Lewat tengah malam waktu pintu rumah kalian buka. Membuatku segera terjaga, tak hanya mata tapi juga jiwaku. Rasa jaga yang kemarin-kemarin ingin kusampaikan kepada kalian.
Kini waktunya, aku menyampaikannya kepada kalian. Dalam serangkum kata sempena syair dalam tembang Nina Bobo yang dulu kunyanyikan di sisi pembaringan kalian di waktu gelap malam. Bintang-bintang yang berkedipan itu kini sedang padam sinarnya, cintaku. Tapi kau berdua tetaplah menyala terang di hatiku. Sebab bagiku permata indah adalah anak-anak shaleh yang penuh ketakwaan dan cinta kepada Illahi. Kalian berdua.
***
Ku sampaikan terima kasih dan penghargaan ku untuk kalian, karena kalian telah berhasil melawan nafsu amarah kalian. Oleh karena itu kaki-kaki kalian sigap melangkah, hati kalian lapang menimbulkan senyum di bibir-bibir kalian yang tak sekali pun tersentuh noda, baik nikotin dari rokok yang merenggut nyawa kakek kalian maupun dusta yang menghancurkan hidup kita bersama.
Aku bangga kepada kalian. Maka ku elus pucuk rambut kalian, lalu kususupkan doa untuk menitipkanmu ke tangan Allah Subhanahu wa ta'ala. Selanjutnya dengan keikhlasanku kubiarkan kau ada di antara mereka. Berbaur dalam kehidupan yang tak pernah kita rancang itu.
"Kasihanilah ayah kalian," begitu ku katakan ketika itu. Meski raut duka menyelimuti wajah-wajah kalian dengan durjana yang telah lama kuminta kalian untuk menghapusnya. "Jangan pernah membiarkan nafsu mu membawa nafas-nafas kalian ke pintu neraka jahanam," begitu sering kupesankan, sebab, "di sana, pada lapisan langit ke-tujuh ada tempat yang akan menampungmu dalam damai dan kesenangan abadi."
Kembali ke dalam bilik tidurku, aku tertegun saja. Termangu belaka menyadari betapa indahnya cucuran kasih Allah yang bernama "pembebasan" itu. Ya anak-anakku, ketahuilah, kita sudah dibebaskanNya. Pembebasan sempurna yang tak menyisakan dosa. Panjatkan puji syukur dan pujaan kita kepada Sang Maha Pembebas sekarang juga, ya sekarang juga!
Maka aku tak lagi sabar menanti kedatangan kalian kembali ke rumah, sebab aku tahu kalian juga ingin menguakkan arti dari segala dosa dan kekhilafan yang telah kuperbuat dahulu. Hm, maka sudut bibirku pun mengembang senyum, laksana sepotong bulan di mega sana yang lama tak kunikmati benar kecantikannya. Ya, aku memang melupakannya sejenak sejak tak ada lagi peristiwa-peristiwa malam yang perlu diterangi sinarnya seperti dahulu itu.
Ku sucikan diriku, lalu kugelar tikar sujudku. Pada kitab hijau tua bertulisan cantik itu ingin ku kabarkan bahwa Dia telah meminangku menjadi salah satu pemujaNya yang setia. Alhamdulillah.
***
Hari merambat ke pagi waktu aku mendapati wajah-wajah letih tapi penuh gairah milik kalian berdua. Kusambut kusut masai rambutmu dengan ciuman lembut pada kening kalian. Dan lagi-lagi aku menyukuri karuniaNya itu. Aku menyukuri keberadaanmu anak-anakku tercinta.
Kalian katakan sekarang bahwa kita seharusnya bersyukur telah "masuk kotak". Sebab kepergian ayah kalian kali ini adalah kepergian terindah, terheboh dan terpanjang sepanjang sejarah. Ayah nampak letih, menua dan banyak melamun. Itu memang nyata pada gambar-gambar yang kau curi-curi untukku. :- Aku bersedih untuknya...........
Gerak sigap ayah yang dulu nyaris tertandingi oleh kiprahku kini tak lagi berbanding. Ayah melaju sendiri, mengurus ini, mengatur itu, menyimpan apa-apa dan juga memberi apa-apa. :- Ayah kalian perlu tangan kanan.........
Pada wajahnya yang menggembung gemuk, daging-daging bertonjolan di sekitar pelupuk matanya. Bening bola mata tua itu juga mulai surut, kata kalian. :- Maka ayah adalah lelaki lelah yang butuh peristirahatan tenteram barang sejenak.......
Lalu ada dua warna di kepala ayah kalian. Rambut yang menandakan ketuaan dengan segera. Selagi kalian bilang, jari jemari kalian pun masih cukup untuk menghitung uban di kepalaku. :- Ketuaan bisa diatur anak-anakku sayang. Kenteteraman jiwa dan pikiran, itulah kunci segalanya..........
Ayah adalah lelaki yang kini berbeda dari yang dulu. Lelaki yang penuh toleransi. Lelaki yang tak mengharuskan siapa menjadi siapa seperti di masa kalian cilik dulu. :- Pengelanaan dan pengembaraan jiwanya telah merubah segalanya sayangku. Ketahuilah itu.........
***
Karenanya kuminta kalian untuk beristirahat sekarang juga anak-anakku. Sebab lelakon kita boleh dikata sudah paripurna, dengan kau sebagai pemain pendukung yang tampil amat memuaskan. Mempesona banyak mata, mata-mata hati dari para dermawan yang mendermakan keikhlasan dan ketulusan hati mereka untuk menyokong keadaan kita.
Rebahkan tubuh-tubuh lesu kalian di sini, pada pembaringan yang dulu ditegakkan ayah kalian, di dekatku jua. Katupkan pelupukmu, kosongkan pikiranmu, tapi jangan lupa arahkan gendang telingamu untuk menangkap gita cinta yang akan kutembangkan sebagaimana biasanya dulu.
Dengar, dengarkan kekasih hatiku, lagu cinta itu, bukti kecintaan Allah kepada kita. Teruslah benamkan diri di dalam alunannya, sebab kini kita telah terbebas, bahkan merdeka merajut mimpi! Sampai esok tiba. Ketika burung pelatuk telah pergi terbang menjauh, digantikan murai yang ceria menyemangati harimu. Maka terjagalah kau! Ajak aku untuk berangkat bersamamu, meniti hari-hari baru kalian yang sungguh berlainan dari cerita usang kita ini. Dan di situlah, Tuhan akan menjamu kita sepanjang masa! Allah Maha Bijaksana!
~Bogor, dua puluh enam Januari dua ribu dua belas~