Powered By Blogger

Rabu, 25 Maret 2009

PEREMPUAN DARI RUMAH YANG TERBELAH

Perempuan itu menangis dalam diam. Air matanya tak setetespun tertumpah. Bibir mungil itu masih jua penuh senyum

 

Perempuan yang amat sangat bijaksana. Di hatinya ada sebentuk luka, yang menganga lebar dan dalam. Bagai sumur yang tak kering-kering dari mata air. Air yang dialirkan dari mata jiwanya yang menangis berlama-lama.

 

Perempuan itu nyaris tak bernama. Tanpa jati diri dan harkat kemanusiaannya. Dia tak lebih dari seonggok daging yang bisa diseret kesana-kemari, dicubit, disobek, diiris tergantung kemauan pemiliknya. Hari ini dia boleh jadi semur, mungkin lusa dia jadi abon dan terkadang dia jadi empal, tapi sangat mungkin kelak jadi rendang.

 

Perempuan itu bukan siapa-siapa. Hanya ibu dari tiga orang anak yang terlahir tanpa pernah meminta dilahirkan. Hanya sumber cinta dari tiga nyawa yang senantiasa haus belaian.

 

Perempuan itu adalah Kasih. Seorang peri kecil yang nyaris tak berharga. Terlalu maya untuk dunia yang fana.

 

~00000~

 

Kemarin suaminya mengabarkan berita buruk. Dia akan dipisahkan. Diserahkan kembali kepada habitatnya, di desa sana.

 

Perempuan itu didakwakan kesalahannya. Setumpuk noda dan sederet dosa. Tapi perempuan itu hanya diam.

 

Perempuan itu menerima nasibnya. Tak terucap kecewa bahkan lolong kesakitan. Sekali ini perempuan itu hanya diam. Diam dalam senyum yang membunga di sudut wajah lonjongnya.

 

Perempuan itu hanya diam. Menerima dakwaan suaminya sendiri, sambil terus jua tersenyum simpul. Dia tahu apa yang akan diperbuatnya. Dia akan melucuti pakaian mereka semua. Lalu bersama-sama bertelanjang di belantara manusia yang macam fauna.

 

Lalu diapun tersenyum lagi.

 

~00000~

 

Hidup baginya adalah lakon di panggung-panggung tonil berseri. Dengan dia sendiri sebagai pelakonnya disutradarai oleh lelaki yang sangat diagung-agungkannya, dihormatinya dan dipujanya.

 

Dia pernah jadi anak wayang pemuas nafsu syahwat lelaki itu.

 

Dia juga pernah jadi seseorang yang nyaris tanpa identitas. Hanya sekedar embel-embel pelengkap keberadaan lelaki itu juga.

 

Perempuan itu sudah mengalami semuanya.

 

Pahit manisnya hidup yang dilalui bersama lelaki kebanggaannya. Juga masa-masa ketika bunga-bunga bermekaran di padang cinta dengan siraman mentari hangat khatulistiwa. Atau melayu mati tersiram salju di kutub utara.

 

Perempuan itu diam belaka. Sesekali dia tertawa, selebihnya dia tersenyum.

 

Perempuan itu hanya diam. Ketika rumahnya yang begitu disenanginya terbelah jadi dua, tiga, bahkan nyaris menjadi empat. Perempuan itu cuma membisikkan do’a di balik leher suaminya. Di belakang ketiak hitamnya, yang dulu pernah sangat dirindukan kehangatannya. Perempuan itu membiarkan Tuhan menuntunnya ke surga yang jadi idamannya.

 

Perempuan itu pernah merasakan lukanya, ketika anak wayang lain melintas di panggung kehidupannya. Tapi perempuan itu tetaplah hanya diam, melihat, mengawasi, mengamati dengan lukanya yang membulat di bola matanya.

 

Ketika rumahnya kotor ternoda, perempuan itu juga hanya diam. Sampai tiba dorongan nafsu manusianya menyentak ke atas menyengat syaraf kemanusiaannya. Lalu terjadilah semuanya.

 

~0000~

 

Perempuan itu menghancurkan sendiri panggung drama mereka. Anak-anak wayang digeletakkannya tanpa aturan. Musik-musik pengiring dibunyikannya keras-keras ke segala penjuru bumi, membangkitkan segala makhluk yang bersemayam di tanahnya menjadi penonton yang tak jemu bersorak.

 

Perempuan itu tak lagi punya malu. Seperti dulu sang sutradara pernah mempermalukan harga dirinya tanpa malu. Hatinya terbangkit. Dan gejolak itu kini begitu meletup-letup.

 

Kini wanita itu tertawa sendiri. Dalam lukanya yang dalam.

 

Air mata itu tak ada padanya. Bahkan dalam alunan nyanyian yang tertumpah dari batinnya, dia dapat menari-nari elok. Perempuan yang sangat istimewa. Dialah Kasih, kekasih dari sejuta kekasih-kekasih Allah yang sedang menantikan pengadilan bagi cintanya. Akankah keadilan itu jadi miliknya?

 

Perempuan itu tak berani berharap. Dia hanya diam dalam sejuta doa di keheningan malamnya. Di balik tirai senyap di balik bilik rumahnya, yang sebentar lagi akan segera terbelah. Dan aku berdoa untuk kemenangan Kasih. Malam ini, dari kamarku di punggung bukit batu yang sunyi.

 

Bishopscourt, 2009

32 komentar:

  1. indah sekali Bund tulisannya....

