lagi sejujurnya saya jawab bahwa saya datang memohon bantuan pemerintah sehingga memperoleh SKTM yang sedang saya urus ini agar saya dibebaskan dari ongkos kemoterapi. "Dapat gratis?" Seru perempuan itu lagi seraya menaikkan alisnya memandangi saya. 

"Ya, bahkan istri Walikota ikut mendanai pengobatan saya lewat program bantuan Yayasan Kanker Indonesia. Beliau telah berkunjung ke rumah saya diantarkan ibu dokter Kepala Puskesmas desa saya," jawab saya. 

"Jamkesmas saya saja sudah tidak berlaku, kok ibu dapat pengobatan gratis begitu?" Selidiknya keheran-heranan. Tak apalah dia keheranan, sebab tentu saja untuk orang yang kesulitan dana saya terasa jadi sangat istimewa dan bisa menimbulkan iri hati.

"Ya bu, Jamkesmas sudah tidak berlaku, dan sekarang sedang akan dikeluarkan Jamkesda, nah untuk itulah saya memakai SKTM sebab program Jamkesda belum selesai dikerjakan sehingga saya belum dapat kartu Jamkes seperti milik ibu," urai saya menjelaskan. 

"Oh, lalu saya juga akan dapat Jamkesda?" Tanyanya penuh harap. Sebetulnya sih dia salah sasaran, tapi 'kan tidak ada salahnya dia bertanya kepada saya sebab saya yang memulai pembicaraan soal program kartu Jamkesda yang sedang diurus pemerintah daerah ini.

"Insya Allah iya, karena nantinya semua penduduk tidak mampu yang dijamin pemerintah akan diberi kartu Jamkesda termasuk saya," terang saya sebisa-bisanya. Namun dia agaknya tetap tak puas mendengar semua kemudahan bantuan yang tiba-tiba saya peroleh dan sempat saya ceritakan tadi.

"Nah soal bantuan ibu walikota bagaimana bisa?" Semburnya seperti ingin menyudutkan saya.

"Oh, itu perkara lain. Istri walikota kita memang sedang berkeliling daerah akan menyampaikan bantuan kepada penderita kanker yang memerlukan bantuan. Dari sekian banyak wilayah, kecamatan tempat tinggal saya sudah dapat kunjungan, cuma mungkin belum sampai ke daerah ibu, tunggu saja, nanti beliau akan datang juga. Semoga nama ibu ada di daftar penerima bantuan yang dicatat baik-baik oleh dokter Kepala Puskesmas dan Lurah desa ibu," jawab saya sebisa-bisanya sambil mempersilahkannya menghadap petugas DKK yang telah memanggil nomor urutnya. Dia menarik nafas lega lalu meninggalkan tempat duduknya. Ah ya, dia mengeluh dadanya terasa sakit dan sering sesak nafas. Sungguh, gejala ini pun tak ada pada diri saya, jadi, artinya saya sangat amat beruntung bukan?! Subhanallah wa alhamdulillah...........

(Bersambung)

10 komentar:

  1. Semoga ibu itu mendapatkan kemudahan juga dalam mengobati kankernya ya Bu, amiinn ...
    Mohon maaf baru sempat singgah lagi ni Bu, smg Ibu baik2 saja ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu juga harapan saya, semoga doa kita untuk ibu itu diijabah Allah. Saya heran, dia jadinya ngurus SKTM untuk pendanaan apa ya? Apa mungkin cuma biaya kontrol ke klinik dan labnya aja?

      Hapus
  2. Bunda..lama tak menyapa...

    semoga semua lancar yaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Assalamu'alaikum ibu muda......

      Apa kabar si kecil? Udah rame ya ngocehnya? Semoga sehat selalu dan tumbuh kembangnya sempurna ya nak Zen.

      Salam kangen.

      Hapus
  3. semoga si ibu diberi kemudahan seperti mbakjulie.. dan ibu walikota mau berkunjung ke rumahnya..
    duh anaknya masih 6 tahun..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kayaknya belum seluruh wilayah kota kena giliran dikunjungi jeng Tintin. Tapi saya yakin pasti akan dikunjungi juga meski entah kapan waktunya.

      Hapus
  4. jadi sebuah renungan, bahwa di kesulitan apapun yang sedang kita hadapi ternyata masih ada orang lain yang lebih susah, tapi dengan kepolosan dan ketulusannya mereka bisa lebih kuat dibanding kita....maka saya pribadi akan sekuat tenaga mencoba selalu berupaya sehat dan ceria selalu.

    semoga sakitnya diangkat segera oleh-NYA, digantikan dengan kesehatan....aaaaamiiiiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin-amin-amin, hatur nuhun piduanna pikeun abdi, ibu itu sareng sadaya anu kenging panyawat abot.

      Mugia jurnal abdi aya mangpaatna pikeun nu sanes.

      Hapus
  5. wah bunda Juli kedengaran kek petugas penyuluhan deh xixixixi
    tapi seneng ya bun, bisa bantu sesama yang sedang membutuhkan pertolongan, meski sebatas informasi saja, tapi cukuplah membuat ibu itu lega...

    moga2 baik bunda Julie atau ibu itu cepat diringankan sakitnya dan sembuh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha........ oh, gitu ya?! Memang sih, tujuan saya kan kalau bisa berbagi info inginnya bagi-bagi dengan sesama penderita lainnya. Itu juga tujuan saya ngeblog selama ini.

      Terima kasih atas doanya lagi ya, semoga betul-betul dikabulkanNya. :-)

      Hapus

Pita Pink