Powered By Blogger

Jumat, 20 Mei 2011

TIBA DI TITIK BALIK

Hampir tiga tahun setengah aku mulai belajar menuangkan daya khayalanku di laman ini. Tepatnya, satu Januari duaribu delapan aku mulai memberanikan diri menulis di sini. Gaya yang tak bisa kuekspresikan di rumah mayaku yang berupa Electronic Diary serasa mendapat penampung di ruangan ini. Maka sejak itu mulailah aku nekad menulis apa saja yang berasal dari pengalamanku dalam keseharian, kekinian, maupun endapan pengalaman dari pengamatan atas perjalanan hidup yang kutapaki atau kebetulan melintas di depan mataku.

Maka selain tentang diriku dan keluargaku, tentu saja aku menuliskan imajinasi-imajinasi liar yang bermunculan di saat senggangku ke dalam serangkaian cerita pendek maupun cerita bersambung yang kemudian cenderung kunamai novellet karena aku tak pernah tahu seberapa jauh kemampuanku menulis fiksi. Maklum, aku hanya ibu rumah tangga biasa yang tak makan sekolahan menulis seperti kebanyakan penulis sekarang. Entah mengapa aku tidak tertarik bergabung dengan sekolah menulis on line yang menjanjikan menjadikan seseorang sebagai penulis profesional yang ngetop. Aku menganggap menulis bagiku hanyalah menuruti kata hati menggoreskan apa saja yang kebetulan bertandang di benakku ke dalam media menulis baik berupa sobekan-sobekan kertas yang banyak berserakan di sekitar meja kerjaku, maupun komputer kesayanganku.

Apa yang kemudian kudapati antara lain adalah sejumlah cerita pendek yang tidak bisa dikatakan banyak, puisi-puisi yang cuma asal jadi tanpa bentuk, dan alhamdulillah tiga buah novel yang dimulai dari "Biru Itu Tak Sebening Lautan" yang kupostingkan dari pojok benua hitam kira-kira dua setengah tahun yang lalu. Novel yang menceritakan drama rumah tangga dan persahabatan itu berujung pada rasa penasaran para pembaca setiaku yang menunggu kelanjutannya yang sengaja kupotong untuk menguji kemampuanku menulis. Dan aku membiarkannya bahkan menyelinginya dengan sebuah novel lepas yang kujuduli "Kerling Mata Elizabeth Millar" kira-kira sebelas bulan yang lalu.

"Kerling Mata Elizabeth Millar" meninggalkan banyak kenangan dan kesan manis dari para pembacaku yang rata-rata kontak baru semuanya. Mereka bergairah mengikuti hasil lamunanku, sehingga aku terpicu kembali untuk melanjutkan novel pertamaku dulu itu. Akhirnya, "Siti" lahir sebagai bagian kedua cerita bersambung itu tepat di hari kasih sayang, empatbelas Februari tahun ini. Kukisahkan ketulusan hati seorang ibu merawat para pasien rumah sakit jiwa yang kemudian justru membuahkan hadiah teramat manis, yaitu bertemunya kembali dengan sahabat lamanya yang "menghilang dari peredaran" konon setelah diceraikan suaminya. Lalu tekad menjadi mediator penyembuh itu, dipakainya untuk mendekati kembali sang sahabat hingga dia bisa menjadi dirinya yang dulu dan bergaul dengan semua teman-teman lamanya yang bersahabat.

Tak cukup sampai di situ, para pembaca setia baruku membujuk-bujuk agar aku menuliskan kisah lanjutannya. Wah, rasanya aku semakin tak percaya pada kemampuan menulisku yang entah apa sebabnya tak pernah membuatku percaya diri untuk mulai menjual karyaku secara serius. Masih tetap ada keraguan padaku akan mutunya.

Namun, hari ini tiba-tiba aku tersenyum membaca komentar salah satu di antara mereka yang rajin mengomentari dengan bunyi "Ditunggu season selanjutnya." Aduh, rasanya aku tersanjung. Season, sebuah istilah baru yang populer sejak adanya sinetron penguras emosi di televisi itu telah memacuku untuk mengiyakan permintaannya.

Maka ketika aku sedang membersihkan badanku di bawah guyuran air sumur yang segar sore tadi, tiba-tiba terlintas "Titik Balik". Sesuatu yang kuharapkan akan dapat membawa diriku berbalik menjadi seorang yang penuh percaya diri. Aku tersenyum sendiri di balik tirai bak mandiku, sambil menggosok menyabuni seluruh bagian-bagian tubuhku. Aku ingin membersihkan diri melalui "Titik Balik" agar Allah semakin menyayangiku dan berkenan menghadiahiku rizki yang halal dari upayaku apa saja selama ini. Kata orang Jawa, "Gusti Allah iku ora sare........." Insya Allah. Aku akan segera tiba di "Titik Balik".

17 komentar:

  1. teruslah menulis bunda..........aku kan mendukungmu, patriiot proklamasi, .......
    -halah malah nyanyi...

    BalasHapus
  2. lina sekarang malah jarang mampir ya bund. .

    BalasHapus
  3. Wuih si kakang lha, suarane siiiip jyan merdu temenan. Insya Allah, siap kang. Nuwun.

    BalasHapus
  4. Iya banget, padahal dulu Lina korektor naskahnya "Biru" hehehe........

    Lin, kamu mau buat laman baru untuk karya sastra ya? Ibu dukung banget, pede Lin modalnya, bukan kursus on line itu.

    BalasHapus
  5. waaaah. . . Bukan bund. .

    Bund liat aja http://mataharijingga.multiply.com

    tapi masi acak2an. . Theme nya pengen nyari yg ga silau gtu tp blm nemu

    BalasHapus
  6. Nungguin cerita Bunda yang lain...

    BalasHapus
  7. Oh iya wis tak tiliki, ternyata udah lama ya?

    Silau gitu, betul. Mesti dinetralisir dengan warna putih apa gimana ya? Oke deh, jadi E-diary keluargamu kelak ya, ibu pasti rajin datang nantinya.

    BalasHapus
  8. Lagi ditulis bab satunya, tapi malah asyik nongkrong di depan TV jadi we teu anggeus-anggeus heuheuheu.........

    Cipie iraha atuh nulis novel?

    BalasHapus
  9. Amiin. Smoga pintu rezeki dr menulis nanti terbuka bun.

    BalasHapus
  10. Insya Allah kalau Allah ridha bang. Amin-amin-amin. Terima kasih atas dukungan moral dan kebaikan abang sekeluarga. Tanpa special reader yang seperti abang, kayaknya saya nulis juga ngasal aja bakalannya. :-D

    Neng Yanti kemana kok blognya nggak pernah diisi?

    BalasHapus
  11. Kayaknya masi ngerjain proyek pribadinya. Nulis di word mau lanjut yg katulampa. Ga tau sudah sjauh apa.

    BalasHapus
  12. Jd malu sm lapak yg dianggurin n mulai reyot itu....

    BalasHapus
  13. Tak maklumi kok, lha wong nek meteng gawanane ngantukan ya?

    BalasHapus
  14. Xixixixixi, Ngantukan mboten bue, mung males adus...:))

    BalasHapus
  15. Aih....., ya lengket ya, wong di Batam panas gersang begitu???

    BalasHapus
  16. Terima kasih, sama-sama cik Vonny, selamat berkarya juga. Salam kenal dari Bogor.

    BalasHapus

Pita Pink