Kelahiran bayiku mendekatkan Ami dengan Elis kembali. Terlebih-lebih ketika Elis jadi dipacari Baskara. Ami makin sering bersama-sama Elis. Nampaknya Elis butuh waktu curhat meluapkan kegembiraan dan kebahagiaannya, sedangkan aku sibuk mengurus Hardiman bayiku.
Kemarin mereka datang bersama-sama mengantarkan Baskara yang ingin juga menengok anakku. Nampak betapa bahagianya mereka bertiga. Berulangkali Elis mengucapkan terima kasihnya padaku, yang kutahu maksudnya tentu atas upayaku mendoakan jodoh untuknya.
Taufik tak ikut serta. Walaupun demikian aku tak kecewa, sebab Taufik telah mengucapkan selamat kepada suamiku ketika mereka bertemu di kantor. Sekali pun berlainan bagian, dan kantor suamiku berada sedikit di luar gedung utama, tapi suamiku cukup sering datang ke kantor utama di mana Taufik bekerja. Dsiitulah Taufik bertemu mas Triatman dan sedikit berbasa-basi.
Menurut mas Triatman, Taufik memang sedikit tertutup. Hanya kepada orang-orang tertentulah dia bisa akrab dan bicara santai sambil tertawa-tawa. Tapi tidak kepada suamiku. Namun aku tak peduli, sebab berkat pergaulanku dengan Elis dan kemudian justru dengan Ami sendiri, aku tahu bagaimana sesungguhnya Taufik.
-ad-
Dalam ceritanya yang selalu penuh kebanggaan, Ami menyebut Taufik sebagai "the real gentleman" yang telah menyelamatkan jiwanya. Di tangan Taufik lah Ami bisa hidup normal dan bahagia.
Ami tumbuh sebagai gadis yang lemah digerogoti berbagai penyakit yang antara lain kebetulan diidap pula oleh Taufik. Bersama-sama mereka saling membantu, menolong dan menguatkan di kala penyakit mereka kambuh. Bahkan ketika Ami tak mampu berjalan ke sekolah akibat penyakit pada kakinya, Taufik lah yang menuntunnya dengan sabar sambil menungguinya hingga kelas berakhir. Taufik akan selalu bergegas-gegas lari menjemput Ami di kelasnya sebelum Ami betul-betul bangkit dari kursinya. padahal Taufik sendiri harus kuliah di kelas yang lumayan jauh dari kelas Ami.
Tapi tak dapat disangkal, nampaknya Taufik seorang pencemburu. Setidak-tidaknya tipe lelaki yang posesif. Sejak dulu, Ami tak bebas bergaul dengan teman-temannya, sebab Taufik senantiasa menguntitnya sehingga teman-temannya pelan-pelan menjauh.
Amipun menyadari itu semua dengan kepasrahannya bahkan dia justru menganggap Taufik sebagai pelita yang menerangi hidupnya. "Dia imamku sejak dulu, Nik," demikian Ami pernah berkata. "Kemana pun aku melangkah, mas Taufik senantiasa siap mendampingiku dan menarikku kembali jika aku terkulai lemas atau bahkan terjatuh karenanya."
Namun secara lahiriah Ami nampak seperti orang sehat dan penuh gairah. Darah seninya yang kental menggelegak meluap yang dipuaskannya dengan mengikuti berbagai kegiatan kesenian di kantor suami kami. Sebetulnya dia nyaris mendapat bintang sebagai primadona di kantor kami seandainya saja Taufik merelakan itu.
Ada kecenderungan pada diri Taufik untuk melaju sendiri dengan sengaja mencari-cari kelemahan dan kesalahan istrinya sekecil apa pun. Sebab suatu hari pernah kami dapati Ami menangis diam-diam setelah suaminya mencelanya terlalu heboh sehabis dia menuntaskan musik yang diserahkan kepadanya untuk dimainkan sebagai penghibur para tetamu dinas.
Rupanya Taufik yang terbiasa hidup sebagai anak tunggal takut Ami lari ke dalam pelukan orang lain, para pemujanya di panggung hiburan. Terlebih-lebih sehabis pentas musik itu Ami mendapat kesempatan untuk belajar menari dari seorang penari yang kebetulan singgah di kota kami selama lebih dari dua bulan. Aku kasihan melihat Ami setiap dia habis mencurahkan semua perasaannya padaku. Taufik agaknya takut Ami lebih populer ketimbang dirinya seorang pegawai sungguhan yang memang pandai dan tekun. Setidaknya begitu menurutku.
-ad-
Elis jadi menikah dengan Baskara di Surabaya besok pagi. Undangan merah maroon yang kami terima menyebutkan bahwa pemberkatan nikah keduanya dilaksanakan pada pukul sembilan. Dalam suratnya yang disertakan di situ, Elis bilang, dia akan kembali segera dan mengadakan syukuran di Eropa. Dia meminta bantuanku dan Ami untuk menyelenggarakan maksudnya, yang kami setujui dengan gembira sebab kami merasa telah berhasil menautkan dua manusia yang sama-sama dilanda sepi. Rencananya Baskara akan menyewa hall di universitasnya serta memesan masakan dari kak Farida, salah seorang masyarakat Indonesia yang mengelola galeri seni bersama suami bulenya. Masakannya memang terkenal lezat. Aku dan Ami yang akan membantu menyiapkan ruangan pesta.