    BalasHapus
  2. Ikut berdoa, buat perempuan2 spt kasih di bumi ini... *lama ga keliatan bun!

    BalasHapus
  3. ternyata bunda bener bener care dengan nasip perempuan yaa..semoga kaum kita tidak lagi dianggap kaum yg lemah..

    BalasHapus
  4. budhe kangen... Subhanallah,,, tulisan budhe makin bisa menyentuh... Yap, jadi perempuan kuat!

    BalasHapus
  5. Hehehe......... ya kuwe yayune koh.........

    BalasHapus
  6. Ah, biasa aja kok nak. Aja ngisin-isine wong tuwa lah. Nuwun.

    BalasHapus
  7. Iya, lagi banyak ekrjaan sekarang. Jadi kalo ngempi ya cuma tilik donag. Nggak kemana-mana. Ini tulisan bikinnya super kilat. Kirain udah di Bambanglipura nak?

    BalasHapus
  8. Saya care terhadap nasib sendiri kok jeng hahaha......

    Kita ketawa aja dulu lah menyaksikan pahitnya nasib perempuan, supaya punya semangat untuk berjuang!

    Ayo fight!!!

    BalasHapus
  9. Minta tolong do'akan ya. biar perempuan pada kuat dan menang melawan kesewenang-wenangan kaum lelaki!!! Jangan lupa, tolong do'akan!!!

    BalasHapus
  10. iya, budhe! insyaAllah.. seneng bisa berada di antara perempuan2 kuat,,, termasuk budhe :)

    BalasHapus
  11. Kok tahu aku kuat? Padahal aku nggak banyak makan bayem kayak Popeye lho nak.

    BalasHapus
  12. Ibu.... ketemu lagi....
    Ceritanya bagus, kalimatnya jg menyentuh beneran....
    jadi ikut terbawa dalam cerita nih.
    Semoga tdk cm kasih, tapi wanita2 lain jg bisa setegar kasih.

    BalasHapus
  13. Oh ya, kita ketemu disini ya bu. Sangat lama saya nggak ke rumah saya satunya. Saya nggak punya waktu buat nulis-nulis. Yang ini kebetulan aja ada stock di lemari simpanan saya, jadi cepet ngeluarinnya. Hehehe.....

    Biasa aja sih tulisannya. Jangan diketawain di dalm hati ya bu.

    Insya Alalh banyak orang setegar Kasih, termasuk saya dan anda.

    BalasHapus
  14. Wah, kayaknya Bunda bisa diusung jadi caleg, nih.... Hehehe

    BalasHapus
  15. seperti biasa..tulisan yg menyentuh...
    hai bun...miss u much much...muach muach ..;-)

    BalasHapus
  16. Boleh, ayo siapa takut? Kang Dadi mah sok ngisinkeun..........

    BalasHapus
  17. Lha menyentuh gimana mbak? Buaknnya ini cuma di dunia maya?
    *wong katrok bingung terus ndodok.com*
    Miss U too!!

    BalasHapus
  18. Wah tulisan Bunda bagus sekali, ayo Bun bikin buku aja.. kumpulan cerpen.
    Ayo perempuan jangan mau disepelekan

    BalasHapus
  19. Terima kasih ya jeng. Aduh jadi malu.
    Insya Allah kalau Tuhan berkenan saya bikin buku deh memenuhi keinginan kontak saya dan anak-anak di rumah. Saya kumpulkan dulu ya?

    BalasHapus
  20. 'Kasih' yang ada di dunia maya, telah dihadirkan oleh bunda seolah 'Kasih' hadir diantara kita..., SALUT....SALUT...bravo bun.. :)

    BalasHapus
  21. kabar baik bunda, bagaimana dengan kesibukan bunda, masih bertumpuk kaaahh ? kangen pengen baca novel lagi niyyy..

    BalasHapus
  22. majority perempuan selalu is the one at the loosing end, terlepas dari berapa besar contribution mereka di atas kesedihan yg mereka endure. bagi aku, better focus on the things that make us happy. apalagi kalau bukan melihat anak2 kita flap their own wings and fly. bagiku, itulah kebahagian sejati. kebahagian buat diri sendiri dari sisi apa yg aku ingini untuk diriku sendiri, nomor yang entah ke berapa....

    BalasHapus
  23. Ya betul. Salam bahagia semoga jeng Dian bahagia!

    BalasHapus
  24. Perempuan pada umumnya memang cenderung nrimo ya Bu, berharap kepasrahannya menjadi sarana untuk meraup pahala. Tapi ya itu... haruskah dalam diam memendam kelam?

    BalasHapus
  25. Nampaknya ya begitu. Apalagi perempuan dari belahan bumi sebelah timur.
    Ayo kita kampanyekan bahwa perempuan juga punya harga diri dan hak untuk bersuara. Setuju toch?

    BalasHapus
  26. Betul Bu, selama benar dan lewat cara yang baik kenapa tidak?

    BalasHapus
  27. Tersadar, tersentak akan hadirnya 'perempuan' itu....
    perempuan suci yang pernah ada di muka bumi ini.

    BalasHapus
  28. perempuan itu yang menjadikan dunia ini membuka mata ...
    bahwa kekuatan itu ada ...

    BalasHapus
  29. Kekuatan perempuan itu ada karena di balik tubuh-tubuh para perempuan berlindung nyawa-nyawa kecil yang minta dihidupi.

    BalasHapus

Pita Pink