Dalam acara window shopping dengan mas Agung sepupu suamiku yang kebetulan singgah menengok kami, telah kurancang untuk membeli sepasang sepatu coklat keemasan sebagai padu padan kebayaku yang baru selesai dijahitkan tanteku dan dikirim lewat Yati. Aku membayangkan diriku tampil cantik dengan seri yang sama seperti seri pengantin baru yang akan kami layani malam itu. Hatiku begitu berbunga. Sophia Elisabeth Handayani melepas masa kesendiriannya di ujung angka tigapuluh dua!
-ad-
Pesta syukuran Elis dengan Baskara amat meriah. Diantara masyarakat Indonesia yang cuma segelintir, kurasa merekalah yang paling populer. Buktinya semua orang Indonesia hadir, termasuk beberapa dari luar kota. Tak seperti ketika aku sendiri mengadakan upacara cukur rambut Hardi dullu.
Elis masih terus bekerja sendiri, selagi dia berkolaborasi dengan suaminya meneliti pangsa pasar produk Indonesia di Eropa. Kesibukan kerja dan rumah tangganya semakin merenggangkan kami kembali.
Aku sendiri pun makin sibuk mengurus si kecil yang mulai belajar jalan. Hardi seorang eksplorer yang menakjubkan. Aku tak boleh lengah menjaganya agar dia tak memegang apa pun sembarangan. Tambahan usia Buyung yang terpaut cukup banyak dengan Hardi menjadikannya sedikit manja. Dia mulai mengompol lagi mencari perhatianku yang tersita untuk Hardiman. Ah, repotnya kehidupan berumah tangga dengan kedua jagoan kecil. Tapi aku senantiasa senang dan bahagia menjalankan peranku. Sebab aku berkaca pada Ami yang senantiasa ceria menghadapi kedua buah hatinya yang kebetulan juga lelaki semua. Padahal Rizqi si sulung kuketahui penderita penyakit bawaan sebagaimana kedua orang tuanya.
-ad-
Aku semakin jarang keluar rumah akhir-akhir ini selain menunaikan kewajibanku di organisasi wanita yang wajib kuikuti. Hambatanku hanya pada urusan rumah tangga yang nyaris tiada pernah selesai. Sekarang baru kami sadari bahwa tinggal di sebuah single house yang disini dinamakan bungalow tidak cocok untuk kami. Ada halaman luas yang memerlukan penanganan, serta kamar-kamar yang juga butuh setiap hari dibersihkan. Waktu kami nyaris tersita untuk urusan rumah.
Kawan-kawan kami seperti keluarga Taufik yang menyewa apartemen adalah orang-orang yang cerdas. Benar, berdasarkan pengalaman mereka, kita tak perlu rumah besar. Siapa juga yang sanggup berkunjung ke Eropa menengok kami dalam masa ekonomi negara yang sedang terpuruk sekarang ini?
Suamiku memang baru sekali ini ke luar negeri, sementara kebanyakan teman lain sudah berada di pos kedua, ketiga bahkan ada yang kelima mendekati pensiun. Tentu saja pengalaman mereka sudah banyak dan patut dijadikan pelajaran bagi kami.
-ad-
Aku baru merasakan kehilangan Ami ketika dalam rapat pengurus dia tak hadir beberapa kali. Semula kami mengira dia sakit. Bahkan suaminya pun mengatakan dia sakit di tanah air. Surat izin cutinya yang dulu, rupanya menjadi pertanda bahwa dia akan mengundurkan diri dari gelanggang tanpa alasan yang jelas.
Ibu-ibu kasak-kusuk sendiri saling bertanya-tanya. Sebab anak-anaknya ada. Hanya Mahmudah pembantunya yang tiba-tiba juga menghilang. Dari Indonesia dia mengirim surat kepada pembantu salah satu di antara kami untuk mohon maaf dan menyatakan pamit kembali ke tanah air. Tapi surat itu tak beralamat jelas, di sampul hanya tertera nama desa berikut kampungnya. Kami sulit untuk menghubunginya kembali.
Elis yang kutanya tentang Ami juga mengangkat bahu. Bahkan katanya dia sudah lama tak dimintai jasa oleh Taufik. Tepatnya sejak pernikahannya dengan Baskara tempo hari. Entah apa sebabnya. "Pak Taufik seperti memusuhiku lagi," jelas Elis padaku di telepon. Semua jadi tanda tanya bagi kami, menyisakan ruang kosong yang hampa di hatiku. Ami sayang, kemanakah kamu, aku merindukanmu rintihku kelu..
(BERSAMBUNG)